Pelayaran tradisional dari Makasar ke Gove Peninsula/Reuters
Pelayaran tradisional dari Makasar ke Gove Peninsula/Reuters
KOMENTAR

BERABAD-ABAD sebelum Kapten James Cook mengklaim Australia untuk Inggris pada tahun 1770, pelaut Muslim dari Makassar, Indonesia rupanya telah lebih dulu secara teratur melakukan perjalanan ribuan kilometer melintasi laut lepas untuk berdagang dengan orang-orang Aborigin di ujung utara Australia.

Menurut para sejarawan, hal itu membuat mereka saling berdagang, bertukar ide dan bahasa, bahkan saling menikah dan hidup satu sama lain sejak tahun 1500-an atau mungkin sebelumnya.

Untuk mengenang sejarah tersebut, serta untuk menghidupkan kembali hubungan sejarah antara Makassar dan klan Yolngu di timur laut Arnhem Land, Australia, dibuat lah sebuah pelayaran dengan perahu kayu tradisional replika yang dibangun secara khusus.

Pelayaran ini merupakan gagasan dari Institut Abu Hanifa, yakni sebuah organisasi yang mempromosikan pendidikan, identitas dan inklusif bagi Muslim di Sydney. Tujuan pelayaran ini adalah untuk memperkuat kembali identitas Muslim di Australia.

"Kami mengadakan lokakarya dengan orang-orang muda dan kami bertanya kepada mereka apa artinya menjadi orang Australia dan banyak orang benar-benar tidak bisa mengidentifikasi dengan konsep itu," kata Sheikh Wesam Charkawi dari Institut Abu Hanifa.

"Mereka merasa bahwa wacana yang mereka dengar setiap hari, seperti 'Kembalilah ke tempat asalmu, 'Kamu tidak seharusnya di sini', 'Cintai atau tinggalkan', itu mengasingkan mereka," tambahnya, seperti dimuat Reuters (Kamis, 5/3).

Perlakuan semacam itu tidak cukup mengejutkan sebenarnya, mengingat populasi muslim di Australia hanya kurang dari 3 persen. Tidak jarang dari mereka kerap melaporkan mengalami prasangka atau permusuhan terkait agama yang mereka anut.

Sementara itu, terkait proyek pelayaran tradisional bak sejarah itu, dibuat sebuah kapal kayu setinggi 15 meter oleh pengrajin Makassar di pantai di Sulawesi. Pembuatan kapal kayu itu pun tidak sembarangan, melainkan dengan menggunakan metode tradisional dan kayu lokal.

Untuk memperkuat kesan tradisional, kapal itu pun tidak dilengkapi dengan mesin.

Sebanyak 12 awak kapal dari Makassar berlayar di laut dengan kapal tersebut selama 25 hari dan menempuh perjalanan sejauh 2.000 km menuju Darwin, Australia.

Dari sana, kapal kemudian berlayar ke Gove Peninsula, di timur laut Arnhem Land, di mana mereka bertemu dengan ratusan Yolngu dan orang-orang Pribumi lainnya dari sekitar daerah itu pada Maret ini. Di sana mereka disambut dengan lagu dan upacara penyambutan.

"Mereka adalah keluarga, mereka adalah orang-orang yang memberikan sesuatu kepada kita. Hadiah istimewa," kata seorang pemimpin Aborigin Timmy 'Djawa' Burarrwanga.

Sementara itu, Charkawi dan lembaganya akan memproduksi film dokumenter tentang proyek pelayaran tradisional tersebut yang akan ditayangkan akhir tahun ini.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur