PENYEBARAN virus corona yang sangat cepat dan agresif membuat sebagian besar dari kita mungkin berpikir soal bagaimana menjaga jarak ketika berinteraksi langsung dengan orang lain, atau ketika menyentuh benda lain di tempat umum.
Pasalnya, sejauh ini yang kita tahu, dan ditegaskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bahwa jalur utama penularan virus bernama resmi Covid-19 itu adalah melalui tetesan yang keluar dari mulut atau hidung ketika bersin atau batuk.
Jalur penularan virus corona lainnya adalah melalui infeksi permukaan tempat virus itu mendarat.
Virus yang berada pada tetesan yang dikeluarkan saat seseorang batuk atau bersin bisa menempel pada permukaan benda untuk waktu yang cukup lama dan berpotensi untuk menulari orang lain jika tersentuh dan orang tersebut menyentuh wajah mereka, khususnya area mutut, hidung dan mata.
Metode penularan semacam ini dikenal dengan istilah "penyebaran droplet". Namun belakangan, ada dugaan bahwa virus corona bisa menular melalui udara. Benarkah demikian?
Pertama-tama, perlu dipahami bahwa Covid-19 ini atau yang biasa kita sebut virus corona, adalah virus yang benar-benar baru. Sehingga segala sesuatu tentangnya masih banyak menjadi misteri. Para peneliti dari banyak negara saat ini masih terus berupaya meneliti virus ini.
Pada awal penularannya, WHO mengkonfirmasi bahwa penularan virus adalah melalui tetesan dan permukaan yang telah terpapar tetesan yang terkontaminasi virus. Namun akhir pekan lalu, Kepala Unit Penyakit dan Zoonosis WHO, Maria Van Kerkhove menjelaskan fakta terbaru mengenai virus tersebut. Dia menyebut ada potensi penularan virus corona melalui udara.
"Jika dilakukan prosedur yang menghasilkan aerosol (sistem tersebarnya partikel halus zat padat atau cairan dalam gas atau udara) seperti di fasilitas perawatan medis, ada kemungkinan aerosolize partikel, yang berarti mereka bisa lebih lama ada di udara," kata Kerkhove kepada CNBC International.
Sementara itu, Al Jazeera (Selasa, 24/3) memuat bahwa batuk tunggal dapat menghasilkan hingga 3.000 tetesan, sementara bersin dapat menghasilkan hingga 10.000 tetesan. Tetesan-tetesan yang baru dikeluarkan saat seseorang bersin atau batuk ini bisa bertahan di udara untuk waktu yang singkat sebelum ditarik oleh gravitasi.
Lama waktu yang tepat untuk virus corona dapat "hidup" di udara saat ini masih belum jelas, karena masih sedang diteliti lebih dalam.
Namun studi dari The New England Journal of Medicine bertajuk, "Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as Compared with SARS-CoV-1" menemukan bahwa virus corona mungkin bisa bertahan cukup lama di udara.
Dalam penelitian itu, seperti dimuat Halodoc menemukan bahwa virus corona (SARS-CoV-2) bisa hidup hingga tiga jam di udara, mirip dengan saudara kandungnya, yaitu SARS-CoV-1 (penyebab SARS).
Tapi pertanyaan selanjutnya, dapatkah virus ini menular lewat udara?
"Kami sama sekali tidak mengatakan bahwa ada transmisi (penularan) virus secara aerosol (melalui udara), tetapi penelitian ini menunjukkan bahwa virus tetap bertahan untuk jangka waktu yang lama dalam kondisi tersebut, sehingga secara teori dimungkinkan," kata pemimpin studi Neeltje van Doremalen di National Institute of Allergy Infectious Diseases.
Karena itu, kepastian soal waktu "hidup" virus corona di udara saat ini masih dalam penelitian lebih lanjut dan belum bisa ditarik kesimpulannya.
Juga perlu digarisbawahi, sederet penelitian tersebut hanyalah penelitian pendahuluan. Penelitian lebih mendalam soal hal ini perlu dilakukan lebih lanjut. Meski demikian ada baiknya kita menjaga diri sebaik mungkin dari potensi penularan virus corona ini.
KOMENTAR ANDA