WABAH virus corona saat ini menjadi momok menakutkan di hampir 200 negara dan wilayah di seluruh dunia, tidak terkecuali di Jepang.
Per hari Selasa (31/2), merujuk pada data di worldometers.info, jumlah kasus infeksi virus corona yang dikonfirmasi di negeri Sakura adalah sebanyak 1.953 kasus dengan 56 kematian dan 424 pasien yang dinyatakan sembuh.
Pemerintah Jepang sendiri tidak memberlakukan lockdown untuk mengerem penularan virus bernama resmi Covid-19 itu. Namun gencar memberikan imbauan dan peringatan untuk tidak keluar rumah.
Selain itu, Jepang juga membatalkan rencana perhelatan pesta olahraga, Olimpiade Tokyo 2020 yang semula akan digelar musim panas tahun ini, dan menundanya hingga musim panas tahun depan.
Meski demikian, kehidupan di Jepang pada umumnya berjalan normal.
Seorang ibu di Jepang bernama Whita Chitra Pramita menuturkan kisahnya kepada Farah soal bagaimana dia dan ibu di Jepang pada umumnya, menghadapi wabah virus corona
Witha sendiri adalah warga negara Indonesia yang menikah dengan warga negara Jepang dan mengantongi status permanent residence. Dia tinggal bersama dengan suami dan kedua buah hatinya di Tokyo.
Dia menuturkan, sejak tanggal 2 Maret lalu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengimbau agar sekolah-sekolah diliburkan selama dua minggu hingga memasuki musim semi.
"Banyak sekolah diliburkan. Tapi ada juga yang tidak, termasuk sekolah TK anakku," ujarnya.
Meski demikian, peraturan di sekolah menjadi lebih ketat. Setiap pagi, suhu badan dicek, baik anak dan orangtua. Selain itu juga, mereka yang sedang flu dilarang untuk masuk.
"Orang tua yang mengantar harus pakai masker, cuci tangan waktu masuk kelas," sambungnya.
Anak-anak yang masih sekolah juga dilarang berkeliaran sendiri dan harus ada yang mengawasi.
Selain itu, sambungnya, per tanggal 2 Maret lalu juga banyak perusahaan yang membuat kebijakan agar karyawannya bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH). Sejumlah tempat hiburan seperti game center dan playground indoor pun tutup.
"Hampir semua mall, taman besar sakura juga ditutup. Shibuya, Ginza, Harajuku, Asakusa, UENO yg biasanya ramai, dua pekan belakangan ini juga sepi," sambungnya.
Meski demikian, aktivitas sehari-hari di Jepang pada umumnya berjalan dengan normal, meski banyak pembatasan dan penutupan tersebut.
"Karena di sini, transportasi ke sekolah lebih banyak menggunakan sepeda. Jadi bertemu orang pun hampir jarang, walaupun banyak yang beraktivitas," jelas Witha.
Selain itu, sambungnya, warga Jepang pada umumnya sudah sadar soal kebersihan diri, bahkan sebelum virus corona mewabah. Kebiasaan mencuci tangan pun telah menjadi hal yang lekat dengan kehidupan sehari-hari.
Warga Jepang pun pada umumnya terbiasa mengenakan masker saat keluar rumah atau naik transportasi umum, meskipun tidak ada wabah.
Dengan demikian, desakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk melakukan physical distancing dan rajin mencuci tangan demi mencegah penularan virus corona, sudah terbiasa dilakukan oleh warga Jepang, jauh sebelum wabah virus corona melanda.
Meski begitu, Witha sendiri menerapkan langkah pencegahan lebih bagi keluarganya agar terhindar dari infeksi virus corona.
"Setiap masuk ke rumah, setelah dari luar, semprot disinfektan ke baju dan jaket. Mencuci tanga dan baju langsung dicuci," ujarnya.
Selain itu, dia juga berusaha menjaga pola makan keluarga, terutama anak-anak agar asupan gizi seimbang.
"Kalau hari libur, di sini mengajak anak-anak main ke taman yang sepi di dekat rumah sekitar satu jam, supaya tidak stres," tutupnya.
KOMENTAR ANDA