PERANCIS merupakan salah satu negara yang sangat kelabakan dengan wabah virus corona atau Covid-19 yang saat ini menjadi pandemi global.
Data dari worldometers.info per Rabu (1/4) menunjukkan bahwa Perancis menduduki posisi kelima dari daftar negara yang memiliki infeksi virus corona tertinggi di dunia. Tercatat telah ada 56.989 kasus infeksi virus corona di negara itu dengan 4.032 orang meninggal dunia dan 10.935 pasien yang sembuh.
Untuk menangani pandemi sesegera mungkin, pemerintah Perancis menyulap banyak fasilitas umum, seperti stadion olahraga untuk dijadikan rumah sakit darurat. Perancis juga mengerahkan para mahasiswa kedokteran tingkat akhir untuk langsung terjun menangani pasien karena kurangnya tim medis yang menangani pasien.
Salah satu di antara mereka yang "menetas" sebelum waktunya adalah mahasiswi kedokteran bernama Elodie Vieira.
Alih-alih menyelesaikan sembilan tahun studinya, Vieira yang berusia 27 tahun sekarang berada di garis depan dalam perang Perancis melawan virus corona. Dia bertugas di tahapan awal penyeleksian pasien dengan gejala virus corona.
Dia adalah dokter yang menentukan apakah seseorang yang mengaku memiliki gejala virus corona perlu dirujuk ke rumah sakit atau dikirim pulang. Dia menentukan seberapa parah infeksi terjadi pada seseorang.
Hal yang dia lakukan itu disebut dengan istilah triase. Ini adalah sistem di instalasi gawat darurat (IGD) untuk menentukan tingkatan klasifikasi pasien berdasarkan penyakit, keparahan, prognosis, dan ketersediaan sumber daya. Sistem ini diaplikasikan pada keadaan bencana atau korban masal. Tujuannya adalah untuk memprioritaskan mereka yang memiliki gejala paling parah dan paling membunuhkan penanganan medis dengan segera.
Dia adalah satu dari ratusan mahasiswa kedokteran yang telah direkrut di wilayah Paris saat ibukota berjuang untuk mengatasi meningkatnya jumlah kasus infeksi virus corona.
Serikat mahasiswa kedokteran Paris mengatakan bahwa di ibukota saja ada 100 dokter magang yang bertugas setiap hari.
"Ini seperti pergi ke tempat yang tidak diketahui karena itu bukan sesuatu yang terjadi pada kita setiap hari," kata Vieira kepada Reuters, ketika mengutarakan pengalamannya.
"Kami mendapat pelatihan dan dokter memberi tahu kami apa yang harus dilakukan. Kami tidak siap untuk itu, tetapi kami tidak punya pilihan. Itu bagian dari pekerjaan dan kami di sini untuk membantu," sambungnya.
Vieira saat ini merupakan salah satu dokter yang bekerja shift enam jam dengan istirahat makan siang singkat di fasilitas itu.
Dia mengatakan bahwa situasinya sangat mengerikan, karena setiap 20 menit ada pasien baru.
"Saya tidak melarang mereka (pasien) datang," katanya.
"Saya bilang ya karena memungkinkan saya mendapatkan pengalaman dan ketika Anda melihat apa yang terjadi di rumah sakit, Anda merasa harus melakukan apa saja untuk membantu. Saya tidak terlalu khawatir," sambungnya.
Dia mengaku bahwa dia pulang setiap waktu jaganya selesai. Namun di rumah, dia mengasingkan diri dan pindah ke ruang bawah tanah agar tidak melakukan kontak dengan orang tua dan saudaranya di rumah.
"Kami selalu khawatir dengan orang-orang terdekat kami mengingat penyakit ini tidak dapat diprediksi, jadi saya lebih baik mengambil setiap tindakan pencegahan," ujarnya.
KOMENTAR ANDA