Disainer Diana Rikasari/Instagram @dianarikasari
Disainer Diana Rikasari/Instagram @dianarikasari
KOMENTAR

TANGGAL 2 April lalu merupakan Hari Kesadaran Autisme Sedunia (World Autism Awareness Day). Peringatan ini ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 18 Desember 2007.

Hari Kesadaran Autisme Sedunia merupakan peringatan yang penting, karena autisme perlu mendapatkan perhatian dan pemahaman dunia. Begitu pentingnya, sampai-sampai PBB mengimbau agar semua negara anggota untuk mengambil langkah khusus demi meningkatkan kesadaran terhadap autisme di kalangan masyarakat.
 
Bagi disainer Diana Rikasari, Hari Kesadaran Autisme Sedunia memiliki makna tersendiri. Melalui laman Instagramnya, @dianarikasari pada Jumat (3/4), Diana mengunggah foto putra pertamanya sambil mengucapkan selamat Hari Autisme Sedunia.

Pada unggahan yang sama, Diana juga berbagai informasi soal autisme dan pengalamannya sebagai ibu dengan putra yang mengalaminya. Dia juga mengajak publik untuk meningkatkan kesadaran soal autisme.

Diana menjelaskan bahwa bahwa autisme terjadi pada satu dari 50 anak-anak.

"Anak laki-laki empat kali lebih cenderung memiliki autisme dibandingkan dengan anak perempuan," jelas Diana.

Selain itu, autisme dapat didiagnosis sejak usia dua tahun. Hal itu pula yang dialami oleh putranya.

"Secara medis, (autisme) lebih dikenal sebagai ASD, yang merupakan singkatan dari Autism Spectrum Disorder. Ini disebut sebagai 'spektrum' karena autisme menangkap berbagai kelainan jangkauan luas yang sama sekali berbeda dari satu anak ke anak lainnya," ujar Diana.

Di film, anak-anak autisme kerap digambarkan sebagai sosok yang jenius dan dapat memecahkan masalah dunia. Padahal, kata Diana, banyak juga orang autis tidak memiliki kapasitas intelektual semacam itu. Dan membutuhkan arahan banyak pihak agar dapat menemukan talenta yang tepat dalam diri mereka. Bila itu dilakukan sejak awal, maka individu autistik akan memiliki prestasi dan keahlian cemerlang dalam kehidupan masa depannya.

Lebih lanjut dia menceritakan soal kondisi putranya.

"Anak saya memiliki ASD tingkat sedang dan masih non-verbal hingga saat ini. Dia tidak berbicara, jadi dia berkomunikasi dengan kartu bergambar di mana dia akan menunjukkan gambar apa yang dia inginkan atau butuhkan," jelas Diana.

Selain itu, sambungnya, anak autistik juga kerap kali mengeluarkan suara-suara yang tidak biasanya, seperti suara melengking atau menjerit. Mereka juga kerap membuat gerakan tidak biasa, seperti mengayun-ayunkan tubuh mereka, berputar tanpa henti atau meremas jari mereka sendiri secara terus menerus. Hal itu tidak jarang membuat orang lain yang melihat atau mendengarnya, merasa tidak nyaman.

"Inilah sebabnya mengapa kebanyakan orangtua lebih suka bepergian dengan mobil ketika mereka bersama anak-anak autistik mereka," kata Diana.

"Tetapi saya selalu lebih suka membawa anak saya naik bus umum dan kereta api untuk membiarkan orang-orang mendengar dan melihat keanehannya sehingga orang-orang dapat menyadari bahwa autisme ada di antara kita dan sebagai masyarakat kita harus menormalkan beberapa anak hanya karena berbeda," jelasnya.

Karena itulah, Dia menekankan pentingnya masyarakat memiliki kesadaran dan informasi yang cukup dan baik soal gangguan atau kondisi khusus seperti autisme. Dengan kesadaran yang baik, maka akan muncul empati dan pembiasaan dalam masyarakat.

"Kita dapat memiliki lebih banyak empati dan penilaian yang lebih sedikit ketika kita melihat seseorang yang berperilaku buruk ketika mereka sebenarnya tidak melakukannya. Mereka hanya menjadi diri mereka sendiri," sambungnya.

Diana pun mengajak publik untuk membiasakan diri menerima kehadiran orang autistik atau orang dengan kondisi berbeda lainnya, dengan cara bersikap normal dan sewajarnya.

"Ketika Anda melihat anak atau orang autistik, tolong jangan memalingkan muka, jangan memalingkan punggung, jangan bergerak dan duduk di tempat lain karena 'dia sangat menjengkelkan'. Sebaliknya, normalisasikan situasinya dan pada kenyataannya, cobalah untuk berinteraksi dan mungkin mengobrol dengan orang tua atau walinya dan bersenang-senanglah," ujarnya.

"Kami bukan monster. Kami hanya 'aneh' bagi kebanyakan orang dan lantang," tutupnya.




Mengajarkan Anak Usia SD Mengelola Emosi, Ini Caranya

Sebelumnya

Jadikan Anak Cerdas Berinternet Agar Tak Mudah Tertipu Hoaks

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting