DI TENGAH pandemi virus corona atau Covid-19 yang saat ini masih terjadi di Indonesia, pemerintah mendorong warga untuk tidak berkerumun. Salah satu bentuknya adalah dengan tidak menggelar shalat Jumat di masjid.
Namun, ada kesimpang-siuran informasi di tengah mayarakat, terutama mereka yang menganggap bahwa jika tidak menjalankan shalat Jumat selama tiga kali berturut-turut maka akan menjadi kafir. Mereka merujuk pada haidst mengenai hal itu.
Pendiri Pusat Studi Al Quran, M. Quraish Shihab, dalm program Shihab & Shihab yang dirilis Narasi TV pekan ini, menjelaskan lebih dalam soal hadist tersebut.
"Benar ada hadist yang menyatakan, siapa yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali berturut-turut, tapi ada kata-kata dengan sengaja," kata Quraish Shihab.
Maka dari itu, sambungnya, ada dua riwayat. Pertama, riwayat yang mengatakan bahwa dia telah kafir. Sementara riwayat yang lain mengatakan bahwa hatinya ditutup oleh tuhan.
"Sebenarnya hadist ini mempunyai makna yang tidak seperti dipahami sementara orang," jelasnya.
"Hatinya tertutup itu masih bisa dibuka kalau yang bersangkutan bertaubat," ujar Quraish Shihab.
Dia menjelaskan bahwa kata "kafir" itu dipahami oleh ulama, kalau seseorang tersebut mengingkari kewajiban shalat Jumat tersebut. Namun ini semua jika seseorang tersebut meninggalkannya dengan sengaja, tanpa ada alasan yang membenarkannya.
Menurutnya, ulama-ulama membahas tentang apa saja alasan yang membenarkan seseorang untuk tidak shalat Jumat.
"Paling tidak ada tiga kategorinya. (Pertama) takut menyangkut diri. Orang yang takut jangan sampai kalau pergi shalat Jumat, dianiaya. Apalagi kalau dibunuh. Apalagi kalau terbunuh. Apalagi kalau mati," jelasnya.
"(Kategori kedua adalah) takut pada hartanya. Kalau dia shalat Jumat, hartanya bisa hilang," sambungnya.
"Atau bisa juga takutnya itu bukan pada dirinya tapi pada orang lain. Bisa jadi itu orang-orang yang menenjaga keamanan," tambah Quraish Shihab.
Khususnya pada saat krisis seperti saat ini, hal itu sangat relevan.
"Dia bukan takut terhadap dirinya, tetapi menjaga keamanan masyarakat," ungkapnya.
"Dokter-dokter yang melakukan tugasnya di masa bencana sekarang ini. Itu juga bisa dibenarkan untuk tidak shalat Jumat berturut-turut lebih dari tiga kali," tambah Quraish Shihab.
Bukan hanya itu, seseorang juga dibenarkan untuk tidak shalat Jumat jika ada situasi yang bukan berkaitan dengan dirinya, atau bukan berkaitan dengan orang lain, tapi menghadapi situasi berbeda.
"Ambil satu contoh, pada jaman Nabi, ada hujan lebat sampai menjadikan jalan becek atau menjadikan orang amat sulit untuk pergi shalat Jumat. Itu dibenarkan untuk tidak shalat Jumat," terang Quraish Shihab.
Lebih lanjut dia mengatakan ada sejumlah contoh lain yang dikemukakan oleh ulama-ulama soal pembenaran atas meninggalkan shalat Jumat.
"Contoh-contoh ini boleh jadi (membuat) sepintas orang berkata wah ini terlalu menggampangkan, tapi sebenarnya tidak demikian," jelasnya.
Contoh pertama, kalau ada orang di rumah sendirian. Jika dia meninggalkan rumahnya, khawatir takut ada kebakaran, karena sedang memasak sesuatu. Maka kekhawatirannya itu bisa menjadi alasan untuk tidak pergi shalat Jumat.
Atau contoh lain, ada orang di rumah menjaga anak. Jika dia pergi shalat Jumat, anaknya bisa terlantar atau bisa diculik oleh orang lain.
"Jadi, agama ini Allah SWT menyatakan dengan tegas, ma ja'ala 'alaikum fiddini min haraj. Allah tidak menjadikan sedikit kesulitanpun bagi kamu dalam melaksanakan ajaran agama," terangnya.
"Nah atas dasar itu, tidaklah benar kalau lantas orang berkata kalau tidak shalat Jumat tiga kali berturut-turut itu menjadi kafir dan terutup hatinya," sambungnya.
Sama sekali tidak benar, kecuali kalau dia dengan sengaja dan tanpa alasan yang dibenarkan agama," demikian Quraish Shihab.
KOMENTAR ANDA