Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

SUATU ketika, Rasulullah saw. ditanya tentang ihwal kesombongan. Rasul mengatakan, “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.”

Jika kita mau sedikit saja mematut diri di cermin, kita pasti akan dengan mudah mengatakan bahwa kita adalah makhluk dengan banyak kekurangan. Maka sesungguhnya tidak ada yang pantas kita sombongkan.

Jika pun kita merasa kaya, cantik, memegang jabatan tinggi, maka ada jutaan orang yang memiliki kekayaan, kecantikan, dan jabatan yang lebih dari kita. Apakah kita layak merasa sombong? Bukankah di atas langit masih ada langit?

Sombong jelas berbeda dengan percaya diri. Kesombongan mengandung perasaan bahwa diri kita lebih baik dari orang lain. Sedangkan percaya diri lebih kepada sebuah keyakinan untuk melakukan yang terbaik dengan segala kemampuan yang kita miliki.

Sejatinya, hidup memang sebuah kompetisi. Umat manusia saling bersaing untuk bisa bertahan hidup. Siapa yang bekerja lebih keras dan bekerja lebih cerdas akan mendapat hasil yang lebih baik. Jika ada yang mengatakan kesuksesan bisa diperoleh secara instan, maka dapat dipastikan kesuksesan itu akan sulit bertahan lama.

Dalam setiap fase kehidupan, kita seolah senantiasa dituntut untuk berkompetisi.
Sejak kecil hingga masa remaja, kita dibiasakan giat belajar untuk mendapat nilai yang baik di kelas.

Pun dalam kehidupan sosial, terkadang kita tidak ingin ‘dikalahkan’ orang lain. Entah dalam urusan rumah tangga, pendidikan anak, hingga kesejahteraan ekonomi. Padahal sejatinya kita tahu, berlomba-lomba dalam urusan duniawi tidak akan ada habisnya.

Maka ketika bercermin, jangan pernah lupa untuk membaca doa ini.
Allahumma ahsanta khalqii fa ahsin khuluqii
“Ya Allah, Engkau telah memperbagus penciptaanku, maka perbaguslah akhlakku”

Dengan melafalkan doa, bercermin menjadikan kita benar-benar ‘bercermin’. Meluangkan waktu sejenak untuk melihat diri kita secara utuh. Mempertanyakan sudahkah kita berterima kasih kepada Allah atas segala nikmat udara yang kita hirup dan kesehatan yang tubuh kita rasakan? Sudahkah kita melakukan kebaikan hari ini? Sudahkah hari ini lebih baik dari kemarin?

Dengan membaca doa, bercermin bukan sekadar kegiatan meratakan bedak, merapikan bentuk alis, atau menambah sapuan lipstik. Bercermin bukan sekadar mematut diri melihat pakaian mana yang membuat kita terlihat lebih cantik.

Dengan membaca doa, bercermin tidak lagi menakutkan. Kita tidak akan memaki diri dengan bentuk tubuh yang jauh dari kata ideal versi manusia. Yang ada hanyalah semangat untuk memulai kehidupan yang lebih sehat.
 
Dengan membaca doa, bercermin menjadi sarana berintrospeksi. Disertai keinginan kuat agar refleksi diri yang kita lihat semakin hari semakin baik.

Bercerminlah setiap hari dan sertakan doa di dalamnya. Maka kita benar-benar yakin tak ada yang bisa kita sombongkan.

 




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur