Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

SETIAP manusia pasti memiliki kebiasaan baik dan kebiasaan buruk. Dan kita tahu, ketika kita sudah beranjak dewasa, kebiasaan buruk yang kita miliki akan kita anggap sebagai bagian dari diri kita. Sebuah ‘keunikan’ yang kita harap dapat dimaklumi orang lain, termasuk oleh pasangan dan rekan kerja.

Saking melekatnya kebiasaan buruk tersebut dengan diri kita, orang pun lantas melabeli kita dengan berbagai sebutan: si tukang telat (karena kita hampir tidak pernah datang tepat waktu), si tukang tidur (karena sering sekali mengantuk dan menguap di mana saja dan kapan saja, si jutek (karena bibir kita selalu tidak tahan untuk berkomentar pedas terhadap orang lain), atau si pelit (karena kita sulit sekali berbagi dengan orang lain).

Jika kita mau jujur, kebiasaan buruk seharusnya tidak boleh dijadikan tameng untuk mengatakan inilah diri kita “apa adanya”. Seiring bertambahnya usia dan kematangan berpikir manusia, kita harus mampu mengubah berbagai hal negatif itu agar tidak mengurangi kualitas hidup kita di dunia.

Karena itulah, mengubah kebiasaan buruk sedini mungkin—sebaiknya sebelum usia remaja—menjadi urgen. Jangan sampai terbawa sampai dewasa dan usia senja hingga hampir mustahil untuk mengubahnya.

Bagaimana cara efektif untuk mengubah kebiasaan buruk anak?

Kita tahu, seseorang bisa jadi memiliki lebih dari satu kebiasaan buruk. Darmawan Aji dalam buku Productivity Hack menyebutkan bahwa untuk mengubah kebiasaan buruknya, seseorang harus mulai mengubah satu kebiasaan terlebih dahulu.

Artinya, kita tidak perlu memaksakan anak untuk ‘menyulap’ diri dalam sekejap menjadi pribadi yang bersih dari semua kebiasaan buruknya. Anak bisa memulainya dari satu langkah kecil.

Libatkan Anak Sejak Awal

Sebelum memulai program “be a better me” ini, kita harus mampu mengomunikasikannya dengan baik kepada anak. Diskusikan alasan dan tujuan kita untuk mengubah kebiasaan buruknya. Contohnya dengan bertanya, “Apakah kamu ingin menikmati kehidupan yang lebih nyaman dan menyenangkan?”

Jika jawabannya adalah “ya” maka kita bisa mengatakan bahwa mengubah kebiasaan buruk adalah satu kunci untuk bisa memiliki kehidupan yang menyenangkan.

Dengan mengubah kebiasaan buruk, maka dia dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Dan dengan menjadi pribadi yang lebih baik, dia bisa lebih produktif mengisi hidup dengan berbagai kegiatan positif yang menyenangkan.

Ketika anak sudah memahami urgensi dari mengubah kebiasaan buruk, kita bisa membuat daftar kebiasaan buruk apa saja yang melekat pada diri anak. Misalnya saja: mudah marah, tidak disiplin waktu, ogah membereskan barang-barang hingga berantakan dan sulit dicari saat diperlukan, juga malas menyikat gigi sebelum tidur.

Setelah membuat daftar, kita bisa mendiskusikan dengan anak, kebiasaan buruk apa yang menjadi prioritas untuk diubah. Mulailah dari kebiasaan kecil lebih dulu agar lebih mudah dilaksanakan. Dengan mendahulukan hal yang lebih kecil, persentase keberhasilannya akan lebih besar.

Misalnya saja, bagaimana mendisiplinkan diri untuk meletakkan barang-barang pada tempatnya didahulukan daripada kebiasaannya yang mudah marah. Karena marah berkaitan dengan emosi yang membutuhkan lebih banyak effort untuk mendeteksi akar permasalahan dan mungkin membutuhkan bantuan pihak lain (misalnya psikolog) untuk menyelesaikannya.

Tentukan Strategi Paling Realistis

Jika sudah memutuskan kebiasaan buruk apa yang akan diubah, ajak anak untuk menulis langkah-langkah yang harus dia lakukan. Misalnya, membuat poster besar di samping cermin atau di pintu kamarnya tentang pentingnya menjaga barang-barang rapi pada tempatnya. Anak juga bisa menulis daftar tempat menaruh barang-barangnya agar tidak lupa.

Ingatkan anak bahwa kebiasaan buruk itu sudah sering membuatnya kehilangan banyak waktu untuk mencari barang-barang, bahkan kerap membuatnya mengeluarkan uang untuk membeli yang baru karena tidak bisa menemukan barang yang dicari.

Ajak anak untuk menentukan jangka waktu prosesnya. Kita bisa membuatnya menjadi 30 days challenge hingga terasa kekinian dan fun untuk dilakukan.

Selanjutnya, adalah tugas kita untuk mengevaluasi perkembangannya setiap malam. Tekankan selalu bahwa secapek-capeknya dia dari berbagai aktivitas luar rumah, menjaga kerapian kamar tetap wajib hukumnya agar lebih nyaman beristirahat. Ditambah lagi, kamar yang rapi akan membuat anak happy dan berpikiran positif.

Ketika kebiasaan buruknya sudah berkurang bahkan berhasil diubah, berikan reward sederhana misalnya dengan mentraktirnya menonton film baru di bioskop dan mengumumkan keberhasilannya saat makan malam bersama seluruh anggota keluarga. Insya Allah, dia akan bangga dengan pencapaiannya dan bersemangat untuk mengubah kebiasaan buruk yang lain.

Konsisten Mendukung Si Buah Hati

Sebagai orangtua, kita harus selalu menyemangati si buah hati sepanjang proses ‘detoksifikasi’ kebiasaan buruk ini. Kita harus mampu menjaga emosi agar anak tidak mudah menyerah atau malah bertambah buruk karena kita tidak konsisten mendorongnya untuk berubah menjadi lebih baik.

Jangan pernah memarahi anak bila dia sesekali off the track. Tegurlah baik-baik, ingatkan kembali tentang betapa pentingnya mengubah kebiasaan buruk sejak dini. Jika ada masalah yang mengganggu pikirannya, tuntaskan dulu masalah tersebut agar anak bisa kembali fokus mengubah kebiasaan buruknya.

Untuk menambah tingkat keberhasilan, kita bisa melibatkan para sahabat anak. Mintalah mereka untuk mendukung anak mengubah kebiasaan buruknya. Dukungan dari teman sebaya tentu menjadi suntikan semangat tersendiri bagi anak untuk mewujudkan versi dirinya yang lebih baik.




Mengajarkan Anak Usia SD Mengelola Emosi, Ini Caranya

Sebelumnya

Jadikan Anak Cerdas Berinternet Agar Tak Mudah Tertipu Hoaks

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting