KARENA puasa nyata-nyata bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, kita tak bisa seenaknya menyatakan telah menjadi orang yang bertakwa setelah berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadan.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)
Jika kita mendengarkan kajian tentang hakikat puasa, maka kita akan tahu bahwa yang dimaksud takwa dalam ayat di atas bukan sekadar apa yang terjadi saat bulan Ramadan melainkan apa yang terwujud selepas Ramadan.
Pada bulan suci, kita melatih diri memperbanyak ibadah yang diharapkan dapat kita pertahankan secara konsisten hingga 11 bulan ke depan. Bulan Ramadan menjadi saat tepat untuk menempa keimanan dan keislaman seorang Muslim untuk kemudian kembali pada fitrahnya dan mencapai derajat takwa.
Ustaz Adi Hidayat menyebutkan bahwa untuk bisa meraih derajat takwa selepas Ramadan maka kita harus menjalankan aktivitas takwa selama bulan suci. Aktivitas takwa yang dimaksud adalah amal saleh.
Apa saja amal saleh yang bisa membawa kita kepada takwa? Ternyata bukan hanya berpuasa seperti yang tertulis dalam ayat 183 surah Al Baqarah melainkan tertulis di awal surah Al Baqarah yaitu ayat 2, 3, dan 4.
Pada ketiga ayat tersebut, Allah menyebutkan bahwa orang-orang bertakwa adalah mereka yang melaksanakan amal saleh berupa salat, berinfak, juga membaca Alquran. Itulah tiga amal saleh yang keutamaannya melengkapi hakikat puasa sebagai jalan menuju takwa.
Marilah sejenak merenungi salat kita selama Ramadan. Siapa menyangka, Ramadan mampu membuat kita menjalankan salat dengan jumlah rakaat lebih banyak dari sekadar 17 rakaat salat fardhu setiap harinya?
Terlebih lagi di masa pandemi corona, ketika aktivitas kita berpusat #dirumahaja, maka kita bisa lebih leluasa menambah rakaat salat-salat sunnah. Masya Allah.
Tanpa kita sadari, ibadah salat kita akan meningkat kualitas dan kuantitasnya (insya Allah) begitu kita memasuki bulan Ramadan. Salah satu contoh mudahnya adalah salat Tarawih dan salat Witir.
Pernahkah berpikir darimana kita mendapatkan kekuatan untuk bersujud minimal 15 rakaat di malam hari—salat Isya, Tarawih, dan Witir—padahal selama berbulan-bulan sebelum Ramadan, salat Isya yang hanya empat rakaat terasa berat? Sepulang bekerja atau setelah membantu anak belajar, tubuh sungguh lelah dan mata pun berat. Tak jarang kita tertidur hingga terlambat mengerjakan salat Isya atau bahkan ada di antara kita yang baru terbangun di waktu subuh.
Salat adalah sujud kita kepada Allah. Dan sujud adalah sebuah perbuatan ibadah yang bisa kita banggakan kelak di akhirat. Karena sujud adalah perbuatan yang tidak mau dilakukan syaitan manakala ia disuruh untuk bersujud kepada Adam yang diciptakan Allah dari tanah.
Sujud adalah tanda keimanan kita terhadap kebesaran Allah. Sujud adalah tanda kesadaran bahwa diri kita adalah makhluk yang bergantung pada Khaliknya. Sujud adalah pengikis kesombongan. Dan sujud adalah bukti keikhlasan kita menyembah Allah Swt.
Demikian pula dengan berinfak. Siapa yang berinfak di saat Allah lebihkan rezekinya, dia melaksanakan kewajibannya. Dan itu bukan suatu hal yang istimewa. Namun siapa yang ikhlas berinfak di saat sempit, dialah hamba yang istiqamah di jalan Allah. Dan hal itu menjadikannya istimewa.
Itulah mengapa, salat, infak, dan quran bisa menjadi ‘pengukur’ nilai puasa kita. Ketika agenda Ramadan dipenuhi salat-salat sunnah, infak yang mengalir setiap hari, dan tadarus yang menyita waktu, maka bisa jadi puasa kita memiliki nilai pahala yang lebih banyak.
Namun sebaliknya, jika Ramadan kita sepi dari amal saleh, maka tak ada jaminan bahwa puasa mampu membawa kita menjadi orang bertakwa.
Sungguh merugi bila kita tak menambah rakaat salat kita selama Ramadan. Salat sunnah Rawatib sebelum dan sesudah salat fardhu, salat Dhuha, juga salat Tahajud dapat menjadi penyempurna salat wajib kita. Dan semua itu memberi sumbangsih untuk bertambah beratnya timbangan kita di akhirat kelak.
Ya Rabb, mohon selalu condongkan hati ini pada hidayahMu. Jangan biarkan kami melewatkan sia-sia sinar RamadanMu tanpa ikhtiar menuju takwa.
KOMENTAR ANDA