MENGAPA ini terjadi kepada kita?
Pertanyaan itu rasanya sudah beribu-ribu kali kita tanyakan di tengah musim pandemi. Kita juga sudah melihat banyak jawaban bersliweran di media sosial.
Karena manusia sudah sangat sombong—merasa berkuasa dan bebas berbuat dzalim kepada sesama manusia, saling memamerkan gaya hidup kelas atas yang membuat jurang kaya-miskin semakin menganga lebar. Itu dua di antara jawaban yang banyak diperbincangkan di grup-grup kajian.
Hampir satu bulan menjalani physical distancing memang tidak mudah. Karena hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, butuh berinteraksi dengan orang lain. Maka tinggal di rumah menjadi sedemikian menyiksa.
Terlepas dari banyaknya kegiatan yang bisa dilakukan di rumah, terlepas dari aplikasi zoom yang bisa membuat kita ‘bertatap muka’ dengan orang lain, tetap saja diam di rumah menjadi sebuah tantangan yang menguras energi dan pikiran.
Kita baru menyadari bahwa silaturahim adalah sesuatu yang membawa kebahagiaan teramat besar. Selama ini, kita seperti mengandalkan teknologi untuk menghubungi saudara atau teman. Malas bertemu. Malas bertamu. Dan kini, ketika kita hanya bisa mengandalkan teknologi untuk bersilaturahim, rasanya begitu menyiksa. Kita baru tersadar bahwa bukan silaturahim model itu yang kita butuhkan sesungguhnya.
Memang betul, teknologi dapat membuat yang jauh menjadi dekat. Tapi tidak ada yang dapat mengalahkan pelukan hangat, high five dengan sepupu, berpose ala duck face saat wefie, duduk berdekatan sambil bercanda, atau mengusap punggung sahabat yang sedang curhat tentang kesedihannya. Tidak ada yang bisa menandingi bonding yang tercipta saat kita melakukan kontak fisik dengan orang-orang tercinta, bukan?
Untuk saat ini, dan beberapa bulan ke depan, kita memang masih harus terus memupuk sabar dan bersahabat dengan “silaturahim digital”. Sambil terus memupuk harapan agar semangat kita menjalani hari demi hari tidak mudah pudar. Ini memang berat, tapi mau tidak mau, suka tidak suka, harus kita hadapi.
Ah, satu lagi kegiatan yang bisa kita lakukan di tengah pandemi ini: membuka ponsel, mencari nama-nama mereka yang selama ini begitu jauh dari kita. Melakukan video call untuk saling bertukar kabar, saling mencarikan solusi. Tidak hanya melepas rasa kangen, tapi juga menjadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.
Sekali lagi, yang kita butuhkan adalah tetap bersyukur dan bersabar.
Yaa ayyuhalladziina aamanusta’iinu bish-shabri wash-shalaah, Innallaha ma’ash-shabiriin. “Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Jangan pernah sehari pun berlalu dalam hidup kita tanpa bersyukur, sesulit apa pun yang kita hadapi. Jangan pernah sehari pun berlalu dalam hidup kita tanpa kita bersabar dengan memperbanyak salat dan dzikir.
Setelah itu, mari menjadi orang yang bersabar dengan menikmati silaturahim digital.
KOMENTAR ANDA