Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

BADAI pasti berlalu. Jika kita tidak mampu meredam badai, maka dengan sendirinya badai itu akan mereda. Demikian pula dengan krisis. Ada awalnya, ada puncaknya dan ada akhirnya.

Saat ini kita tengah mengerahkan segenap daya upaya guna menghentikan Covid-19, sembari terus berusaha meredamnya, juga penting bagi kita menjaga sikap optimis dengan berpikir dan bertindak positif.
    
Memang sangat berat pukulan akibat wabah Covid-19 ini karena hampir segala lini kehidupan yang diporak-porandakannya. Tetapi ada sesuatu yang harus teguh dipertahankan, yaitu perkara mental.

Apalagi untuk wabah misterius semacam Covid-19 yang tidak jelas ujungnya ini, tumpuan kekuatan utama kita adalah mental baja. Sekiranya upaya meredam Covid-19 tidak begitu bagus perkembangannya, kita masih mampu bertahan bersama mental baja menantinya amukan virus ini mereda dengan sendirinya.

Semakin diselami Sirah Nabawiyah, maka akan ditemukan banyak krisis yang bertubi-tubi dilalui oleh Rasulullah beserta keluarganya.

Kafir Quraisy di Mekah menyiksa, menghina bahkan hendak membunuhnya. Tiga tahun lamanya Rasulullah mengalami pemboikotan ekonomi hingga tepaksa memakan daun-daunan. Nabi Muhammad sempat pergi ke Thaif dan menyeru penduduknya kepada keimanan. Tetapi masyarakat di sana malah melempari dengan batu sampai muka sucinya berlumuran darah.

Namun kondisi mental yang prima membuat Nabi Muhammad sekeluarga tidak pernah tumbang dihantam badai. Di antara sumber energi kekuatan beliau adalah sikap optimis yang tiada pernah layu.

Pada Tafsir Al-Qur’an Al-Adzhim diceritakan bahwa Ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-Hasan, dia mengatakan Nabi Muhamamd pernah  keluar rumah dalam kondisi senang dan bergembira, beliau juga tertawa seraya bersabda, "Satu kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu terdapat kemudahan".

Apa yang membuat Rasulullah demikian optimis di tengah badai prahara yang bertubi-tubi menimpa hidupnya?
Kekuatannya bersumber dari firman Allah surat al-Insyirah ayat 5-6, yang artinya, "Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan".

Pada Tafsir Al-Misbah, M. Quraish Shihab menerangkan ulama sepakat menyatakan bahwa ayat-ayat surah ini ke semuanya turun sebelum Nabi Muhammad berhijrah ke Madinah.

Tema utamanya adalah penenangan hati Nabi Muhammad menyangkut masa lalu dan masa datang beliau serta tuntunan untuk berusaha sekuat tenaga dengan penuh optimisme.

M. Quraish Shihab  menafsirkan ayat-ayat di atas seakan-akan menyatakan: kelapangan dada yang engkau peroleh, wahai Nabi Muhammad, keringanan beban yang selama ini engkau rasakan, keharuman nama yang engkau sandang, itu semua disebabkan sebelum ini engkau telah mengalami puncak kesulitan. Namun, engkau tetap tabah dan optimis sehingga berlakulah bagimu sunnah (ketetapan Allah), yaitu, apabila krisis atau kesulitan telah mencapai puncaknya maka pasti ia akan sirna dan disusul dengan kemudahan.   

Semangat optimisme ini juga terpancang kuat di hati para sahabat Rasulullah dan kaum muslimin. Tafsir Al-Misbah menceritakan Abu Ubaidah bin Jarrah, sahabat Nabi Muhammad yang memimpin pasukan Islam menghadapi Romawi pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, menyurati Khalifah Umar sambil menggambarkan kekhawatirannya menghadapi kesulitan melawan Romawi.

Maka, jawaban yang diterimanya dari beliau adalah, "Bila seorang mukmin ditimpa suatu kesulitan, niscaya Allah akan menjadikan sesudah kesulitan itu kelapangan karena sesungguhnya satu kesulitan tidak akan mampu mengalahkan dua kelapangan".
 
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin juga menafirkan surat al-Insyirah ayat 5-6 ini pada kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz Amma, dia menjelaskan perkataan ini adalah berita dari Allah Azza wa Jalla dan berita-Nya adalah berita yang paling sempurna kebenarannya.

Janji-Nya tidak pernah diingkari. Setiap kali suatu perkara sulit bagi Anda, maka tunggu kemudahannya. Dengan kata lain, takdir Allah untuk manusia berupa berbagai macam musibah, kesulitan hidup, kesempitan dada, dan lain-lain tidak boleh menjadikan putus asa. Karena sesungguhnya dalam kesulitan ada kemudahan.

Jika Allah menolongmu untuk bisa bersabar, maka menjadi mudah bagi Anda semua yang sulit. Kemudahan tidak selalu berarti jalan keluar sesuatu yang sempurna saja, tetapi kemudahan juga jalan keluar dari kesulitan sehingga hilang kesulitan itu.

Ini adalah kemudahan konkrit. Allah membantu seseorang untuk bisa bersabar sehingga perkara yang sangat besar dan berat serta sulit menjadi mudah baginya.

Pada film Omar, dikisahkan wabah kelaparan yang tak terperikan telah melanda kaum muslimin. Khalifah Umar bin Khattab hanya memakan roti keras dengan minyak samin, itulah sumpahnya sampai wabah selesai.

Umar bin Khattab yang paling menderita dibanding rakyatnya. Di masa Khalifah Umar pula wabah penyakit misterius melanda hingga merenggut nyawa dua puluh lima ribu pasukan muslimin dan belum termasuk korban rakyat jelata.

Setelah wabah kelaparan usai, Khalifah Umar dan kaum muslimin menemukan banyak hikmah. Di masa Jahiliyah, apabila datang masa krisis maka suku-suku Arab saling berperang memperebutkan bahan makanan. Ketika agama Islam datang, saat krisis melanda rakyat darai berbagai negeri beramai-ramai datang ke Madinah. Karena mereka tahu negara Islam pasti akan melindungi rakyatnya.

Ada yang menarik dari kisah di atas, masa krisis demikian parah di masa Khalifah Umar justru melahirkan revolusi mental di kalangan masyarakat. Ajaibnya, tidak terjadi huru-hara, penjarahan atau kerusuhan lainnya. Orang-orang Arab yang pernah melalui masa terkelam yang disebut Jahiliyah mampu membangun sikap optimis di tengah krisis. Dan bersama Islam lah terbangun mentalitas yang dahsyat itu.




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur