973 kasus baru di Indonesia pada 21 Mei 2020 tercatat menjadi yang tertinggi dalam dua bulan. Bersiaplah, Covid-19 diperkirakan masih akan terus ‘menemani’ hidup kita hingga satu tahun ke depan. Dan hingga vaksin Covid-19 ditemukan, kita dipastikan akan menjalani new normal.
Terlepas dari apakah Covid-19 adalah virus yang ditularkan hewan di Wuhan atau virus yang bocor dari laboratorium di Wuhan, entah sudah berapa kali kita bertanya, “berapa lama lagi?” selama karantina #dirumahaja.
Karena manusia bukanlah pemilik kehidupan, maka tidak ada satu manusia di muka bumi ini yang bisa menjawab pertanyaan tadi secara mutlak.
Para ilmuwan berkejaran dengan waktu untuk menciptakan penangkal corona. Sementara para tenaga medis pontang-panting mengurus lonjakan pasien terinfeksi, dan pemerintah negara-negara di dunia kian pusing mencari cara bertahan dari krisis ekonomi terparah selama sejarah umat manusia ini.
Berapa lama lagi? Sebaiknya simpan saja pertanyaan itu di ruang terdalam hati kita. Tak perlu terlalu sering kita munculkan. Tak harus kita usik karena memang tak ada gunanya.
Yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana agar asa dan ikhtiar kita tetap terjaga setelah dua bulan berdiam di rumah. Jangan sampai asa dan ikhtiar mati rasa lalu memudar. Karena jika ini yang terjadi, kita akan gamang menghadapi kenyataan bahwa kita masih harus berjuang lebih lama melawan corona.
Maka kita harus berusaha agar hati kita tetap tenang.
Hanya dengan ketenanganlah kita mampu mencerna takdir yang digariskan Allah saat ini. Hati yang tenang membuat kita lebih bijak menyimak perkembangan pandemi di seluruh dunia. Kita mematuhi aturan PSBB tanpa kehilangan kesabaran, semangat, dan harapan bahwa suatu hari matahari akan bersinar tanpa corona.
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Fath: 4)
Ketenangan akan Allah hadirkan di hati kita manakala kita menjaga iman. Tidak terprovokasi untuk menghujat orang lain apalagi mengutuk nasib.
Tapi tentu tak mudah menenangkan hati kita di tengah situasi tak menentu ini. Karena itulah kita harus memelihara doa dan dzikir setiap saat. Saatnya menyempurnakan salat kita dengan doa dan dzikir sebagai penawar kegelisahan panjang. Saatnya menumpahkan segala perasaan kita kepada Allah, mencurahkan segenap kegalauan dan kekhawatiran kita hanya kepada Dia Yang Maha Menguasai.
Daripada kita terus-menerus bertanya “berapa lama lagi”, jauh lebih baik kita menyiapkan diri untuk menjalani new normal. Belajar dari rumah, bekerja dari rumah, dan beribadah dari rumah adalah new normal yang harus kita jalani dengan lebih baik lagi. Kelak jika kita sudah keluar dari masa karantina, kita tetap dituntut mampu menjaga jarak dan menjaga gaya hidup sehat.
Siapa sangka masker menjadi fashion trend yang juga menjadi new normal? Mulai dari brand internasional papan atas hingga disainer kenamaan Tanah Air, ramai-ramai membuat rancangan masker yang tidak hanya fungsional tapi juga modis. Tren juga bergeser dari glamornya haute couture menjadi jaket ‘anticorona’ yang hype. Kita memang kehilangan banyak hal, tapi kita masih bisa menikmati banyak hal dalam babak baru kehidupan ini.
Jika kita berada dalam situasi finansial yang sulit, kita bisa lebih menyederhanakan hidup kita yang sebelumnya mungkin sudah sederhana. Pasti ada jalan keluar. Pasti ada solusi untuk bertahan hidup. Berpikir positif tak hanya menguatkan tapi juga dapat membuahkan ide cerdas.
Tak ada salahnya kita meminta bantuan dari orang-orang terdekat untuk bisa mencarikan pekerjaan setelah kita dirumahkan, atau kita bisa memulai usaha sendiri. Buka mata lebar-lebar, masih banyak orang yang bisa bertahan karena kreatif selama pandemi. Jika benar-benar terjepit, sah-sah saja kita mendaftarkan diri sebagai warga negara yang berhak mendapat bantuan pemerintah sambil kita mencari jalan untuk bisa memiliki pemasukan lagi.
Dan semua itu hanya bisa kita lakukan jika kita tenang. Kita menjaga asa agar tak padam. Kita menjaga ikhtiar agar tak melemah. Sehingga kita akan kuat untuk menatap masa depan tanpa perlu bertanya “berapa lama lagi”.
KOMENTAR ANDA