Salah satu bentuk new normal yang terjadi pasca pandemi virus corona atau Covid-19 adalah dengan mengenakan masker di tempat umum/Net
Salah satu bentuk new normal yang terjadi pasca pandemi virus corona atau Covid-19 adalah dengan mengenakan masker di tempat umum/Net
KOMENTAR

ISTILAH "new normal" atau normal baru akrab didengar beberapa waktu belakangan ini. Istilah tersebut secara sederhana merujuk pada pola hidup baru dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Pemerintah Indonesia tengah gencar mempromosikan istilah tersebut. Yang terbaru, Presiden RI Joko Widodo pada Selasa (26/5) mengunjungi Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia dan sebuah pusat perbelanjaan di Bekasi. Kunjungannya tersebut adalah untuk meninjau kesiapan dan pelaksanaan disiplin protokol kesehatan menuju fase new normal.

Sebenarnya, istilah new normal itu sendiri bukanlah istilah baru, melainkan istilah yang telah muncul sejak beberapa tahun silam. Istilah new normal pada mulanya muncul dalam dunia bisnis dan ekonomi yang merujuk kepada kondisi-kondisi keuangan usai krisis keuangan 2007-2008 serta resesi global 2008-2012.

Namun sejak saat itu, istilah new normal dipakai pada berbagai konteks lain untuk merujuk pada suatu hal yang sebelumnya dianggap abnormal menjadi umum atau normal karena suatu keadaan atau kondisi.

Pakar senior di lembaga keuangan yang bermitra dengan The Boston Consulting Group, David Rhodes dan Daniel Stelter pada 2010 lalu pernah menulis artikel berjudul "The 'New Normal' Requires A New Mindset" untuk Ivey Business Journal.

Perlu digarisbawahi, artikel yang mereka buat merujuk pada istilah new normal yang muncul pasca fase great recession atau resesi hebat yang menyebabkan perekonomian global terdampak.

Pada fase tersebut, banyak pelaku bisnis dan ekonomi harus berhadapan dengan kondisi new normal di mana pertumbuhan lambat selama beberapa tahun ke depan. Hal itu tentu memicu tantangan baru agar sektor bisnis dan ekonomi bisa tetap hidup dan tumbuh.

Namun, kedua penulis menekankan, alih-alih fokus pada "belajar dari kegagalan" di masa lalu, baiknya menggeser sedikit sudut pandang dengan cara "belajar dari kesuksesan" di masa lalu.

Karena itulah, mereka mendorong agar para eksekutif atau pemangku kepentingan di sektor bisnis, mengubah cara pandang mereka, dan jika memungkinkan, keluar dari zona nyaman demi bertahan dan tetap berkembang di fase new normal.

Mereka menekankan, kunci keberhasilan dalam menjalankan fase "new normal" adalah dengan menerapkan "new mindset" alias pola pikir yang baru.

David Rhodes dan Daniel Stelter dalam artikel tersebut menekankan bahwa para eksekutif, atau mereka yang merupakan pemangku kepentingan di sektor bisnis dan ekonomi global, perlu membaca peluang di fase new normal dan memodifikasi model serta pendekatan bisnis mereka agar bisa tetap tumbuh di tengah kondisi sulit.

Salah satu hal yang mereka sarankan untuk menjalani fase new normal pasca resesi hebat, dan agaknya juga relevan dengan konteks pasca pandemi Covid-19 saat ini, adalah dengan menerapkan "modus krisis".

Sehingga, meski aktivitas dan kegiatan sehari-hari mulai berangsur normal, sebagai individu, kita tetap menerapkan "mode krisis" pada diri sendiri.

"Mode krisis" yang dimaksud dalam konteks pandemi Covid-19 ini merujuk pada kesiapsiagaan kita sebagai individu untuk menjaga diri agar terhindar dari penularan virus corona.

Caranya adalah dengan menerapkan anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni mengenakan masker di tempat umum, menjaga jarak fisik serta rajin mencuci tangan.

Jika setiap individu menerapkan "mode krisis" semacam itu, maka bukan tidak mungkin fase new normal pasca pandemi Covid-19 ini akan bisa dilalui dengan baik oleh banyak pihak.




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News