Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

DIPERPANJANG? Atau tidak?

Masyarakat terbelah. Di semua negara. Ada yang belah bambu. Ada yang belah ketupat.

Yang menginginkan PSBB diperpanjang umumnya tenaga kesehatan dan ilmuwan.

Orang mampu juga ingin PSBB diperpanjang. Diperpanjang satu tahun pun mereka tetap TTH --tabungan tidak habis.

Yang menginginkan tidak diperpanjang adalah yang ekonominya pas-pasan. Yang tidak punya uang --kalau hari itu tidak bekerja.

Di negara maju persoalan yang terakhir itu bisa diatasi dengan mudah: pemerintah memberi mereka uang. Yang di Amerika Rp 15 juta/bulan.

Para pengusaha juga pro diakhiri. Dengan PSBB usaha mereka macet.

Alasan tenaga medis jelas: rumah sakit akan kelelahan. Mereka tidak akan mampu menangani meledaknya penderita baru Covid-19.

Apakah PSBB selama ini berhasil?

Berhasil. Kalau targetnya hanya membuat penularan tidak gila-gilaan. Buktinya belum pernah ada penambahan penderita baru yang sampai ribuan orang/hari.

Tidak sampai seperti di Amerika --30.000 orang sehari. Selama lebih satu bulan. Sekarang pun --yang sudah dianggap reda-- masih sekitar 15.000/hari.

PSBB berhasil. Kalau penambahan itu tetap sekitar 900 orang/hari. Dengan angka itu tenaga medis pun masih bisa dimampu-mampukan.

Rupanya pemerintah cukup puas dengan angka pertambahan seperti itu. Itulah sebabnya pelonggaran-pelonggaran dilakukan. Mal-mal dibuka.

Tentu tenaga kesehatan yang waswas. Apalagi tingkat ketaatan masyarakat terhadap PSBB masih seperti itu --berjubelnya.

Sebenarnya berapa persenkah tingkat ketaatan masyarakat terhadap PSBB?

Belum ada lembaga riset yang mengumumkannya.

Saya sendiri memperkirakan 70 persen. Angka itu boleh ditawar. Anda pasti punya angka sendiri.

Sebenarnya ketaatan 70 persen itu cukup bagus. Tapi sisa 30 persen itu juga masih sangat banyak. Yang membuat seolah PSBB setengah-setengah.

Saya sendiri juga tidak taat 100 persen. Mungkin 93 persen. Saya masih ke secuil kebun di luar kota. Sesekali. Juga tidak pakai masker selama dalam perjalanan mobil itu.

Saya juga masih rutin ke pabrik. Seminggu tiga kali. Dengan selalu mengenakan masker dan jaga jarak.

Pabrik itu --PT Ensterna Indonesia-- harus selesai: sebulan lagi. Investasinya hampir Rp 200 miliar. Yang akan sangat diperlukan oleh negara --untuk mendukung ekspor.

Itulah pabrik irradiasi --fasilitas untuk mematikan virus, bakteri, dan segala macam kuman. Banyak negara maju mensyaratkan bebas bakteri/virus/kuman untuk barang yang mereka impor.

Buah tropik yang kita ekspor pun akan lebih awet bila dilewatkan mesin irradiasi itu --tanpa menggunakan kimia.

Pabrik seperti itu cita-cita lama saya. Agar ekspor kita lebih bisa digalakkan. Dan agar penggunaan kimia bisa berkurang --misalnya untuk popok bayi. Selama ini kimia banyak digunakan karena fasilitas seperti ini tidak ada. Padahal di Tiongkok --yang gila ekspor itu-- setiap kota pasti memilikinya. Di satu kota Shanghai saja ada 50-an fasilitas irradiasi.




Ji Chang-wook Gelar Fansign di Jakarta 12 Mei Mendatang, Siap Suguhkan Pengalaman Istimewa bagi Para Penggemar

Sebelumnya

Cerita Pengalaman Vloger asal China Menginap di Hotel Super Murah Hemat Bajet

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Disway