Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

IMAM Ahmad berkata, “Manusia lebih membutuhkan ilmu dibandingkan makanan dan minuman karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dua atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu diperlukan setiap waktu.”

Begitu pentingnya kedudukan ilmu dalam hidup manusia namun banyak manusia tidak menyadarinya. Urusan perut dirasa jauh lebih penting dari urusan mencari ilmu.

Padahal, siapa yang menginginkan kemuliaan hakiki di dunia maupun di akhirat kelak, cukuplah ia menjadi manusia berilmu. Harta dan kekuasaan hanyalah ‘kemuliaan’ sementara yang pasti akan terkikis seiring waktu. Namun ilmu akan abadi.

Demikian juga kebutuhan perut dapat lebih mudah dipenuhi bila kita berilmu. Kita bisa memilih jalan halal mengais rezeki untuk memenuhi urusan perut.

Dengan menuntut ilmu, terutama ilmu syar’i (ilmu agama), maka kita memahami tauhid dan hakikat keberadaan kita di dunia. Kita mengerjakan kewajiban kita sebagai hamba dan memberikan hak Sang Khalik untuk disembah dan ditaati.

Ilmu syar’i alias ilmu agama jelas menjadi prioritas. Dengan itu, manusia memahami perintah, aturan, batasan, dan larangan yang dibuat untuk kebaikannya semasa hidup di dunia.

“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Menurut Dr. Khalid Basalamah, MA, ilmu adalah satu-satunya tangga untuk mencapai iman. Ilmu membuat kita bisa merasakan iman dan iman membuat kita mau melakukan amal salih.
Iman mampu membuat yang kafir menjadi beriman, yang takut menjadi berani, dan yang miskin menjadi kaya.

Dengan memiliki semakin banyak ilmu, kita bisa menata hidup agar tidak mudah berbelok karena godaan setan. Karena kita betul-betul menyadari mana jalan yang akan membawa kita kepada kebaikan dan mana jalan yang membawa kita kepada kemaksiatan.

Bagi pribadi manusia, ilmu akan menghidupkan hati sebagaimana hujan menyuburkan tanah. M. Abduh Tuasikal, MSc mencontohkan manusia yang mendapat petunjuk dan ilmu lalu menjaganya maka hatinya menjadi hidup dan dia bersemangat mengamalkan ilmunya untuk orang lain. Dan seterusnya, hingga ilmu tersebut menjadi rantai manfaat bahkan setelah sang pemilik ilmu wafat.

Demikian pula dengan ilmu pengetahuan lainnya. Termasuk di saat mewabahnya corona, ilmulah yang menjadi senjata manusia untuk memerangi Covid-19. WHO dan pemerintah negara-negara dunia membuat protokol kesehatan Covid-19 berdasarkan ilmu. Setiap negara berlomba menugaskan para ilmuwan terbaiknya untuk menemukan vaksin Covid-19 berdasarkan ilmu.

Kita banyak membaca kisah orangtua-orangtua tangguh yang berjuang keras agar anak-anak mereka bisa menjadi orang berilmu. Mereka yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung, penarik becak, sopir angkot, hingga penyapu jalan, bekerja keras tanpa lelah demi anak-anak mereka bisa mengenakan toga dan lulus dari perguruan tinggi. Mereka adalah bukti nyata kekuasaan dan kemurahan rezeki Allah bagi siapa yang mengutamakan ilmu.

Sungguh, jika kita menjadi anak mereka, air mata kita tentu tak akan berhenti mengalir membayangkan keteguhan tekad mereka untuk menjadikan anak-anaknya lebih baik dari mereka. Kita tak kan bisa membalas perjuangan dan kasih sayang mereka selain dengan doa yang tak terputus, ilmu yang diamalkan, dan bakti kita hingga akhir hayat mereka.

Mendidik anak harus dengan ilmu. Bekerja harus dengan ilmu. Menulis harus dengan ilmu. Memasak harus dengan ilmu. Menemukan jodoh terbaik harus dengan ilmu. Bersosialisasi harus dengan ilmu. Menyehatkan tubuh harus dengan ilmu. Mengoperasikan alat elektronik pintar harus dengan ilmu. Semua butuh ilmu.

Malu bertanya sesat di jalan. Malas belajar sesatnya bukan sesaat.

Mari berilmu.

 

 




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur