Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

SALAH satu lembaga kemanusiaan terbesar di Australia, World Vision, menyerukan agar guru adat setempat dipekerjakan di setiap sekolah di negeri kanguru untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang budaya Aborigin dan mengurangi diskriminasi di sekolah.

Seruan itu diajukan World Vision kepada penyelidikan parlemen federal. Mereka menilai, pendidikan dan lingkungan pendidikan yang kompleks memerlukan kehadiran budaya di ruang kelas. Salah satu cara yang dianggap efektif adalah dengan melibatkan guru adat setempat atau membuat kunjungan dari anggota masyarakat Aborigin.

Hal itu perlu untuk menambah pengalaman belajar para siswa Australia mengenai suku asli negara tersebut.

Menurut pengajuan itu, kehadiran guru adat juga akan memberikan pelatihan kesadaran budaya untuk staf sekolah dan membantu menanamkan perspektif Pribumi di seluruh kurikulum sekolah termasuk dalam sains, geografi dan matematika.

Penasihat kebijakan senior World Vision, Scott Winch mengatakan, budaya dan sejarah Aborigin layak mendapatkan rasa hormat yang lebih besar di lingkungan sekolah.

Lebih lanjut dia menilai bahwa guru non-adat memiliki kapasitas terbatas untuk menyampaikan konten kurikulum yang relevan, khususnya dalam konteks lokal.

Selain itu, memiliki anggota masyarakat adat sebagai staf inti di sekolah akan meningkatkan kepercayaan diri guru serta meningkatkan kesadaran siswa dan membantu membongkar sikap diskriminatif.

Usulan itu disambut hangat Presiden Asosiasi Kepala Suku Aborigin Nasional dan Kepulauan Torres Strait, Dyonne Anderson. Dia mengatakan, memiliki pendidik adat di semua sekolah di Australia akan memberikan banyak dampak positif.

"Jika Anda adalah seorang siswa Aborigin di sebuah sekolah yang terdiri dari 200 orang, itu mengasingkan diri," katanya.

"Pendidik Aborigin sangat penting bagi siswa yang tidak memiliki staf lain di sekolah yang dapat mereka hubungkan," sambungnya, seperti dikabarkan Sydney Morning Herald.

Tetapi dia mengatakan orang Aborigin dan Torres Strait Islander perlu memutuskan siapa dari masyarakat setempat yang paling tepat untuk peran seperti itu, dan bahwa para pendidik itu harus terlatih untuk membuat keputusan sekolah.

"Kalau tidak, itu bisa dilihat sebagai tokenistic," katanya.




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News