Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

ENTAH mengapa, kegelisahan itu tak beranjak dari pikiran dan hati kita. Hingga malam menjelang dini hari, mata kita sulit sekali terpejam. Pikiran dipenuhi bermacam kekhawatiran dan ketakutan tentang kesulitan dunia yang menimpa kita. Hati pun tak ayal menjadi resah, was was, dan tak pernah merasa tenang.

Kemelut rumah tangga, kegagalan dalam usaha, merenggangnya hubungan antara anggota keluarga, kesulitan finansial, hingga penyakit yang tak kunjung sembuh, bisa membuat hidup kita terpuruk. Kita merasa gagal, merasa bersalah, atau memendam dendam.

Akibatnya, hari demi hari kita lalui penuh amarah, penyesalan, serta mengutuk diri. Seiring waktu, tak hanya menyakiti diri sendiri bahkan menyakiti orang lain. Membuat orang lain merasa terlukai dengan kehadiran kita dan bersyukur saat kita tak bersama mereka. Menyedihkan bukan?

Sayangnya, tidak sedikit dari kita kesulitan melepaskan diri dari kegelisahan berkepanjangan. Kegelisahan yang bahkan membuat kita terjaga hingga pagi hari, hingga mengharuskan kita berobat ke dokter atau psikiater untuk mendapat obat pelepas depresi. Padahal untuk bisa merasa tenang dan berpuas dengan pemberian Allah, obatnya ada dalam diri sendiri.

Apakah itu?

Rasulullah bersabda, “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan,” yaitu kematian.” (HR Tirmidzi)

Ternyata obat paling mujarab yang akan menghilangkan segala resah dan gelisah dalam hati kita adalah mengingat kematian.

Sepintas terdengar menakutkan. Bagaimana mungkin mengingat mati justru membuat kita lepas dari gelisah?

Ustaz Ahmad Zainuddin, Lc menjelaskan bahwa Allah memberikan tiga kemuliaan bagi manusia yang senantiasa mengingat kematian. Tiga kemuliaan itulah yang membuat rasa gelisah tentang kehidupan manusia tak akan pernah kembali.

Pertama, taubat yang disegerakan. Manusia yang senatiasa mengingat mati dimuliakan dengan jalan menyegerakan taubatnya tanpa mau menunggu lagi. Karena kematian tidak terlihat, tidak terdengar, dan tidak berbau, maka tak satu manusia pun tahu kapan dia akan meninggalkan dunia yang fana ini.

Kedua, hati yang lapang. Siapa yang mengingat mati, maka hatinya akan selalu tenang. Sabar dan tegar. Dia tak mudah mengeluh saat ujian menghampirinya. Dan dia tidak menggerutu dengan nikmat Allah yang turun padanya.

Ketiga, ibadah yang dimudahkan. Dengan mengingat mati, manusia akan termotivasi dan terpacu untuk rajin beribadah. Dia berusaha agar setiap hela napasnya menjadi ibadah. Dia selalu merasa kurang dalam beribadah dan berusaha terus menyempurnakannya. Mengingat mati memudahkan jalannya menjadi ahli ibadah.

Ketika tiga kemuliaan ini sudah hadir dalam diri kita, maka tak ada gelisah tersiksa. Kita tersenyum dan menyapa tetangga karena kita tahu itu akan menjadi pahala. Kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menjemput rezeki yang halalan thayyiban. Kita meminta maaf dan memaafkan. Kita bersyukur atas segalanya.

Kekhawatiran tentang urusan dunia berganti dengan ketakutan tak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan Munkar dan Nakir di alam kubur. Di sana kita hanya sendiri, dan tak ada seorang pun yang sanggup membantu kita.

Urusan dunia tak akan pernah lagi menggelisahkan kita. Yang ada hanyalah semangat menjalani sisa usia dengan kesadaran untuk tidak terikat dengan dunia.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur