KOMUNITAS Jurnalis Berhijab (KJB) bersama Nusantara Foundation menggelar silaturahim virtual menghadirkan narasumber Imam Besar Jamaica Muslim Center New York, AS, Dr. M. Shamsi Ali, Lc., MA dengan tema “Masyarakat Muslim Menyikapi New Normal Life”, Minggu malam waktu Indonesia (14/06/2020).
Dalam silaturahim yang dipandu Presiden KJB Nikmatus Sholikah dan diikuti puluhan peserta dari beberapa kota di Indonesia dan Amerika Serikat itu, Imam Shamsi Ali menekankan pentingnya umat Muslim membangun mental dan karakter yang lebih berkualitas islami untuk menghadapi new normal.
Seperti diketahui, masa transisi yang mulai diterapkan di seluruh dunia mau tidak mau membawa konsekuensi perubahan tata kehidupan manusia. Namun di Indonesia, masih banyak anggota masyarakat yang salah mengartikan “new normal” dengan “old normal” alias kondisi sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Pemahaman yang jelas salah kaprah karena new normal menuntut masyarakat untuk kembali produktif dengan memprioritaskan protokol kesehatan Covid-19.
Menyambut tatanan hidup baru, Imam Shamsi Ali menekankan pentingnya umat Islam menjadikan new normal sebagai momentum untuk perbaikan diri untuk menjadi pribadi Muslim yang kaffah. Tiga hal yang harus dibangkitkan dari diri umat Islam menurut Imam Shamsi Ali adalah rasionalitas, karakter sosial, serta keyakinan bahwa Islam adalah agama segala zaman.
Rasionalitas Sebagai Kunci Menjalankan Islam
Imam Shamsi Ali mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang sangat mengedepankan rasionalitas. Bahkan Karen Amstrong, penulis buku yang mempelajari banyak agama di dunia, mengatakan bahwa Islam adalah agama yang paling rasional. “Rasionalitas adalah salah satu alasan mengapa banyak orang Amerika yang berpendidikan dan berkecukupan tertarik memeluk Islam,” kata Imam Shamsi Ali yang sudah mengislamkan banyak warga Amerika ini.
Sayangnya, belum banyak Muslim yang bisa bersikap rasional. Mengambil kesimpulan hanya dari beberapa ayat dan hadis. Padahal untuk menghasilkan pemikiran rasional harus didukung banyak referensi, pemahaman, dan pengetahuan. Seperti yang terjadi di saat pandemi Covid-19, Imam Shamsi menyayangkan adanya ustaz yang mengatakan bahwa umat Islam tidak perlu takut corona karena semua manusia pasti akan mati.
Imam Shamsi mencontohkan seorang sahabat yang meninggalkan untanya begitu saja halaman depan rumah Rasul. Ketika Rasul bertanya mengapa ia tak mengikat unta tersebut, sahabat tersebut menjawab bahwa ia bertawakal pada Allah untuk menjaga untanya. Rasul pun mengingatkan sahabat untuk mengikat untanya terlebih dahulu baru kemudian bertawakal.
Karakter Sosial Menciptakan Khairu Ummah
Setelah menjalani Islam secara rasional, maka pribadi seorang Muslim akan mampu memiliki karakter sosial dan mental kemasyarakatan yang mulia hingga menciptakan khairu ummah (sebaik-baik umat). Saat itulah seorang Muslim akan menjalankan amar ma’ruf, yaitu menyeru kepada kebaikan.
Selama ini masyarakat negara-negara nonMuslim, misalnya di Eropa, justru memiliki karakter yang lebih islami. Mereka menerapkan “gaya hidup” ala Islam dalam kehidupan sehari-hari seperti menerapkan kedisiplinan, etos kerja yang kuat, dan kesungguhan dalam menuntut ilmu. Pejabat publik yang melanggar hukum semisal korupsi tanpa ragu mengundurkan diri sebagai konsekuensi perbuatannya.
Kita melihat rakyat negara-negara di Eropa hidup teratur, bersih, disiplin, dan taat aturan. Sungguh berbeda dengan apa yang kita jalani sehari-hari di Indonesia.
Menurut Imam Shamsi Ali, di antara yang menyebabkan umat Islam di Indonesia kurang bersikap islami adalah sistem pendidikan yang lebih menekankan hafalan (teori) tapi sangat kurang dalam membangun wawasan yang luas dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Ditambah lagi, tak sedikit pemuka agama yang suka menyuburkan emosi dan amarah dalam ceramah mereka ketimbang menyadarkan pentingnya rasionalitas dan toleransi.
“Tak heran bila kita melihat banyak kemunafikan. Menjalankan agama di masjid, tapi di pasar menipu. Banyak yang bolak-balik umrah dan haji, tapi sepulangnya ke Tanah Air tetap melakukan penyelewengan-penyelewengan. Ini karena agama dijalankan hanya sepotong sepotong,” ujar Imam Shamsi Ali.
Meyakini Islam Sebagai Agama Segala Zaman
Imam Shamsi Ali mengingatkan bahwa keimanan seorang Muslim tak perlu goyah di era new normal. Pengalaman berpuasa di bulan Ramadan dan merayakan Idul Fitri dalam suasana pandemi membuktikan bahwa kondisi tersebut tidak bisa mengubah atau menjadikan keimanan seorang Muslim berbeda. Tidak bisa salat ke masjid bukan lantas tidak akan mendapat rahmat Allah dari rumah.
Kondisi terbatasnya interaksi langsung dengan sesama manusia justru harus dimanfaatkan seorang Muslim untuk bisa memanfaatkan teknologi untuk memudahkan berbagai aktivitas selama karantina.
New normal menjadi saat tepat untuk keluar dari zona gagap teknologi agar urusan ibadah bisa tetap berjalan. Contohnya dengan menggelar pengajian via zoom atau google meet hingga akad nikah secara virtual. “Selama pandemi, saya sudah menikahkan dua pasangan secara virtual,” cerita Imam Shamsi Ali.
Ayah enam anak yang sudah 23 tahun menetap di Amerika Serikat tersebut juga mengakui salah satu hikmah pandemi Covid-19 yang ia rasakan adalah bisa menggunakan teknologi yang selama ini tidak tersentuh. Kesadaran tersebut sesuai dengan fitrah Islam sebagai agama yang sudah disiapkan untuk kondisi apa pun dan sejalan dengan perkembangan zaman.
Islam menyuruh umatnya untuk bergegas menuju ampunan Allah dan surga di akhirat, tapi tidak melupakan menyuruh umatnya untuk cekatan menciptakan “surga-surga” kecil di dunia dalam bentuk kehidupan yang layak dan bahagia.
Jangan Berputus Asa
Agar seorang Muslim dapat bertahan menghadapi new normal yang hingga detik ini tidak diketahui kapan akan berakhirnya, Imam Shamsi Ali menekankan dua hal.
Pertama, meyakini bahwa yang kita jalani saat ini merupakan qadarullah (takdir Allah). Ketika seorang Muslim senantiasa merelasikan kenyataan dengan Khaliknya, maka ia akan merasa lebih tenang.
Kedua, meyakini bahwa semua ini pasti akan berakhir. Tak perlu pusing menghitung hari karena seorang Muslim memahami hakikat “inna ma’al ‘usri yusra”.
Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi mereka yang belum beriman. Tujuan jangka panjang seorang Mukmin adalah akhirat, maka dunia tak akan merisaukannya, termasuk isu tentang corona. Ia tidak berputus asa untuk mengharapkan pahala dari Allah. “Dengan meyakini bahwa dunia ini fana, iman kita akan tetap teguh. Dan keimanan yang teguh itu akan melahirkan optimisme,” pungkas Imam Shamsi Ali.
KOMENTAR ANDA