Pasar buah dan sayuran utama bernama Xinfadi/Net
Pasar buah dan sayuran utama bernama Xinfadi/Net
KOMENTAR

PASAR salmon impor senilai 700 juta dollar AS di China terancam merugi setelah ikan itu dikaitkan dengan kasus baru virus corona yang ditemukan di sebuah pasar buah dan sayuran Beijing. Eksportis besar seperti Denmark, Norwegia, dan Australia diyakini akan terpukul dengan kejadian ini.

Salmon telah diambil dari rak-rak di supermarket dan platform pengiriman grosir di kota-kota besar China, sementara para ahli memperingatkan orang-orang untuk tidak mengkonsumsi makanan laut yang kaya omega-3 itu.

Boikot terjadi setelah ketua pasar buah dan sayuran utama bernama Xinfadi, tempat hampir 100 infeksi yang baru terdeteksi, mengatakan bahwa virus itu ditelusuri ke papan pemotong yang digunakan oleh penjual salmon impor.

Zeng Guang, seorang ahli senior di Komisi Kesehatan Nasional, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan media pemerintah pada hari Minggu (14/6), “kami belum mengetahui apakah manusia menularkan virus ke salmon, atau salmon yang tertular virus terlebih dahulu.”

Dia memperingatkan warga Beijing untuk tidak makan salmon mentah atau membeli makanan laut impor untuk saat ini.

Wu Zunyou, kepala ahli epidemiologi dari Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit China mengatakan pada hari Minggu (14/6) bahwa virus dapat bertahan hidup di permukaan makanan beku hingga tiga bulan dan bahwa badan tersebut sangat mencurigai barang-barang yang terkontaminasi sebagai sumber wabah terbaru.

Meskipun tidak jelas apakah virus tersebut benar-benar dapat ditularkan melalui makanan beku yang kemudian dicairkan, pengucilan salmon dengan cepat mencerminkan kekhawatiran China yang meningkat atas kebangkitan mendadak kasus di ibukota Beijing, tempat sekitar 20 juta orang penduduk tinggal.

Sekitar 20 kompleks perumahan telah ditutup dan beberapa sekolah ditutup sementara pejabat setempat bekerja cepat untuk melacak orang-orang yang telah mengunjungi atau melakukan kontak dengan pasar Xinfadi.

Boikot salmon menjadi pukulan lain bagi eksportir makanan laut ke China, setelah pandemik virus corona menyebabkan penjualan dalam empat bulan pertama tahun ini turun lebih dari 30 persen.

Menurut data bea cukai China, jauh sebelum krisis, empat eksportir terbesar yakni Chili, Norwegia, Australia, dan Kepulauan Faroe Denmark telah melihat permintaan terus tumbuh menjadi 686 juta dollar AS pada tahun lalu karena meningkatnya pendapatan kelas menengah dan peralihan ke diet yang lebih sehat.

Situasi sebaliknya justru terjadi pada saham produsen daging babi, pada hari Senin (15/6), Jiangxi Zhengbang Technology Co melonjak 6,9 persen pada istirahat tengah hari di Shenzhen dan Wens Foodstuffs Group Co naik 3,8 persen.

Keduanya mencatatkan kenaikan harian terbesar sejak April. Kenaikan itu kemungkinan didorong oleh ekspektasi bahwa permintaan daging akan naik karena konsumen menghindari makanan laut, kata Ken Chen, seorang analis KGI Securities Co di Shanghai.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada bulan April, para peneliti dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa menyimpulkan bahwa virus corona tidak diketahui menginfeksi hewan makanan air atau mencemari produk mereka.

“Risiko harus diabaikan dengan penanganan makanan dan sanitasi yang tepat, meskipun permukaannya berpotensi terkontaminasi ketika ditangani oleh orang yang membawa virus”, tulis para ilmuwan termasuk Melba G. Bondad-Reantaso, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (15/6).




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News