PENDIDIKAN merupakan salah satu sektor yang terganggu oleh pandemi virus corona atau Covid-19 yang terjadi sejak permulaan awal tahun 2020 ini.
Sejak saat itu, banyak sekolah di dunia yang menutup gerbangnya dan mengalihkan proses belajar mengajar di rumah secara online.
Hal itu pun terjadi di Korea Selatan. Sejak Februari lalu, semua sekolah dasar, menengah dan tinggi di negeri ginseng ditutup demi mencegah penularan virus corona.
Namun kini, Korea Selatan mulai menerapkan tatanan hidup baru alias new normal seiring dengan mulai melandainya kurva infeksi virus corona di negara tersebut.
Bila boleh dijadikan pembelajaran, bagaimana new normal di dunia pendidikan di Korea Selatan?
"Di Korea Selatan, sekolah dasar dan menengah, sejak red alert pertengahan Februari lalu, hingga 6 Mei kemarin total ditiadakan kegiatan belajar mengajar di kelas," kata Dutabesar RI untuk Korea Selatan Umar Hadi dalam diskusi virtual yang mengangkat tema "Tangkis Corona Cara Korea" yang digelar oleh Jejaring Media Siber Indonesia (JMSI) pada Kamis (18/6).
Selama masa belajar mengajar dialihkan di rumah, pembelajaran secara online secara umum tidak menjadi masalah di Korea Selatan.
Pasalnya, warga negara Korea Selatan rata-rata sudah "melek" teknologi dan fasilitas jaringan internet serta wifi gratis dan cepat pun mudah dijangkau dan ditemukan. Jaringan internet yang wifi yang cepat pun merata bahkan hingga ke pelosok.
"Sebagian bahkan sudah menggunakan jaringan 5G. Jadi belajar online bukan masalah," jelasnya.
Pasca kurva infeksi virus corona melandai, pemerintah Korea Selatan pun memutuskan untuk melonggarkan pembatasan pergerakan sejak 6 Mei lalu.
Hal tersebut membuat sejumlah kegiatan mulai dilakukan sebagaimana sebelumnya, termasuk pendidikan. Namun pembukaan kembali fasilitas pendidikan juga dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat serta kesiapsiagaan jika sewaktu-waktu ditemukan kembali kasus infeksi virus corona.
Lebih lanjut Umar menjelaskan, untuk tingkat perguruan tinggi, jika selama semester lalu pembelajaran dilaksanakan secara online, maka pada semester depan keputusan diserahkan kepada masing-masing universitas.
"Semester kemarin semua kelas online. Tapi semester ke dapan ada yang masih melanjutkan online, ada juga yang sudah ke kelas, ada yang kelasnya dibagi-bagi," papar Umar.
"Tapi kalau laboratorium untuk PhD jalan terus, tidak ada penutupan," sambungnya.
Sementara untuk tingkat sekolah dasar dan menengah, sambungnya, sekolah kembali dibuka utamanya untuk siswa kelas 3 SMA yang akan mengikuti ujian akhir, atau dikenal juga sebagai ujian negara.
"Tapi kelas juga dibagi menjadi menjadi 2 hingga 3 shift, dan ada protokol kesehatan yang ketat seperti cuci tangan, periksa suhu badan, mengenakan masker dan menjaga jarak sosial," kata Umar.
Meski demikian, bukan berarti pihak sekolah dan siswa bisa bernapas lega. Pasalnya, mereka masih berada di kondisi siap siaga.
"Yang penting kesiapsiagaan buka tutup sekolah dengan cepat. Jadi ketika ada kasus (Covid-19) ditemukan, segera ditutup kembali," jelasnya.
Dia mencontohkan, ada kasus di sebuah tempat bimbingan belajar di mana seorang gurunya positif terinfeksi Covid-19. Tempat bimbingan belajar itu segera ditutup dan aparat setempat datang menyemprotkan disinfektan.
Di saat yang bersamaan, kata Umar, kontak dan interaksi guru itu juga dilacak bahkan hingga enam tingkatan.
"Jadi fasilitas pendidikan dan sekolah siap buka-tutup. Dan ketika ada kasus, outlet yang menanganinya juga siap," demikian Umar.
KOMENTAR ANDA