SELAMA masa pandemi virus corona atau Covid-19, sekolah-sekolah di Indonesia ditutup demi mencegah penularan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun mendorong sistem pembelajaran degan belajar dari rumah.
Untuk mengetahui efektivitas program ini, dalam rentang waktu 13-22 Mei 2020, Kemendikbud melakukan survei secara online atau daring dengan responden 38.109 siswa dan 46.547 orang tua pada seluruh jenjang pendidikan di seluruh provinsi di Indonesia.
Selain secara daring, pada 18 Mei-2 Juni 2020, Kemendikbud bekerja sama dengan UNICEF melakukan survei melalui layanan sms gratis terhadap 1.098 siswa dan 602 orang tua, terutama yang berdomisili di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Dari hasil survei tersebut, baik di wilayah 3T maupun non-3T, sebanyak 96,6 persen siswa belajar sepenuhnya dari rumah.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Kabalitbang dan Perbukuan) Totok Suprayitno menyampaikan, dalam proses belajar dari rumah, orangtua memiliki peran yang sangat penting.
Hampir 90 persen orang tua mendampingi anaknya belajar dari rumah di semua jenjang pendidikan.
"Saya kira ini hal yang positif ketika orang tua tergerak untuk mendampingi anaknya. Meskipun ada keluhan yang menonjol, di antaranya orang tua tidak paham materi ajar," jelas Totok pada rapat kerja bersama anggota Komisi X DPR RI melalui telekonferensi di Jakarta, pekan ini.
Sebagian besar siswa telah belajar sepenuhnya dari rumah meskipun masih terdapat 3,3 persen siswa yang belajar bergantian di rumah dan di sekolah.
Sebanyak 0,1 persen siswa yang masih belajar penuh dari sekolah beralasan karena tidak ada yang mendampingi belajar dari rumah. Siswa-siswa tersebut berdomisili di wilayah 3T yang tidak terdampak Covid-19.
Selain itu, jaringan internet yang tidak memadai menjadi salah satu alasan sehingga sejumlah siswa melakukan pembelajaran dari rumah dan di sekolah secara bergantian. Alasan lainnya adalah karena siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi.
Lebih lanjut Totok menjelaskan, masih banyak guru yang hanya memberikan penugasan mengerjakan soal-soal. Hal ini dikhawatirkan akan membuat anak kehilangan konsep inti dari kurikulum yang seharusnya dikuasai lebih dulu.
Jika dilihat dari cara-cara siswa belajar dari rumah, baik di wilayah 3T maupun non-3T, sebagian besar siswa belajar dengan mengerjakan soal dari guru, sedangkan pembelajaran interaktif dilakukan kurang dari 40 persen siswa.
Namun cukup banyak siswa yang juga memanfaatkan belajar melalui televisi, buku, maupun sumber belajar lainnya.
Oleh karena itu, Kemendikbud akan segera menyediakan modul-modul yang memudahkan anak yang terpaksa belajar sendiri atau minim panduan dari guru. Modul-modul akan dibuat menarik sehingga bisa mengurangi kebosanan anak.
"Ini tentunya bukan satu-satunya solusi, tetapi bagian dari upaya untuk membantu anak bisa belajar," kata Totok.
"Pendekatannya project-based learning atau activity-based learning. Harapannya pendekatan tersebut lebih memandu anak agar tidak memahami konsep sebatas yang tertuang di buku teks saja, tetapi dapat memandu anak bagaimana cara belajar dan memahaminya lebih mendalam," demikian Totok.
KOMENTAR ANDA