PARIWISATA menjadi salah satu sektor yang paling parah terkena dampak dari pandemi virus corona atau Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun ini.
Betapa tidak, banyak negara di dunia menerapkan pembatasan pergerakan yang ketat atau bahkan lockdown demi menekan penularan virus corona.
Kondisi tersebut menjadi semacam pil pahit yang harus ditelan oleh pelaku di sektor pariwisata. Salah satunya seperti yang dialami oleh certified tour leader, Idfi Pancani.
"Pandemi membuat pergerakan manusia terhenti. Hampir seluruh muka bumi ter-lockdowned. Warga bumi 'terkurung' di rumah berminggu-minggu, dan bahkan berbulan-bulan," tutur Idfi kepada Farah.id awal pekan ini.
"Tidak ada pergerakan manusia lintas batas. No movement, no flight, no tourist, no tourism, no jobs, no income," sambungnya.
Kondisi tersebut dia alami setidaknya sejak Februari lalu. Semua jadwal tur pariwisata hingga beberapa bulan ke depan dibatalkan. Hal itu jelas berimbas pada pendapatannya.
"Dua bulan pertama (Maret-April) mantab alias 'makan tabungan'. Kuras tabungan untuk bertahan hidup. Sehari-hari kerjaannya baca, mantengin youtube, jalan santai di seputaran taman, kebetulan sepi, coba-coba bikin podcast, nulis, dan rebahan," ungkapnya.
Namun kemudian, Idfi menyadari bahwa dampak dari pandemi virus corona pada sektor pariwisata akan jauh lebih panjang dan lebih buruk dari yang diperkirakan sebelumnya.
"Di sini lah saya kemudiaan mulai memutar otak. Apa yang harus dilakukan tidak saja untuk bertahan hidup tapi juga supaya tetep waras. Ya, harus kreatif. Biar tidak kere ya tetep harus aktif dan produtif," jelas Idfi, berseloroh.
Idfi yang pernah menerima beasiswa dari pemerintah Republik Italia untuk belajar bahasa dan budaya Italia di Universita per Stranieri di Siena, Italia tahun 2010 lalu itu menceritakan, tidak sedikit rekan-rekan sesama pelaku industri pariwisata terpaksa banting setir menjadi reseller atau pedagang untuk bertahan hidup.
"Mulailah saya kasak-kusuk. Nyaris jadi reseller juice mengikuti jejak rekan-rekan sesama pelakon industri pariwisata yang beralih profesi menjadi pedagang sebagai ikhtiar untuk bertahan hidup," ungkap Idfi.
"Tapi, kemudian saya sadar kalau kapasitas saya sebagai tour leader, tourist guide dan praktisi public speaking bisa melakukan hal lebih dari sekedar jualan juice. Saya bisa melakukan hal yang lebih memberi impact sesuai dengan bidang, skill, dan pengalaman," sambung Idfi yang sudah 10 tahun menjalankan profesi sebagai certified tour leader itu.
Lebih lanjut Idfi juga menuturkan bahwa dia ingin ikut berpartisipasi untuk tetap menggairahkan dunia pariwisata meskipun hanya dari rumah.
"Saya yakin banyak orang yang rindu traveling. Dan, ada banyak orang, yang karena satu dan lain hal, belum mampu/bisa mewujudkan mimpi mengunjungi tempat impiannya. Dari situ lah virtual tour 'hadir'," ujarnya.
Idfi menjelaskan bahwa virtual tour sebenarnya bukan hal yang baru. Banyak museum dan tepat pariwisata di dunia yang memberikan virtual tour sejak beberapa tahun belakangan.
Namun di masa pandemi virus corona, virtual tour menjadi lebih banyak disorot oleh masyarakat dunia. Pasalnya, virtual tour bisa dinikmati hanya dengan melalui gawai.
Untuk museum dan situs wisata, virtual tour bisa dilakukan dengan cara masuk ke situsnya, lalu melihat tayangan berbagai gambar dan video disertai dengan caption atau voice over (VO) sebagai penjelasan.
Idfi menjelaskan, virtual tour sendiri memiliki beragam jenis. Ada yang menggunakan teknologi virtual reality, ada yang menggunakan kamera 360, ada yang guide-nya di objek atau destinasi lalu menjelaskan tentang objek atau destinasi tersebut sementara peserta tour-nya ada di rumah dan menikmati dari gawai, baik kompoter, laptop, maupun handphone, melalui platform atau aplikasi seperti Instagram dan YouTube.
"Yang saya lakukan adalah jenis tour secara virtual dengan menkombinasikan teknologi serta aplikasi dengan konsep memberikan gambaran melalui video/foto 360° yang bisa didapatkan dari google map (street view) disertai dengan story telling dari sang pemandu (saya)," kata Idfi.
"Peserta tour-nya bisa menikmati dari rumah melalui berbagai aplikasi video call/conference seperti MS Team, Zoom, dan lain sebagainya," sambung Idfi yang juga pernah menerima beasiswa dari pemerintah Republik Kolombia untuk belajar bahasa Spanyol di Universidad de La Sabana, Bogota, Colombia.
Idfi sendiri kerap membagikan jadwal virtual tour yang bisa diikuti melalui akun Instagramnya @idfipancani.
Meski begitu, Idfi mengakui bahwa virtual tour tidak bisa benar-benar menggantikan sensasi ketika berwisata sungguhan. Namun bisa jadi alternatif bagi mereka yang rindu traveling namun masih khawatir akan penularan virus corona.
"Ketika di luar sana banyak orang memendam rindu dan hasrat traveling, termasuk kami (tour leader) yang sudah rindu memandu, namun situasi belum memungkinkan untuk melakukan perjalanan, bisa saja mereka 'lari' dan 'berselancar' ke situs-situs di internet," jelas Idfi.
"Tapi ada kalanya saat mereka berlari dan berselancar butuh dipandu agar lebih terarah dan mendapatkan insight dari sudut pandang orang lokal, traveler, dan termasuk pramuwisata dan atau tour leader. Jika semua pramuwisata & tour leader berdiam dan tidak segera bergerak untuk "nge-guide/nge-lead", lalu siapa yang membantu memandu biarpun hanya sebatas di dunia virtual?" tambahnya.
"Ini lah saatnya kami bergerak seiring dengan kehadiran era new normal," demikain cerita Idfi.
KOMENTAR ANDA