Ilustrasi Sayyida Al Hurra/ Net
Ilustrasi Sayyida Al Hurra/ Net
KOMENTAR

SOSOKNYA terkenal sebagai ratu dari beberapa kelompok bajak laut di area Turki dan Maroko di awal abad 16. Ia bahkan pernah memerintah sebuah kota bernama Tetouan dengan tangannya sendiri.

Sayyida Al Hurra lahir dari keluarga Muslim terkemuka di Andalusia sekira tahun 1485. Saat usianya 7 tahun, Kerajaan Islam Granada ditaklukkan Ferdinand dan Isabella, Sayyida dan keluarganya beserta umat Muslim lainnya melarikan diri ke Maroko.

Setelah menetap di Maroko, Sayyida pada usia 16 tahun menikah dengan Abu Hassan al-Mandari, seorang gubernur wilayah Tetouan, dikutip dari Women in Islam-Exploring New Paradigms.

Bersama-sama dalam bahtera rumah tangga, mereka menjadi orang-orang yang gigih berperang melawan Portugis.

Namun pada 1515 M, suaminya meninggal. Sayyida menggantikan peran suaminya sebagai gubernur Tétouan. Sebagai seorang gubernur perempuan, kepemimpinan Sayyida sungguh mengagumkan. Dia bahkan mendapat pujian dari Ratu Spanyol Isabella sebagai perempuan Andalusia yang kuat.

Nama Sayyida al-Hurra sebenarnya memiliki makna seorang perempuan mulia yang independen dan bebas. Bahkan Sayyida merupakan perempuan muslimah terakhir dalam peradaban Islam yang memiliki gelar sebagai al-Hurra. Gelar al-Hurra tersebut sendiri bermakna sebagai pemimpin perempuan tertinggi dalam Islam. Sebagai seorang gubernur perempuan, Sayyida memiliki kemampuan memimpin yang sangat hebat dan mengagumkan.

Sayyida juga cerdas dalam memainkan taktik politik dan diplomasi dengan Spanyol serta Portugis.

Sayyida  lalu menikah lagi dengan salah satu raja Maroko yang bernama Ahmed al-Wattasi. Membuatnya menjadi Ratu Maroko.

Sayyida memiliki keinginan untuk menaklukkan kembali tanah kelahirannya yang saat itu dikuasai oleh Spanyol. Ia mencari cara bagaimana strategi untuk merebut kembali wilayah Andalusia. Ia pun kemudian menemukan bahwa pertarungan laut adalah salah satu cara paling efektif untuk merebut Andalusia.

Sayyida berusaha menguasai salah satu jalur laut Eropa dan Timur Tengah dengan membentuk aliansi bersama Barbarossa al Algeirs Kanselir dari Turki.

Dalam aliansi tersebut, ia sepakat bahwa pihak Barbarossa akan menguasai wilayah timur laut Mediterania. Sedangkan dirinya akan menguasai wilayah sebelah barat. Sejak saat itu, Sayyida menjadi Ratu Bajak Laut yang paling ditakuti pada abad ke -16.

Sejak saat itu Sayyida al-Hurra menjadi penguasa sekaligus pemimpin bajak laut yang tak terkalahkan di wilayah Mediterania Barat.

Namun, seperti pada umunya seorang penguasa, Sayyida pun tak lepas dari gelimangan uang dan permainan politik. Kebesaran namanya pun harus tumbang ditangan menantu laki-lakinya sendiri yang melakukan kudeta pada 1542.

Kekalahan itu membuatnya kembali ke kampung halamannya di Chefchaouen. Sayyida meninggal pada 1561.

Sepak terjang kehidupan Sayyida membuatnya menjadi penguasa perempuan Islam terakhir yang memiliki gelar ‘al-Hurra’ yang berarti wanita berdaulat dan menjadi pahlawan Maroko.

 




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women