APA sih pekerjaan suami? Satu saja, yakni mencari nafkah. Lalu apa pekerjaan istri?
Jawabannya adalah: segalanya atau semuanya atau apa saja. Pokoknya pekerjaan istri itu banyak, tiada terhingga, mustahil dihitung dan nyaris tanpa batas. Bahkan, dengan seabrek-abrek pekerjaan dari gelapnya pagi sampai gelapnya malam, tak jarang istri pun ikut berjibaku mencari nafkah.
Maka Tuhan menciptakan “makhluk halus” yang bernama perempuan itu dengan kemampuan serba bisa. Sehingga seorang istri bukan hanya mampu memikul banyak pekerjaan, tetapi juga sanggup mengerjakan berbagai urusan dalam waktu yang bersamaan. Ajaibnya, semua urusan itu dapat diselesaikan dengan baik.
Misalnya, seorang istri yang memeriksa hasil kerja desainer di laptop, sambil menerima telpon dari suami yang minta dimasakkan menu santap malam spesial, sembari mendampingi putri sulung yang duduk di sampingnya mengerjakan tugas sekolah, dan matanya masih cermat mengawasi putra bungsu yang asyik dengan mainan balok, serta sudut matanya menangkap kue di oven yang akan matang 3 menit lagi.
Bagaimana istri mampu melakukannya demikian spektakuler? Orang awam menyebutnya the power of Emak-Emak, orang kota menyebutnya wonderwomen. Sedangkan kalangan ilmuan lebih tertarik memberinya sebutan keren, multitasking.
Pada buku Emergenetics, Geil Browning menerangkan pada otak wanita, corpus callosum rangkaian synapsis dan neuron yang menyambung kedua belahan otak bentuknya lebih lebar di bagian belakang dan juga lebih tebal 23% daripada otak lelaki.
Hal ini berarti "pipa" yang menghubungkan kedua belahan otak pada wanita memungkinkan adanya interaksi yang lebih cepat daripada pada lelaki, dengan aktivitas yang lebih banyak pada berbagai bagian otak secara bersamaan.
Ini sebabnya wanita umumnya lebih baik dalam multitasking (melakukan beberapa hal sekaligus) dan mengikuti intuisi.
Namun, setangguh apapun, istri tetap saja manusia biasa, yang bisa capek, lelah, letih, lemas dan yang sejenisnya. Mesin saja jika dipakai terus menerus bisa meletus, apalagi manusia yang tubuhnya hanya tersusun dari daging, tulang dan cairan.
Apa dampak kelelahan (fatigue) tubuh terhadap aspek psikologis?
Pada buku Seri Kesehatan Umum: Penyakit Akibat Kerja, karya Anies diterangkan kelelahan berhubungan erat dengan kebosanan dalam hal dampaknya terhadap perilaku, meskipun sebab-sebab yang menimbulkan kedua kondisi tersebut sangat berbeda.
Ada dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan fisiologis dan psikologis. Kelelahan fisiologis terjadi karena penggunaan yang berlebihan dari otot-otot badan, sedangkan kelelahan psikologis biasanya bersumber pada kebosanan.
Kedua jenis kelelahan tersebut dapat mengganggu pekerjaan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesalahan, bahkan berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja.
Obat dari lelah badan adalah istirahat. Tubuh dapat berbaring, mata bisa terpejam, tapi apakah lelah itu benar-benar usai dalam belaian mimpi ketika tidur? Karena ada lelah batin yang belum tentu terobati.
Sebetulnya lelah fisik bukanlah sesuatu yang terlalu mengkhawatirkan, justru lelahnya batin istri akibat memikul beban demikian berat yang dapat menjadi bom waktu, yang ketika meledak akan membinasakan banyak hal.
Sebelum lelah yang berbahaya itu terjadi pada istri, maka Rasulullah terlebih dahulu melakukan berbagai pencegahan.
Intinya, jangan sampai istri terlanjur sampai ke puncak lelahnya sebagai manusia normal. Di sinilah kejelian seorang suami dibutuhkan dalam menangkap tanda-tanda kelelahan tersebut.
Bukan hanya sekadar paham, Rasulullah juga melakukan berbagai hal konkrit demi mencegah kelelahan istrinya. Maka, tangan suci beliau yang langsung menjahit pakaian yang robek, menambal sandal, menggiling gandum dan lainnya. Adakalanya beliau larut dalam kesibukan dapur, dan baru keluar rumah ketika hendak menunaikan shalat berjamaah.
Bahkan, saking maklumnya dengan kelelahan istri, suatu hari beliau pulang malam. Rasulullah mengetuk pintu dengan lembut, tetapi tidak terdengar sahutan. Beliau tidak memaksa masuk. Nabi Muhammad memilih tidur di depan pintu rumah semalaman. Beliau tahu bukannya ngambek, tapi istrinya lelah.
Pemahaman mengenai kelelahan itu pula yang membuat Rasulullah “turut campur” dalam rumah tangga putrinya. Saat berkunjung beliau menyaksikan Fatimah dan suaminya Ali bin Abi Thalib sedang kerja keras di dapur. Lalu beliau pun mengulurkan bantuan. Tangan beliau ikut serta bekerja di dapur Fatimah.
Suami perlu paham dengan kelelahan istri. Paham sih paham, tapi jangan percuma kalau tidak membantu dalam meringankan. Istri manusia, suami juga manusia. Insyallah kita akan sama-sama paham di mana batas lelah yang masih dalam toleransi. Batas itulah yang perlu sama-sama dijaga, agar lelah tak berujung petaka.
KOMENTAR ANDA