SETELAH mengungkap absurditas kata majemuk salah-satu, air-putih, ulang-tahun, masa-bodoh, kini saya mencoba membahas sebuah kata majemuk yang tidak kalah absurd, yaitu luar-kepala.
Menghafal dan Menghitung
Di bangku sekolah dasar saya dipaksa oleh para guru untuk belajar menghafal secara luar kepala. Bahkan di mata pelajaran berhitung kita dipaksa untuk belajar mencongak yaitu menghitung secara luar kepala yang setelah hadirnya kalkulator syukur alhamdullilah tidak ada lagi paksaan belajar mencongak.
Menghitung bisa dilakukan secara mudah dan cepat dengan kalkulator apalagi komputer. Mungkin akibat terlalu jengkel terhadap paksaan menghafal dan menghitung secara luar kepala, maka istilah luar kepala semula saya terima begitu saja tanpa keraguan bahwa istilah luar kepala sebenarnya absurd.
Maka kali ini saya coba gugat kebenaran istilah luar kepala yang pada hakikatnya sangat merepotkan manusia, kecuali bagi yang menganut mashab jika bisa direpotkan kenapa tidak direpotkan.
Otak
Adalah fakta biologis sekaligus psikologis tak terbantah bahwa menghafal dan menghitung harus menggunakan organ di dalam tubuh manusia yaitu otak. Aristoteles sempat menyesatkan dengan keyakinan bahwa pusat pikiran dan perasaan berada pada jantung akibat jika sedang dalam tekanan pikiran dan perasaan, memang organ di dalam tubuh manusia yang berdebar-debar adalah jantung.
Di dalam bahasa Indonesia malah kekeliruan Aristoteles diperparah dengan keyakinan bahwa pusat perasaan berada pada hati maka timbul istilah sakit hati, patah hati, hati terluka, hati-hati dan lain sebagainya.
Kini kita semua tahu bahwa pusat pikiran dan perasaan bukan pada jantung atau hati namun pada otak.
Namun akibat istilah sakit-otak, patah-otak, otakku remuk-redam memang terasa kurang romantis maka kita tetap bertahan pada istilah yang keliru terkait organ yang keliru yaitu hati. Maka istilah yang keliru tetap tegar bertahan dianggap yang benar sebab apabolehbuat istilah patah-hati memang lebih romantis ketimbang patah-otak.
Di Dalam
Pada kenyataan semua juga tahu bahwa otak lazimnya berada di dalam kepala manusia yang berarti bukan di luar kepala manusia. Maka sungguh sulit dimengerti kenapa kita lalu dipaksa untuk menghafal dan menghitung di luar kepala kita.
Dipikir-pikir bukan dengan hati atau jantung tetapi dengan otak di dalam kepala kita masing-masing, hanya ada dua kemungkinan tentang kenapa para guru memaksa kita belajar menghafal dan menghitung secara luar kepala.
Kemungkinan pertama para guru memang sengaja ingin mempersulit kita dengan memberi tugas kaliber mission impossible sebab memang mustahil menggunakan otak di luar kepala kecuali dengan mengeluarkan otak dari dalam kepala kita masing-masing melalui teknik bedah otak jauh lebih rumit ketimbang bedah jantung mau pun hati.
Transplantasi jantung dan hati sudah dilakukan sementara sampai saat naskah ini saya tulis, transplantasi otak belum. Kemungkinan kedua adalah para guru kita memang merasa tidak yakin bahwa di dalam kepala kita masing-masing ada otaknya.
Kemungkinan lain lagi sengaja tidak saya ungkap di dalam naskah ini. Jangan sampai saya bersikap tidak sopan terhadap para guru yang sudah susah-payah mendidik saya untuk menjadi manusia yang sopan dan beradab.
Penulis adalah pendiri Pusat Studi Kelirumologi.
KOMENTAR ANDA