Para pengunjuk rasa memprotes kebijakan kesehatan dan pendidikan serta PHK besar-besaran yang terjadi sejak pandemik virus corona melanda Bolivia Maret lalu/ Net
Para pengunjuk rasa memprotes kebijakan kesehatan dan pendidikan serta PHK besar-besaran yang terjadi sejak pandemik virus corona melanda Bolivia Maret lalu/ Net
KOMENTAR

RIBUAN orang berunjuk rasa dengan mengabaikan  pembatasan karantina yang sedang diberlakukan di ibukota Bolivia, La Paz. Para pengunjukrasa memprotes pemerintah sementara Presiden Jeanine Anez pada Selasa (13/7).

Sekitar 4.000 orang melakukan long march dari kota tetangga El Alto menuju ibukota La Paz untuk berkumpul dan melakukan aksinya di sana, di mana kedua wilayah itu sedang  dikarantina karena pandemik yang  sejauh ini telah menginfeksi hampir 50 ribu orang di Bolivia dan menewaskan 2.000 orang.

Para pengunjuk rasa memprotes kebijakan kesehatan dan pendidikan serta PHK besar-besaran yang terjadi sejak pandemik virus corona melanda negara di Amerika Selatan itu pada Maret lalu.

“Orang-orang mengekspresikan kebutuhan mereka, mereka mengekspresikan suara mereka sebagai protes,” kata Juan Carlos Huarachi, pemimpin organisasi Central Obrera Boliviana, serikat buruh terbesar di negara itu, seperti dikutip dari AFP, Rabu (15/7).

"Ada banyak PHK, karena kejatuhan ekonomi,” Kata Huarachi.

Terkait kebijakan kesehatan, Huarachi mengatakan permintaan utama pemrotes adalah agar pemerintah mengizinkan penggunaan klorin dioksida untuk pasien Covid-19, suatu jenis perawatan yang telah ditolak oleh pihak berwenang.

“Pemerintah harus membuat rakyat Bolivia sadar akan protokol perawatan untuk memerangi Covid-19 dengan penggunaan klorin dioksida, ivermectin dan obat tradisional dan obat-obatan lain yang penting. Seharusnya pemerintah mendistribusikannya secara gratis kepada penduduk," kata Huarachi.

Dalam aksi itu, para pengunjuk rasa juga menyerukan pengunduran diri Menteri Pendidikan Bolivia,  Victor Hugh Cardenas, karena ribuan murid di daerah pedesaan tidak memiliki akses internet untuk kelas virtual sementara sekolah tetap ditutup.

“Kami meminta internet gratis, karena ada anak-anak yang tidak memiliki ponsel dengan internet dan tidak dapat belajar,” kata Feliciana Quesucala, seorang wanita Aymara asli dari El Alto.

"Apa yang kita inginkan? Pemilihan sekarang!" teriak pengunjuk rasa sehubungan dengan pemilihan umum 6 Septembermendatang yang diputuskan untuk ditunda oleh Presiden sementara Bolivia, Jeanine Anez akibat pandemik Covid-19.

Dalam beberpa pekan terakhir, Anez dan lima anggota kabinetnya serta presiden Kongres Eva Copa dan pejabat tinggi lainnya telah dinyatakan terinfeksi virus corona.

Dalam pesan yang disiarkan televisi bertepatan dengan protes, Anez memperingatkan negara sedang menghadapi situasi yang sangat sulit.

“Kita sedang mencapai puncak pandemik, tetapi saya yakin bahwa dengan kita semua bersatu dan bekerja sama, kita akan maju,” kata Anez, yang berada di karantina di kediaman resminya.

Anez dan kandidat presiden sayap kanan lainnya, seperti juga mantan presiden Jorge Quiroga, telah menganjurkan menunda pemilihan sampai pandemi mereda.

Menurut perkiraan resmi, Bolivia akan memiliki sekitar 130 ribu infeksi pada hari pemilihan.




Dukung Presiden Prabowo Bawa Ahli Medis India ke Indonesia, Andi Arief: Kasihan Rakyat Kecil Tidak Punya Jalan Keluar untuk Transplantasi Organ

Sebelumnya

Gunung Lewotobi Kembali Meletus Disertai Gemuruh, Warga Diimbau Tetap Tenang dan Waspada

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News