KOMENTAR

DENGAN amat spektakuler, Khalifah Umar bin Khattab menjadikan negara Islam sebagai adikuasa atau superpower dunia. Kedahsyatan kaum muslimin mampu menumbangkan dominasi dua kerajaan besar dunia; kekaisaran Romawi digulung, sedangkan kerajaan Persia lebih dramatis karena langsung tamat sejarahnya.

Bukan hanya teritorial yang amat luas, kekuasaan Islam juga disegani keperkasaannya. Dan yang tak kalah penting, rasa percaya diri umat Islam melejit drastis. Sehingga, dalam urusan kalender pun, kaum muslimin mendambakan independensi, maka Khalifah Umar bin Khattab menetapkan kalender Hijriyah yang dipakai hingga detik ini.

Apa alasan di balik kalender Hijriyah itu? Ahmad Sarwat menerangkan pada buku Sejarah Pembentukan Kalender Hijriyah, bahwa hijrah dianggap menjadi pembeda antara yang hak dan yang batil. Dan menjadi tonggak awal kejayaan umat setelah sebelumnya hanya berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Karena itulah kalender ini dinamakan kalender Hijriyah; karena yang menjadi acuan awalnya ialah hijrahnya Nabi Muhammad.

Mari bandingkan dengan Kalender Masehi!

Zaki Mubarak dalam bukunya Islam Faktual menerangkan, penanggalan Masehi sendiri sangat dipengaruhi oleh tradisi astrologi Mesir kuno, Mesopotamia, Babel, Yunani, dan Romawi Kuno serta dalam perjalanannya mendapat intervensi Gereja.

Masa sebelum kelahiran Yesus dinamakan masa sebelum Masehi. Semua peristiwa dunia sebelumnya dihitung mundur alias minus. Dengan sebuah gagasan teologis bahwa Yesus sebagai penggenapan dan pusat sejarah dunia. Tahun kelahiran Yesus dihitung sebagai tahun pertama atau awal perjanjian baru.

Pemberian nama bulan pada Kalender Masehi ada kaitannya dengan dewa-dewi bangsa Romawi. Contoh, bulan Martius (Maret) mengambil nama Dewa Mars, bulan Maius (Mei) mengambil nama dewa Maia dan bulan Junius (Juni) mengambil nama dewi Juno.

Dari itu Umar bin Khattab beserta kaum muslimin di masanya menetapkan kalender Hijriyah, yang dimulai dari bulan Muharram. Dan momentum hijrah menjadi titik mula kalender umat Islam ini.
Sedangkan dalam peristiwa hijrah itu sendiri, kaum muslimah telah berjuang dan berkorban secara impresif. Berikut ini di antaranya:

Ummu Kultsum rela berpisah dari orangtuanya demi hijrah ke Madinah. Tetapi semenjak dari Mekkah, dua saudara laki-lakinya terus mengejar. Ummu Kultsum  berjuang keras menempuh perjalanan berat gurun tandus. Kendati berhasil meloloskan diri, dua saudaranya itu menemui Rasulullah menuntut Ummu Kultsum dikembalikan kepada keluarganya.

Di hadapan Rasulullah, Ummu Kultsum mengucapkan sumpah, "Aku tidak keluar, kecuali karena mencintai Allah dan Rasul-Nya. Aku pun tidak hijrah untuk mencari dunia.” Maka dia pun mendapatkan perlindungan tinggal di Madinah.

Bersama suami dan anaknya, Ummu Salamah memulai perjalanan hijrah. Namun tragedi memilukan itu terjadi dan memisah anggota keluarga serta memupuskan harapan hijrah.

Syaikh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi dalam bukunya Sirah Sahabat (Hayatush Shahabah) menyebutkan,
Ummu Salamah menuturkan, “Lalu Bani Abdul Asad merebut anakku. Sementara aku ditahan Bani Abdul Mughirah. Sedangkan suamiku melanjutkan perjalanan ke Madinah. Kini aku hidup terpisah dengan suami dan juga anakku. Setiap pagi aku pergi dan duduk-duduk di tengah padang pasir dan menangis di sana. Hal ini kulakukan selama setahun penuh atau kurang sedikit.”

Akhirnya, Ummu Salamah dan anaknya berhasil hjrah, tetapi hanya Allah yang menyertai perjalanan beratnya. Barulah di Tan’im, Utsman bin Thalhah menuntun untanya hingga ke Madinah.  
 
Sayangnya beberapa kemalangan juga menimpa muslimah yang berhijrah. Mahdi Rizqullah Ahmad pada buku Biografi Rasulullah menerangkan, Habbar ibn al-Asad mencegat dan menohok hidung kuda Zainab, putri Rasulullah, ketika hendak berangkat hijrah. Akibat ulahnya itu, Zainab terpelanting menimpa batu cadas sehingga kandungannya mengalami keguguran. Hijrahnya dengan menanggung lara, dia kehilangan anak yang amat didamba.

Pengorbanan yang demikian dahsyat, tidak terlepas dari niat tulus membedakan yang hak dengan yang batil. Kebenaran haruslah ditegakkan, apapun risikonya. Dari itu Kalender Hijriyah bukan perkara penanggalan semata, tapi ada spirit besar yang mana muslimah berkontribusi besar di dalamnya. Pada Muharram ini kita mengenang dan merenunginya.     

 




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur