SUKA makan makanan cepat saji? Jika ya, maka Anda harus lebih berhati-hati karena sebuah penelitian terbaru menunjukan adanya keterkaitan antara masalah penuaan dini dengan konsumsi junk food.
Menurut penelitian yang dipresentasikan di konferensi medis online pada Selasa (1/9), orang yang makan banyak makanan cepat saji yang diproses secara industri lebih cenderung menunjukkan perubahan dalam kromosom mereka yang terkait dengan penuaan.
Para ilmuwan melaporkan di Konferensi Eropa dan Internasional tentang Obesitas mengatakan, tiga atau lebih porsi yang disebut "makanan ultra-olahan" per hari melipatgandakan kemungkinan untai DNA dan protein yang disebut telomer, yang ditemukan di ujung kromosom, akan lebih pendek dibandingkan dengan orang yang jarang mengonsumsi makanan semacam itu.
Telomer pendek adalah penanda penuaan biologis pada tingkat sel, dan penelitian tersebut menunjukkan bahwa makanan merupakan faktor yang mendorong sel untuk menua lebih cepat.
"Meski korelasinya kuat, namun hubungan kausal antara makan makanan yang diproses dan telomer yang berkurang tetap spekulatif," para penulis mengingatkan, seperti dikutip dari AFP, Selasa (1/9).
Setiap sel manusia memiliki 23 pasang kromosom yang mengandung kode genetik kita.
Telomer tidak membawa informasi genetik, tetapi sangat penting untuk menjaga stabilitas dan integritas kromosom, dan dengan perluasan DNA yang diandalkan oleh semua sel dalam tubuh kita untuk berfungsi.
Seiring bertambahnya usia, telomer kita memendek secara alami karena setiap kali sel membelah, sebagian dari telomer akan hilang. Penurunan panjang tersebut telah lama diakui sebagai penanda usia biologis.
Ilmuwan yang dipimpin oleh profesor Maria Bes-Rastrollo dan Amelia Marti, keduanya dari Universitas Navarra di Spanyol, ingin menyelidiki dugaan hubungan antara konsumsi rutin junk food yang diproses dan menyusutnya telomer.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan kemungkinan adanya hubungan dengan minuman yang dimaniskan dengan gula, daging olahan, dan makanan lain yang sarat dengan lemak jenuh dan gula, tetapi temuan itu tidak meyakinkan.
Makanan olahan ultra adalah zat yang diproduksi secara industri yang terdiri dari campuran minyak, lemak, gula, pati, dan protein yang mengandung sedikit jika ada makanan utuh atau alami.
Mereka sering kali menyertakan perasa buatan, pewarna, pengemulsi, pengawet, dan aditif lainnya yang meningkatkan masa simpan dan margin keuntungan.
"Sifat yang sama ini juga berarti bahwa makanan tersebut kurang gizi dibandingkan dengan alternatif yang kurang diproses," kata para peneliti.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan korelasi kuat antara makanan olahan ultra dan hipertensi, obesitas, depresi, diabetes tipe 2, dan beberapa bentuk kanker.
Kondisi ini sering kali berkaitan dengan usia sejauh terkait dengan stres oksidatif dan peradangan yang diketahui memengaruhi panjang telomer.
Marti dan rekannya melihat data kesehatan dari hampir 900 orang berusia 55 tahun atau lebih yang memberikan sampel DNA pada tahun 2008 dan memberikan data terperinci tentang kebiasaan makan mereka setiap dua tahun setelahnya.
645 pria dan 241 wanita dibagi rata menjadi empat kelompok, tergantung pada konsumsi makanan olahan ultra.
Mereka yang berada dalam kelompok asupan tinggi lebih cenderung memiliki riwayat keluarga penyakit kardiovaskular, diabetes dan lemak darah abnormal. Mereka juga mengonsumsi lebih sedikit makanan yang terkait dengan diet Mediterania yakni serat, minyak zaitun, buah-buahan, sayuran, dan kacang-kacangan.
Dibandingkan dengan kelompok yang makan makanan ultra-olahan paling sedikit, tiga lainnya menunjukkan kemungkinan yang meningkat (masing-masing 29, 40 dan 82 persen) memiliki telomere yang lebih pendek.
Penemuan ini dipublikasikan awal tahun ini di American Journal of Clinical Nutrition.
KOMENTAR ANDA