ARMENIA merupakan negara kecil terkurung daratan yang menyimpan sejuta cerita dan sejarah nan menarik untuk dipelajari.
Jika membuka kembali lembaran sejarah, kita akan mengetahui bahwa Armenia merupakan negara di dunia yang mengakui Kristen sebagai agama resmi negara sejak 301 Masehi. Namun kini, konstitusi negara dengan populasi sekitar 3 juta jiwa itu mengamanatkan sebagai negara sekuler.
Meski begitu, Armenia sangat menjunjung tinggi persamaan hak untuk etnis atau agama apapun.
"Saat ini, mayoritas dari penduduk Armenia beragama Kristen. Tapi kita juga punya 11 etnis minoritas yang diakui oleh pemerintah Armenia, salah satunya adalah minoritas Kurdi yang merupakan Muslim dan juga Yazidi," jelas Dutabesar Republik Armenia untuk Indonesia Dziunik Aghajanian dalam program RMOL World View bertajuk "Armenia, Artinya Bagi Indonesia" yang digelar dari Kedutaan Besar Republik Armenia di Jakarta awal pekan ini.
Dia menjelaskan bahwa baik mayoritas ataupun minoritas di Armenia memiliki kesetaraan serta kesempatan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, sebagai bagian dari masyarakat Armenia.
"Jadi kami tidak membeda-bedakan mereka dari masyarakat hanya karena berlandaskan agama," sambungnya.
"Lebih dari itu, kami justru membantu mereka untuk bisa menulis text book mereka sendiri, mendapatkan pendidikan yang layak. Bahkan pemerintah Armenia memberikan dukungan untuk melindungi dan menjaga bahasa ibu serta tradisi dan budaya mereka. Tentu saja, mereka juga memiliki hak untuk memiliki tempat ibadah sendiri," papar Aghajanian.
Dia menerangkan bahwa salah satu tempat ibadah yang ikonik dan bahkan terletak di jantung ibukota Yerevan, adalah Masjid Biru atau Blue Moqsue.
"Kalau Anda ke Yerevan, Anda akan menemukan salah satu masjid tertua di kawasan, yakni Blue Mosque berdiri dengan megah dan ketika direnovasi dulu didukung oleh pemerintah Iran. Masjid itu berdiri dengan sangat indah dengan arsitektur yang menakjubkan di tengah kota," ujar Aghajanian.
Meansir sejumlah sumber, Masjid Biru adalah masjid Syi'ah peninggalan abad ke-18 yang berada di Yerevan. Selama pemerintahan Uni Soviet, aktivitas keagamaan di masjid ini dinonaktifkan dan masjid ini berfungsi sebagai museum. Setelah kemrdekaan Armenia, masjid ini direnovasi dengan dukungan pemerintah Iran dan aktivitas keagamaan pun kembali diselenggarakan. Masjid ini merupakan satu-satunya masjid yang masih berfungsi di Armenia.
Aghajanian sendiri menuturkan bahwa belajar dari sejarah panjang yang menyakitkan, warga Armenia selalu percaya pada kemanusiaan dan pendidikan. Dia meyakini bahwa agama seharusnya bukan alat untuk memecah belah manusia.
"Kita percaya bahwa hubungan antara individu berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan adalah dasar yang solid untuk menilai orang lain, daripada agama," tandasnya.
KOMENTAR ANDA