SIAPA bisa menduga kekuatan sebuah penceritaan? Ia mampu mengubah sudut pandang seseorang sedemikian hebat. Yang awalnya membenci, menjadi mencinta. Yang tadinya pro menjadi kontra.
Sedemikian powerful sebuah penceritaan (storytelling) membuat kita harus berhati-hati saat membaca, mendengar, dan menonton apa yang disajikan media saat ini. Entah itu dalam platform media cetak, televisi, radio, media online, serta YouTube, Instagram Live, hingga zoom discussion dan podcast yang menjamur.
Ketika kita meluaskan wawasan dengan menambah varian media untuk ditonton, dibaca, maupun didengar, pada hakikatnya kita meningkatkan kemampuan kita untuk lebih berempati pada sesama dan apa yang terjadi di dunia.
Dengan membaca beragam cerita yang diceritakan oleh beragam media, kita bisa ‘walking in another person’s shoes’ dengan memahami konteks dan memahami si pembuat cerita, sekaligus bisa mendekatkan hati kita pada orang lain yang berbeda pandangan politik, berbeda suku bangsa dan ras, maupun berbeda tingkat ekonomi. Dari sanalah muncul empati yang memanusiakan diri kita.
Memilih media yang kredibel agar terhindar dari hoaks dan deepfake memang sebuah keharusan. Namun bukan berarti kita hanya membaca yang itu-itu saja. Ada banyak buku, jurnal, juga blog yang bisa memperkaya wawasan kita, di luar mainstream media yang biasa kita baca.
Misalnya saja tentang Pemilu di Amerika Serikat. Kita membutuhkan banyak referensi untuk bisa memahami perbedaannya dengan pemilu yang digelar di Indonesia. Jika kita hanya membaca sedikit-sedikit dari update news yang tersaji setiap harinya.
Kita membutuhkan sudut pandang dari narasi alternatif untuk bisa melihat sebuah “gambar” secara keseluruhan. Semakin kita terlibat dengan lebih banyak cerita, kita akan bisa melihat dunia dengan lebih hidup, lebih multidimensi, dan lebih kaya sudut pandang.
Membaca lebih dalam berbagai referensi akan membuat kita lebih memahami orang lain dan menghargai perbedaan yang ada di dunia. Sebelum membaca, ada baiknya kita ‘mengosongkan’ pengetahuan dan penilaian agar bisa menerima lebih banyak informasi ke dalam otak kita. Dengan begitu, kita bisa lebih objektif dan tidak menolak apa yang kita baca, kita tonton, dan kita dengar.
Terlebih di masa pandemi, ini saat terbaik bagi kita untuk meluaskan wawasan tentang berbagai hal. Saatnya mengeksplorasi jutaan media yang bisa kita akses. Saatnya kita ‘berkeliling’ dunia melihat keindahan dan keanekaragaman, dan kerusakan yang mengintai kehidupan kita. Kita juga punya kesempatan untuk mengenal jutaan orang di dunia dengan berbagai latar belakang mereka yang unik dan menginspirasi.
Kita bisa mengikuti sesi pembahasan virtual bidang kesehatan, politik, ekonomi, sosial budaya, hingga dunia perempuan untuk memperkaya cakrawala pemikiran kita di masa depan. Kita boleh saja tidak berani melangkahkan kaki keluar rumah, tapi jangan sampai #dirumahaja menghalangi kita untuk tidak menambah pengetahuan dan menambah empati.
KOMENTAR ANDA