KLASTER keluarga menjadi klaster baru dengan angka yang terus meningkat dalam satu bulan terakhir. Hal tersebut tentu saja menyumbang kenaikan jumlah pasien terinfeksi Covid-19 yang berasal dari usia anak-anak.
Dengan kurva Covid-19 yang terus meninggi, kekhawatiran orangtua pun bertambah. Orangtua dituntut waspada dan peka pada kondisi kesehatan anak sehari-hari.
Tetap berada di rumah, asupan gizi seimbang, olah raga ringan yang rutin, serta menjalankan 3M (mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) adalah pencegahan yang harus selalu dipraktikkan dalam kehidupan anak sehari-hari. Anak harus diberi edukasi tentang bahaya Covid-19 agar ia memahami alasan di balik ditutupnya sekolah dan pemberlakuan PSBB.
dr. R. Lia Mulyani, Sp.A, dokter spesialis anak RSIA SamMarie Basra menekankan pentingya pemakaian masker yang benar. "Masker jangan hanya sebagai hiasan. Masker harus menutupi hidung, mulut, dan dagu. Jangan pakai masker asal-asalan—hidung kelihatan atau dagu kelihatan—karena itu malah bisa menularkan. Saya melihat banyak orangtua maupun anak-anak yang mengenakan masker dengan tidak tepat."
dr. Lia juga menekankan pentingnya etika batuk yaitu menutup mulut dan hidung dengan masker, tisu, atau lengan (bukan tangan) sebagai bagian dari tindakan pencegahan.
Berikut ini adalah petikan tanya jawab seputar penanganan anak terinfeksi Covid-19 dalam ZoomTalk Farah.id yang digelar Rabu, 16 September 2020 bersama dr. R. Lia Mulyani, Sp.A dengan tema Covid-19 Pada Anak: Kenali Gejala, Pencegahan, dan Pengobatannya.
Q: Dokter, sebenarnya mana yang harus dilakukan lebih dulu, rapid test atau swab test?
A: Tergantung tujuan untuk apa dan apakah kita melakukan kontak erat dengan orang positif terinfeksi Covid-19 atau tidak. Misalnya jika rekan kerja ayah di ruangan yang sama terinfeksi, maka ayah (juga anggota keluarga lain) lebih baik menjalani swab test. Jika ayah demam dan menjalani rapid test, bisa saja hasilnya nonreaktif karena kekebalan tubuh belum terbentuk. Hasil reaktif baru bisa terlihat 3-5 hari setelah timbul gejala. Sedangkan hasil swab bisa langsung ketahuan. Untuk saat ini, swab test bisa dikatakan yang paling akurat.
Jika misalnya IgM negatif, IgG positif tapi swab test menunjukkan hasil negatif, itu berarti sudah pernah kena virus. Lakukan swab sekali lagi. Jika hasil tetap negatif, berarti sudah tidak ada infeksi.
Q: Jika anak positif Covid-19 baik dengan gejala atau tidak, apa yang harus dilakukan?
A: Jika tidak ada gejala, yang pertama harus isolasi mandiri dan harus ditemani oleh orang dewasa yang tetap menjalankan protokol kesehatan 3M selama di rumah. Anak tersebut juga wajib bermasker dan menjaga jarak. Setelah itu, dianjurkan untuk makan makanan bergizi, meminum obat dan vitamin, juga berolah raga ringan secara teratur. Jangan lupa menyemprot disinfektan ke benda-benda yang sering disentuh tangan.
Jika ada gejala, tergantung dari ringan, sedang, atau berat gejalanya. Jika sudah sedang atau berat, maka harus dirawat di RS.
Baik anak tanpa gejala atau dengan gejala ringan yang melakukan isolasi mandiri di rumah, saya anjurkan tetap harus berkonsultasi dengan dokter. Tujuannya agar bisa diperiksa lebih teliti agar bisa ketahuan apakah ada masalah kesehatan lain atau tidak.
Q: Bagaimana jika anak sudah menunggu hasil swab test cukup lama tapi belum ada hasil pasti positif atau negatif dan sudah melakukan isolasi mandiri selama 14 hari, apa yang harus dilakukan?
A: Jika ada biaya, sebaiknya swab test lagi untuk memastikan. Mengambil sampel dari anak-anak memang lebih sulit. Kalau swab pertama hasilnya negatif, sebaiknya tetap diulang. Jika kasusnya belum jelas (belum ada hasil), tetap harus mengulang karena ditakutkan ada potensi menularkan dan ditakutkan menjadi positif. Jika hasil swab kedua negatif, berarti tidak menular.
Q: Seperti apa perawatan pasien anak dengan Covid-19 di RS?
A: Di ruang rawat inap (isolasi), biasanya anak ditemani satu pendamping, bisa ibu atau ayah, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan 3M. Harus dipastikan juga kondisi pendampingnya terinfeksi atau tidak. Namun jika gejala berat hingga mengharuskan anak masuk ruang ICU, mau tidak mau anak harus sendiri.
Q: Jika anak terinfeksi Covid-19 dan telah dinyatakan sembuh, adakah dampak bagi kesehatannya di kemudian hari?
A: Jika anak tanpa gejala atau dengan gejala ringan, sama dengan penyakit lain yang insya Allah bisa pulih. Tapi jika memiliki gejala berat bahkan kritis, maka bisa terjadi penurunan kualitas dan fungsi paru-paru meski telah sembuh dari Covid-19. Anak harus terus diperhatikan kesehatannya. Makanan harus selalu bergizi seimbang dan jangan sampai terkena infeksi paru-paru lain.
Salah satu contoh, ada yang biasanya kuat berolah raga, tapi setelah pernah terinfeksi Covid-19 menjadi agak sesak . Ada potensi fungsi organ pernapasan tidak bisa maksimal kembali jika anak positif Covid-19 dengan gejala cukup berat. Karena itulah YANG TERPENTING ADALAH PENCEGAHAN.
Q: Salah satu dampak besar pandemi Covid-19 bagi anak-anak adalah mereka tidak bisa menuntut ilmu di sekolah. Menurut dokter, apa syarat yang harus dipenuhi agar sekolah bisa dibuka kembali?
A: Pertama, harus dilihat apakah tren kasus Covid-19 sudah menurun atau masih naik. Jika masih naik, jangan dibuka. Kedua, jika sekolah ingin dibuka kembali, harus setelah ada vaksin untuk anak-anak.
Saat ini, vaksin (yang sedang dalam proses pengujian) belum bisa digunakan untuk anak-anak. Saat ini yang sedang diusahakan masih untuk orang dewasa. Harus dipahami akan sangat sulit menerapkan protokol kesehatan 3M kepada anak-anak jika mereka kembali bersekolah.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memperkirakan sekolah baru bisa dibuka kembali paling cepat awal tahun depan, dengan tetap memerhatikan berbagai kondisi. Kita melihat banyak kasus di negara-negara yang sudah kadung membuka kembali sekolah, ternyata angka infeksi meningkat. Kita tentu tak ingin kondisi tersebut terjadi di negara kita.
KOMENTAR ANDA