Clinical Psychologist & Hypnotherapist Liza Marielly Djaprie dalam ZoomTalk Farah.id/Farah
Clinical Psychologist & Hypnotherapist Liza Marielly Djaprie dalam ZoomTalk Farah.id/Farah
KOMENTAR

MENGALAMI kecemasan di tengah kondisi yang sedang tidak bersahabat merupakan hal yang wajar terjadi pada setiap manusia. Hal yang terpenting yang perlu dipastikan adalah agar kecemasan yang muncul tidak sampai berlarut-larut apalagi menyebabkan gangguan.

Seringkali dalam kondisi tersebut kita berusaha untuk menyemangati diri sendiri agar bisa kembali bangkit dari kecemasan. Namun, hati-hati, jangan sampai kita "kebablasan" hingga sampai ke situasi toxic positivity.

"Secara sederhana, toxic positivity adalah jiwa positif yang sudah keterlaluan alias overdosis dan justru beracun," kata Clinical Psychologist & Hypnotherapist Liza Marielly Djaprie dalam ZoomTalk Farah.id bertajuk "Solusi Cerdas Atasi Cemas Di Masa Pandemi" yang digelar pada Jumat (25/9).

Liza menjelaskan bahwa ada perbedaan yang tipis antara toxic positivity dan menyemangati diri sendiri. Meski begitu, indikasinya mudah dikenali, yakni apakah individu tersebut melakukan aksi atau tidak atas masalah yang dihadapinya.

"Kapan membedakan toxic positivity dengan menyemangati diri sendiri? Hal itu terlihat dari perubahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari," jelasnya.

Dia mengibaratkan masalah yang terjadi dalam hidup sebagai kotoran kucing di ruang tamu.

"Ibaratnya ada kotoran kucing di ruang tamu. Toxic positivity berpandangan bahwa 'oh tidak apa-apa, tidak bau kok, tidak kotor, tetap bersih'. Lalu dia pun tidak melakukan apa-apa untuk menyingkirkan kotoran kucing itu," kata Liza.

Dengan kata lain, orang yang sudah sampai pada toxic positivity kerap kali memilih untuk menutup mata akan masalah yang terjadi atau berusaha mengabaikan masalah tersebut dengan menanamkan stigma-stigma positif di dalam pikiran yang justru bertentangan dengan kenyataan.

"Padahal ada kotoran kucing di ruang tamu itu yang menimbulkan bau dan kotor. Mereka dengan toxic positivity memilih untuk tidak melakukan apapun untuk membersihkan kotoran kucing itu yang lama kelamaan justru semakin bau dan semakin kotor dan sulit dibersihkan," kata Liza.

"Sama halnya dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang jika tidak ditangani ya tidak akan selesai," tambahnya.

Sedangkan mereka yang menyemangati diri sendiri, lebih cenderung berusaha menerima kondisi tidak bersahabat itu dan menghadapinya.

"Mereka mengakui dan menerima kecemasan tersebut tapi tetap berusaha untuk membersihkan kotoran kucing di ruang tamu itu," jelas Liza.

"Jadi pada intinya, terlihat dari tindakan atau aksi yang diambil sambit tetap mengakui bahwa mereka tidak baik-baik saja atau merasa cemas. Tapi dalam hidup yang kita butuhkan adalah aksi," ujarnya.

"Biasanya, ketika sudah beraksi, emosi atau kecemasan yang mengganggu itu semakin berkurang," tandasnya.




Hindari Cedera, Perhatikan 5 Cara Berlari yang Benar

Sebelumnya

Benarkah Mengonsumsi Terlalu Banyak Seafood Bisa Berdampak Buruk bagi Kesehatan?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Health