Dialog
Dialog "Understanding Indonesia Islam" yang diselenggarakan oleh Universitas Jawaharlal Nehru/Farah
KOMENTAR

SURINAME dan Indonesia memiliki koneksi sejarah yang tidak terhapus oleh waktu. Kedua negara diketahui merupakan negara bekas kolonial Belanda.

Semasa pendudukan di akhir abad ke-19, kolonial Belanda membawa orang-orang terutama yang berasal dari wilayah Jawa Indonesia, ke Suriname dalam jumlah yang tidak sedikit. Di Suriname, mereka pun kemudian hidup berdampingan dengan warga Suriname.

Pasca era kolonial, warga Jawa dan keturunannya di Suriname pun berintegrasi dengan masyarakat setempat sehingga dikenal dengan nama etnis Jawa-Suriname.

Kehadiran mereka membawa serta bahasa, budaya, agama serta tradisi dari Jawa di Suriname. Hingga saat ini, banyak dari warga keturunan Jawa-Suriname menuturkan bahasa Jawa dan memegang teguh agama Islam serta ajarannya.

Dutabesar Suriname untuk India Aashna Kanhai berbagi cerita soal Islam dan keturunan Indonesia di negaranya.

Dalam dialog bertajuk "Understanding Indonesia Islam" yang diselenggarakan oleh Indic-Belt Society and the Division of Bahasa Indonesia, Centre for Chinese & Southeast Asian Studies di Universitas Jawaharlal Nehru (JNU) pada Sabtu sore (26/9), Kanhai menjelaskan bahwa Islam sudah menjadi bagian dari masyarakat Suriname.

"Elemen Islam di Suriname adalah bagian dari populasi yang terhubung," kata Kanhai.

"Saat era kolonial Belanda, banyak orang didatangkan dari India serta dari wilayah Jawa dan wilayah sekitarnya, seperti Surabaya dan Sumatera. Kenapa saya tahu? Karena kecap dari Surabaya sangat terkenal di negara saya," ujarnya seraya berseloroh.

Dia menjelaskan bahwa Islam di Suriname dibawa oleh warga Muslim dari India dan juga terutama dari Indonesia. Islam adalah agama yang diakui serta dihormati di Suriname. Hal itu juga lah yang membawa Suriname menjadi salah satu dari negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

"Islam (yang dibawa oleh muslim Indonesia dan India) membawa serta struktur sosial yang kuat bagi kehidupan bermasyarakat di Suriname. Hal ini bisa dilihat salah satunya adalah dalam perayaan Hari Raya Idul Fitri yang dirayakan bersama di national square," jelasnya.

Kanhai menyebut bahwa saat ini, Suriname merupakan negara yang memiliki presentase penduduk Muslim terbesar di kawasan Amerika Selatan.

"Jumlah penduduk yang menganut Islam di Suriname adalah sekitar 20 persen dari populasi Sekitar 50 persen di antara penduduk Muslim tersebut adalah keturunan Jawa-Indonesia," ujarnya.

"Keturunan Muslim Jawa-Indonesia adalah bagian terintegrasi dari populasi Suriname. Mereka menunjukkan fleksibilitas terhadap gaya hidup modern sambil tetap melestarikan dan menjaga keyakinan mereka di waktu yang bersamaan," tutur Kanhai.

Lebih lanjut Kanhai menceritakan bahwa warga keturunan Jawa-Indonesia membawa serta sistem gotong royong dalam kehidupan sosial mereka di Suriname.

"Sebagai struktur sosial, sistem gotong royong sebagai sebuah struktul sosial dan mekanisme sosial adalah hal yang sangat umum di desa. Bukan hanya di komunitas keturunan Indonesia, tapi juga di lingkungan yang lebih luas. Hal ini sesungguhnya merupakan hal yang sangat baik bagi masyarakat multi etnis seperti di Suriname," paparnya.

Kanhai juga menjelaskan bahwa warga Muslim Jawa di Suriname umumnya merupakan penduduk yang menjaga dengan baik akar budaya mereka.

"Warga Muslim Jawa di Suriname cukup toleran, menjaga baik akar budaya mereka dan mempraktikan agama mereka. Mereka pun memastikan bahwa pendidikan Islam diberikan dengan baik kepada anak-anak mereka," jelasnya.

"Ini membuktikan bahwa tradisi dan agama bisa berjalan beriringan tanpa perlu menjadi sama," tandas Kanhai.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur