Gaya riasan mata fox eyes menjadi tren lagi di masa pandemi karena dapat menonjolkan keindahan mata saat wajah menggunakan masker/ Net
Gaya riasan mata fox eyes menjadi tren lagi di masa pandemi karena dapat menonjolkan keindahan mata saat wajah menggunakan masker/ Net
KOMENTAR

TREN kecantikan bisa menjadi sangat viral di media sosial.

Salah satu yang menjadi banyak perbincangan adalah "fox eyes". Di YouTube, Instagram, hingga TikTok, perempuan ramai mengunggah video makeup tutorial maupun foto dengan riasan fox eyes alias mata rubah. Tidak terkecuali para pesohor Hollywood seperti Kendall Jenner dan Bella Hadid yang digilai gadis-gadis muda di seluruh dunia.

Pada awal Oktober, hashtag #foxeyes sudah mencapai 89,3 ribu unggahan di Instagram. Dan di TikTok, video #foxeyes sudah ditonton 81,1 juta orang termasuk fox eyes challenge.

Apa Itu Fox Eyes?

Fox eyes adalah riasan yang menghasilkan tampilan mata tajam dari efek meruncingkan bagian luar mata dan penambahan efek membara (dari warna-warna solid) di sekitar mata. Gaya riasan mata ini menjadi tren lagi di masa pandemi karena dapat menonjolkan keindahan mata saat wajah menggunakan masker.

Di dunia perfilman Hollywood, riasan ala fox eyes sebenarnya sudah dikenal sejak lama. Di awal tahun 1930-an, penata rias Cecil Holland menggunakan teknik riasan mata yang serupa dengan fox eyes untuk mengubah aktor Amerika menjadi karakter penjahat Asia seperti Fu Manchu.

Biasanya, para model mengunggah foto mereka secara close up dengan kedua tangan memegang bagian pelipis dekat ujung mata seperti orang yang sedang menderita sakit kepala (akrab disebut migraine pose). Sepintas, gaya berfoto fierce itu terkesan keren. Tapi ternyata, fox eyes menjadi mimpi buruk bagi para perempuan Asia.

Seperti dilansir CNN, Marc Reagan, Hourglass Cosmetics Global Director yang juga seorang makeup artist keturunan Asia Amerika mengaku tidak menyangka bahwa tren fox eyes menjadi problematik.

Marc melihat fox eyes secara sederhana, yaitu teknik makeup untuk meningkatkan penampilan mata dan memperbesar mata bentuk almond (istilah almond shape dikenal sebagai bentuk mata orang Asia). Tapi ternyata ketika disandingkan dengan migraine pose, hal tersebut bisa menimbulkan interpretasi yang berbeda.

"Sebaiknya kita berhenti sejenak dan memikirkan apakah tindakan kita bisa disalahartikan, dari sekadar mengikuti tren lalu berubah menjadi sesuatu yang tidak pantas. Terlebih di saat pandemi, orang-orang Asia menjadi target serangan rasisme. Banyak orang termasuk Presiden AS menunjuk Covid-19 sebagai China virus atau Kung flu," ujar Marc.

Didiskriminasi Karena Mata

Ternyata, banyak perempuan muda Asia di Amerika yang sejak kecil dirundung akibat bentuk mata khas Asia mereka. Pose migrain yang kini menjadi tren tak ayal mengingatkan mereka kembali dengan bagaimana cara mereka direndahkan di masa lalu.

Sophie Wang (17) adalah salah satu gadis muda keturunan Asia Amerika yang kerap dirundung tentang bentuk matanya saat duduk di bangku SD.

"Ini adalah bentuk alami mata saya dan ketika saya didiskriminasi, tentu saja saya marah. Tren (fox eyes) ini membawa kembali stereotype lama dan ejekan-ejekan lama. Tren ini membuat banyak orang seperti saya merasa sangat tidak nyaman dan sudah sampai pada tahap mengganggu. Jadi, marilah kita bicara tentang hal ini," ungkap Sophie.

Sophie pernah menulis di Stanford Daily, sebuah koran yang dikelola para pelajar, bahwa banyak orang tidak memahami gestur tersebut memiliki sejarah terkait tindakan rasis, yaitu bagaimana gambaran satir tentang sosok orang Asia di media Barat berupa karikatur wajah yang menggambarkan sosok barbar, tidak manusiawi, dan inferior.

"Dan di abad ke-21, wajah Asia justru berbalik menjadi tren kecantikan bagi orang nonAsia, hal itu merupakan sebuah cultural appropriation," kata Sophie.

Berubah Untuk Diterima

Menengok ke masa lalu, cultural appropriation dianggap sebagai sebuah pengorbanan yang dilakukan banyak orang Asia yang ingin tinggal dan diterima di Amerika.

Profesor Sosiologi Kelly H. Chong dari University of Kansas mendefinisikan cultural appropriation sebagai sebuah proses adaptasi yang seringkali dilakukan dalam tindakan yang tidak pantas baik terhadap ide, perbuatan, kebiasaan, juga identitas budaya sebuah kelompok oleh kelompok yang lebih besar atau lebih berkuasa.

Cultural appropriation bisa juga dimaknai sebagai penghinaan terhadap budaya.

Manakala bagian dari budaya atau identitas sebuah kelompok, bangsa, atau ras dicomot untuk kesenangan atau keindahan penampilan (seperti banyak dilakukan di dunia fesyen) tanpa ada itikad baik untuk memahami kebudayaan tersebut bahkan terkesan tidak peduli. Kondisi tersebut menimbulkan ketidaknyamanan bagi kelompok yang budayanya diolok-olokkan.

Mengomentari fox eyes, Prof. Kelly mengatakan bahwa para influencer dari kelompok dominan (dalam hal ini nonAsia) menganggap tren tersebut sangat trendi dan keren, lalu menjadikannya eksotis dan erotis.

Namun layaknya kebanyakan tren kecantikan, fox eyes pasti nanti akan tergantikan oleh tren makeup lain. Dan itulah yang disoroti founder Dear Asian Youth, Stephanie Hu.

Mungkin sebagian orang tidak bermaksud menyakiti, tapi kenyataannya fox eyes adalah sebuah penghinaan terhadap mata orang Asia dan bentuk ketidakpedulian terhadap rasisme yang terjadi sejak dulu.




Ingin Mencerahkan Kulit Wajah Secara Alami dalam 3 Bulan? Coba Cara Ini

Sebelumnya

NINA NUGROHO Hadirkan “Peuhaba” di IN2MF 2024: Sustainable Modest Fashion Indonesia dalam Keindahan Wastra Nusantara

Berikutnya

KOMENTAR ANDA