Psikolog Irma Gustiana Andriani/ Foto: IG @ruangtumbuh.id
Psikolog Irma Gustiana Andriani/ Foto: IG @ruangtumbuh.id
KOMENTAR

PANDEMI dan stres seolah menjadi bagian hidup manusia yang tak terpisahkan saat ini. Menjadi pribadi adaptif adalah keharusan agar kita dapat menjalani hari-hari pandemi dengan semangat.

Irma Gustiana Andriani, S.Psi, M.Psi., Psi., PGCertPT adalah seorang psikolog sekaligus praktisi play therapist bersertifikat yang akrab dengan permasalahan stres, termasuk yang melanda anak-anak. Ia adalah founder pusat konsultasi psikologi, terapi, dan pengembangan diri Ruang Tumbuh.

Lulusan Magister Psikologi Universitas Indonesia Kekhususan Mayor Anak ini juga menjadi konsultan psikologi di sekolah Tria Saliva, Sekolah Islam Tugasku, dan Kinderfield. Tak heran bila dunia anak-anak dan remaja telah menjelma menjadi kesehariannya.

Irma yang akrab dipanggil Kak Ayank atau Bu Ayank ini tak bisa memungkiri kekagetan dan kekhawatiran yang menyeruak ketika pandemi muncul.

"Awal tahun 2020, saya dan banyak teman-teman lain bersemangat dengan rencana-rencana pribadi. Lalu sekejap dihadirkan-Nya pandemi. Pastinya mengubah dinamika personal dan sosial. Iya, kita semua dalam frekuensi dan ujian yang sama. Saya sebagai pelaku usaha di bidang layanan psikologi, harus berpikir strategis bersama partner supaya bisa menyesuaikan diri. Kini, hampir 7 bulan, alhamdulillah ada banyak hikmahnya. Karena memang pilihannya adalah keadaan yang 'mengalahkan' kita atau kita yang mengalahkan keadaan. Dan saya sih meyakini sekali kalau kita semua adalah warrior di masa krisis ini," tulis Irma dalam akun Instagramnya @ayankirma yang banyak menginspirasi secara psikologis.

Dalam kesehariannya sebagai psikolog, play therapist, maupun konsultan psikologis, Irma memiliki keterikatan dengan para kliennya, termasuk kedekatan secara fisik saat terlibat dalam sebuah workshop.

Ia terbiasa mengusap pundak atau bahkan memberi pelukan bagi mereka yang berbagi cerita sedih, berbagi kemarahan dan kecemasan, maupun mereka yang berbagi kisah bahagia. Momen saling berbagi dan saling mendukung itu amat ia rindukan. "Sementara waktu ini, dukungan fisik harus berjarak. Tapi kualitas perasan positif (harus) tetap sama."

Demikian pula dengan aktivitasnya sebagai konsultan psikologi di sekolah-sekolah. Irma tidak bisa membayangkan betapa rindunya seorang guru untuk bisa berkumpul lagi dengan murid-muridnya di sekolah.

Menurut Irma, ia yang datang satu minggu sekali visit ke sekolah saja merasa kangen luar biasa dengan anak-anak. Irma mengaku kangen dengan hiruk-pikuk, keramaian, dan suara berisik anak-anak saat berinteraksi langsung dengan mereka.

Menjadi seorang psikolog, banyak orang menyangka perjalanan hidupnya mulus tanpa 'kerikil'. Seringkali ia mendapat pertanyaan, "Kak Ayank, psikolog bisa punya masalah enggak?"

Tanpa sungkan, Irma menjawab bahwa ia tentu bisa memiliki masalah. Karena ia adalah manusia, bukan mesin. Jika bicara kejiwaan, manusia pasti memiliki perasaan dan beragam emosi. Dan masing-masing punya kiat sendiri mengatasi masalah. Coping skill setiap manusia tergantung pada hasil pengasuhan di masa kecil dan remaja, hasil pendidikan, dan juga hasil pembelajaran secara alami.

Bagi Irma, ia memilih untuk menulis jurnal pengalaman dan perasaannya. Ia juga memilih untuk berbicara dengan orang yang mau menyimak dan berdiskusi, setidaknya mau mendengarkan keluh kesahnya. Karena itulah menurut Irma, seorang psikolog juga harus memiliki support system untuk mendukung secara psikologis maupun secara sosial. Dengan demikian, seorang psikolog dapat 'merapikan diri sendiri' sebelum membantu orang lain.

Ia juga mencontohkan satu teknik teraupetik yang praktis untuk membantu diri sendiri mengatasi masalah yaitu terapi kognitif atau CBT (cognitive behavioral therapy). CBT bertujuan melatih cara berpikir (fungsi) kognitif dan cara bertindak (perilaku).

Berbicara tentang kesehatan mental dan kekuatan seseorang untuk bangkit dari trauma, stres, atau luka emosional, Irma mengingatkan bahwa pemulihan psikologis membutuhkan waktu dan kesabaran. Ia mengutip perkataan pembimbingnya kala menjalani pendidikan play therapy bahwa memulihkan diri seperti mengupas bawang bombay, butuh proses membuka lembar demi lembar sampai kita melihat intinya.

Itulah mengapa ketika seseorang datang ke psikolog atau terapis, proses perbaikan dan pemulihan kejiwaan yang dijalani tidak bisa instan. "Apalagi kalau luka emosionalnya terlalu dalam, pastinya tidak sebentar. Tidak apa-apa, proses bisa berjalan pelan-pelan. Maka kita harus bersabar saat berproses."

Salah satu cara untuk selalu bersyukur, bersabar, dan menjadi kuat menurut Irma adalah dengan meyakini bahwa ada tujuan di balik kehadiran tiap orang dalam kehidupan kita. Tidak ada yang namanya kebetulan, sekali pun ada yang hanya singgah atau mampir sesaat dalam beberapa chapter kehidupan kita.

Beberapa orang memang akan menguji kekuatan diri kita dan orang-orang lainnya akan membentuk diri kita menjadi "the best version of me". Semuanya mengajarkan kita banyak hal. Semua yang hadir dalam kondisi susah dan senang berkontribusi pada pertumbuhan diri kita. Karena itulah, vice versa, kehadiran kita dalam kehidupan orang-orang itu juga harus membuat mereka bahagia, bukan membenci kita.

Termasuk bagi orangtua, anak merupakan anugerah yang mengajarkan banyak hal. Harus dipahami bahwa anak bukanlah kesempatan kedua bagi orangtua untuk aktualisasi diri. Anak tidak boleh menjadi jalan untuk mewujudkan ambisi mereka yang belum kesampaian. Orangtua harus belajar mengendalikan ego agar tidak memaksa anak mencapai kehidupan yang diinginkan orangtua.

Orangtua yang bijak adalah mereka yang mampu melihat secara objektif potensi yang dimiliki anak. Ingatlah, apa yang diinginkan dan dibutuhkan orangtua belum tentu sejalan dengan keinginan dan kebutuhan anak. Keberhasilan dan kebahagiaan sepenuhnya ada di tangan anak.

"Tugas kita (orangtua) adalah mengajari logika dan akal sehat dengan pendekatan positif supaya mereka mencapai kematangan berpikir, emosi, dan bersikap. Kita juga wajib menjadikan mereka individu yang sejahtera mentalnya. Sehingga nantinya bertanggung jawab atas setiap keputusan yang mereka buat."

 




Stella Christie, Ilmuwan Kognitif dan Guru Besar Tsinghua University yang Terpilih Jadi Wakil Menteri Dikti Saintek RI

Sebelumnya

Nicke Widyawati Masuk Fortune Most Powerful Women 2024

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women