NOOR Inayat Khan, mungkin jarang orang yang tahu ketika pertama kali namanya disebut, padahal dia adalah seorang perempuan Muslim India yang menjadi mata-mata ulung selama berkecamuknya Perang Dunia II.
Noor adalah seorang keturunan dari Tipu Sultan, seorang penguasa Muslim abad ke-18 di negara bagian Mysore. Ia menjadi mata-mata Inggris selama Perang Dunia II yang akhirnya ditangkap dan dibunuh oleh Nazi. Meskipun demikian, namanya tetap tidak disebutkan selama beberapa dekade.
Kontribusinya pada perang terungkap setelah penulis Shrabani Basu menulis biografi Noor, Spy Princess, pada 2006.
Tahun ini, Inggris menganugerahinya dengan Plakat Biru, dan menjadikannya sebagai wanita asal India pertama yang dianugerahi gelar untuk pengorbanannya sebagai Eksekutif Operasi Khusus (SOE) di Prancis. Dia ditangkap oleh Gestapo (polisi rahasia resmi Nazi Jerman) di Paris dan dibawa ke Jerman di mana dia dieksekusi pada tahun 1944.
Pada tahun 2014, sebuah perangko dikeluarkan untuk menghormatinya dan ada laporan bahwa wajahnya akan segera muncul di koin Inggris.
Atas usahanya yang gagah berani, Noor secara anumerta dianugerahi George Cross, penghargaan sipil tertinggi Inggris pada tahun 1949 dan Croix de Guerre Prancis, penghargaan militer yang diberikan oleh Prancis pada tahun 1946.
Sebuah biopik, A Call To Spy juga dirilis pada tanggal 2 Oktober lalu untuk memberikan penghormatan kepada karya tiga mata-mata Inggris wanita selama Perang Dunia kedua, termasuk Noor, yang juga seorang penulis cerita anak-anak dan pasifis.
“Saya pikir Noor Inayat Khan adalah salah satu orang paling luar biasa yang pernah saya temui,” kata Radhika Apte, aktris India yang berperan sebagai Noor dalam film tersebut, seperti dikutip dari Al-Jazeera, Rabu (28/10).
Sebelum perang, Noor menjalani kehidupan yang sebagian besar damai dan tumbuh menjadi penulis cerita anak-anak yang produktif, berkontribusi secara teratur untuk radio dan majalah Prancis lokal.
Karyanya yang paling terkenal termasuk Twenty Jataka Tales, sebuah buku terjemahan bahasa Inggris yang diadaptasi dari cerita tentang reinkarnasi Buddha.
Noor lahir pada 1 Januari 1914, di ibu kota Rusia, Moskow. Ayahnya, Inayat Khan, seorang musisi dan pengkhotbah sufi, dan ibunya bernama Amina Begum (sebelumnya Ora Ray Baker). Keluarganya pindah ke Inggris tidak lama setelah Perang Dunia I meletus pada tahun yang sama.
Setelah menghadapi peningkatan pengawasan dari Inggris karena pandangannya yang pro-India, Inayat berniat untuk kembali merelokasi keluarganya pada tahun 1920 ke Paris. Di sana Noor tinggal bersama tiga adiknya sampai usia 26 tahun. Kakek buyutnya, Tipu Sultan meninggal saat berperang melawan kekuasaan Inggris di India pada tahun 1799.
Setelah pasukan Nazi merebut Prancis pada tahun 1940, kehidupan Noor tiba-tiba terhenti, dan dia melarikan diri untuk kedua kalinya ke Inggris bersama dengan ribuan penduduk Prancis lainnya.
Segera setelah kedatangannya, dia bergabung dalam upaya perang, dengan mendaftar ke Women Auxiliary Air Force, sebuah organisasi pembantu wanita untuk Royal Air Force Inggris, sebagai operator nirkabel.
Noor adalah seorang Muslim sejak lahir tetapi dia mencintai seorang pria Yahudi, dan ia merasakan dorongan untuk melakukan sesuatu untuk membantu upaya perang. Sementara itu ayahnya, Inayat adalah seorang pengkhotbah tasawuf terkemuka.
"Bagi Noor, ideologi Nazi dan pogrom mereka terhadap orang Yahudi pada dasarnya menjijikkan dan bertentangan dengan semua prinsip kerukunan beragama yang dibesarkan oleh ayahnya," tulis Shrabani di Spy Princess.
Menurut Spy Princess, Inayat sangat menjunjung perdamaian dan kesatuan semua agama, konsep yang diinternalisasikan oleh Noor saat ia tumbuh dewasa. Ayahnya meninggal pada tahun 1927 dalam perjalanan ke India, meninggalkan Noor yang berusia 13 tahun, anak tertua, untuk membantu ibunya membesarkan saudara-saudaranya.
"Sejak usia muda, Noor sudah menjadi seseorang yang secara intrinsik selalu tanpa pamrih dan pemurah," kata keponakan dan pemimpin Ordo Inayati, Pir Zia Inayat Khan, kepada Al Jazeera.
Noor selalu membela mereka yang ditaklukkan, tambah Pir Zia, tidak peduli apa latar belakang mereka.
“Dia rela berkorban untuk yang tertindas. Meskipun bukan orang Inggris, dia melayani tujuan mereka, dan akan membela kemerdekaan India setelah itu," tambahnya.
Noor adalah seorang yang sangat percaya pada perjuangan pejuang kemerdekaan India Mahatma Gandhi untuk mengakhiri kolonialisme Inggris di anak benua itu. Menurut Spy Princess, dia memberi tahu perekrut tentara Inggrisnya bahwa begitu perang berakhir, dia mungkin harus mendukung India daripada Inggris.
Noor direkrut oleh Special Operations Executive (SOE), sebuah organisasi rahasia Inggris yang menyewa mata-mata untuk membantu gerakan perlawanan lokal melawan Third Reich. Noor disebut cocok untuk melakukan pekerjaan itu karena dia fasih berbahasa Prancis.
Meski sadar sepenuhnya akan sifat penugasan yang sangat berbahaya, ditambah dengan sedikit kompensasi uang, Noor tetap menerima tawaran itu.
Pada bulan Juni 1943, Noor dikirim ke Prancis dengan nama samaran: 'Madeline', sebagai operator nirkabel wanita pertama yang dikirim ke negara itu oleh Inggris. Setelah mendarat di kota Le Mans, Noor pergi ke Paris, di mana dia akan bekerja dengan jaringan perlawanan Prancis 'Prosper'.
KOMENTAR ANDA