Ilustrasi Vaksin Covid-19/ Net
Ilustrasi Vaksin Covid-19/ Net
KOMENTAR

PERKEMBANGAN vaksin Covid-19 sungguh luar biasa. Sebut saja Sinovac, Sinopharm, dan kini Pfizer buatan Pfizer dan BioNTech yang berbasis di Amerika Serikat (AS).

Pfizer memiliki keunggulan karena menjadi vaksin pertama yang dinyatakan sukses dalam uji klinis fase III. Bahkan keefektifan ya diklaim mencapai 90 persen. Dan saat inj, Pfizer menunggu untuk mendapatkan emergency use authorization (EUA) atau izin penggunaan darurat dan akan diaplikasikan pada rentang usia 16-85 tahun.

Pertanyaannya, benarkan keefektifannya mencapai 90 persen? Berikut faktanya!

1. Jenis

Vaksin buatan Pfizer ini di amalan BNT162b2, berbasis pada teknologi messenger RNA (nRNA). Menggunakan gen sintesis yang lebih mudah diciptakan, sehingga bisa diproduksi lebih cepat pula dibanding teknologi biasa.

2. Cara Kerja

Vaksi-vaksin yang selama ini tengah diujicobakan dibuat dari virus atau patogen yang tidak aktif atau dilemahkan. Virus itu tidak menyebabkan sakit tetapi mengajari sistem imun untuk memberikan respons perlawanan.

Berbeda dengan vaksin yang dikembangkan Pfizer-BioNTech. Dengan mRNA, tubuh tidak disuntik virus mati maupun dilemahkan, tetapi disuntik kode genetik dari virus tersebut. Harapannya, tubuh akan memproduksi protein yang merangsang respons imun.

3. Arti Klaim 90 Persen Efektif

Akuan itu merupakan analisis interim yang dilakukan terhadap 94 partisipan. Kuranv dari 9 diantaranya mengalami gejala covid-19 usai divaksin.

Meski baru temuan awal, namun angka itu cukup mengejutkan lantaran selama ini para ilmuwan memperkirakan efektifitasnya tidak lebih dari 70 persen.

Saat ini uji klinis masih berjalan dan paranpakar Food and Drug Administration di Amerika Serikat mengaku masih akan mereview lebih banyak data guna memastikan keamanannya.

4. Hanya mencegah gejala

Dikutip dari Bussinessinsider, analisa ini belum menguji apakan vaksin tersebut juga mencegah infeksi asimptomatis atau pasien tak bergejala. Partisipan dites hanya ketika menunjukkan gejala. Jadi belum dapat dipastikan seberapa efektifnya untuk mencegah seseorang menjadi carrier asimptomatis atau penular tanpa gejala.

 




3 Resolusi Sehat Menjelang Tahun 2025: Jangan Abai Mengelola Stres

Sebelumnya

Cara Mengolah Kentang yang Tepat Agar Nutrisinya Terjaga

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Health