Kita mengharapkan pernikahan yang happily ever after, tanpa menunggu ulang tahun pernikahan emas. Apabila sakinah dapat diamalkan, maka insyallah kita akan senantiasa merasa baru saja menikah/ Net
Kita mengharapkan pernikahan yang happily ever after, tanpa menunggu ulang tahun pernikahan emas. Apabila sakinah dapat diamalkan, maka insyallah kita akan senantiasa merasa baru saja menikah/ Net
KOMENTAR

TIDAK gampang mencapai 50 tahun usia pernikahan, sungguh bukanlah perkara yang mudah. Kalau pun dapat mempertahankan bahtera pernikahan dari badai perceraian, maka seringkali pasangan itu karam akibat faktor umur yang memang amat sangat terbatas.

Jika diperkirakan rata-rata orang menikah di usia 25 tahun, maka butuh karunia besar bagi suatu pasangan agar mendarat mulus di usia 75 tahun.

Dari itulah pernikahan emas sering dirayakan dengan amat meriah. Ulang tahun pernikahan ke 50 bukanlah prestasi biasa, apalagi harus berdampingan dengan orang yang sama. Mengapa bukan ulang tahun pernikahan ke 100 saja yang disebut pernikahan emas? Karena butuh keajaiban yang benar-benar ajaib punya umur sebanyak itu.

Kalau perayaan 80 tahun pernikahan memang pernah ada. Sebagaimana dilansir Tempo.co, John dan Charlotte pada November 2019 mendapatkan pengakuan dari rekor dunia sebagai pasangan tertua di dunia yang masih hidup. John dan Charlotte Henderson pasangan suami istri tertua di dunia merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 80 tahun pada 11 Desember lalu. John saat ini berusia 106 tahun dan Charlotte 105 tahun.

Kehebohan perayaan pernikahan emas tidak melanda setiap pasangan. Banyak juga yang tidak peduli, apalagi situasi tidaklah memungkinkan.

“Kami tidak pernah merayakan pernikahan perak atau pernikahan emas. Sebab kami anggap  itu soal remeh, sedangkan kami selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan besar yang hebat dan dahsyat,” kata Fatmawati dalam buku Bung Karno Masa Muda.

Maklum saja, pernikahan Fatmawati dengan Bung Karno berlangsung dalam situasi kecamuk Perang Dunia Kedua, perang kemerdekaan dan berbagai pergolakan yang terus terjadi. Kalau dalam keadaan perang begitu, bisa hidup saja sudah syukur.

Pro kontra pernikahan emas akan terus semarak, dan syukurnya kita hidup di negara yang menghargai perbedaan, perkara setuju atau tidak menjadi hak pribadi. Namun, dari maraknya perayaan pernikahan emas ini, dapat kita petik saripatinya, yaitu resep pernikahan awet hingga tua.

Al-Qur’an memuat beberapa kisah pasangan tua yang tetap awet pernikahannya, seperti Nabi Ibrahim dan Sarah. Saking tuanya, mereka tertawa ketika malaikat datang mengabarkan tentang akan hamilnya Sarah.

Pada surat Adz-Dzariyaat ayat 29, yang artinya, “Kemudian istrinya datang memekik (tercengang) lalu menepuk wajahnya sendiri seraya berkata, “(Aku ini) seorang perempuan tua yang mandul.”

Pada Tafsir Al-Misbah, Quraish Shihab menerangkan kata sharratin berarti pekikan, pemilihan redaksi tersebut untul mengisyaratkan betapa besar keheranan sekaligus kegembiraan yang bercampur kecemasan dari berita gembira yang didengarnya itu.

Ada tiga hal yang spontan dilakukan Sarah menggambarkan keterkejutannya; menepuk wajah, memekik dan berkata dirinya tua lagi mandul. Nenek-nenek renta hamil memang kejutan yang luar biasa.

Kata orang-orang, pernikahan itu akan kuat ikatannya berkat adanya anak. Dan Nabi Ibrahim tetap setia bersama Sarah, kendati sudah teramat tua dan belum dikaruniai keturunan. Periode pernikahan emas telah terlewati, lalu apa yang membuat mereka mampu bertahan? Bukankah kecantikan telah pudar berganti dengan kerentaan? Keturunan yang akan dibanggakan juga tak kunjung hadir. Apalagi alasannya?

Alasannya, karena mereka meresapi hakikat pernikahan itu sebagai mitsaqan ghaliza atau ikatan yang kuat.

Sebagaimana tertera pada surat An-Nisa ayat 21, yang artinya, “Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil mitsaqan ghaliza (perjanjian yang kuat) (ikatan pernikahan) dari kamu.”

Terkait ayat ini, Sayyid Quthb menafsirkan pada kitab Tafsir Fi Zhilalil Qur`an, mitsaqan ghaliza  yaitu, perjanjian yang berupa akad nikah, dengan nama Allah, atas sunnah Rasulullah. Ini adalah perjanjian yang kuat, yang tidak akan direndahkan kehormatannya oleh hati yang beriman.

Inilah rahasia awetnya pernikahan pasangan beriman, sebab mereka menikah atas ketaatan pada Allah dan menjalankan sunnah Rasulullah. Dan hati-hati yang kokoh imannya akan mempertahankan mitsaqan ghaliza ini dengan sepenuh hati.

Saking kuatnya ikatan mitsaqan ghaliza itu, badai apapun yang mengantam tak mampu meruntuhkan pernikahan yang berlandaskan keimanan. Dan ibarat kata pepatah, sampai tembilang memisahkan. Tembilang adalah perkakas yang dipakai menggali kubur. Maka dikenal juga istilah cerai tembilang, atau perpisahan hanya karena kematian saja, bukan yang lain.

Hanya saja muncul pertanyaan menggelitik, yang dipenting itu lamanya masa pernikahan ataukah kualitasnya? Bagaimana kalau telah mencapai pernikahan emas bahkan lebih dari 50 tahun, tetapi tiap detiknya rumah tangga bagaikan di neraka? Apakah pernikahan emas macam itu dapat disyukuri hati?

Fall and winter Love and laughter We'll live happily ever after We'll fly higher than we thought we'd be Because you've shown me how to believe Hold my hand and fly Never say goodbye  (Ruby Summer)

Kita mengharapkan pernikahan yang happily ever after, tanpa menunggu ulang tahun pernikahan emas. Apabila sakinah dapat diamalkan, maka insyallah kita akan senantiasa merasa baru saja menikah.

Bahkan, kelak saat berkesempatan merayakan pernikahan emas, dan kita akan berkata, “Just married 50 years ago.”

 




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur