PADA masa Jahiliyah, sebetulnya, Umar bin Khattab bukan termasuk manusia yang fanatik kepada patung berhala. Namun demikian, dia merupakan orang yang tergolong amat keras menentang dakwah agama Islam.
Sikap menentang dakwah Islam itu ditunjukkan Umar karena dirinya memandang Mekkah berikut seluruh berhala-berhalanya adalah simbol persatuan bangsa Arab. Dan Umar melihat dakwah Nabi Muhammad menjadi penyebab dari perpecahan, di mana orangtua terpisah dengan putra-putrinya, istri membangkang terhadap suaminya, permusuhan terjadi antarsaudara dan pertikaian berlangsung dalam masyarakat.
Dan, Nabi Muhammad dapat melihat kemurnian hati Umar bin Khattab. Lelaki itu memang menyakiti kaum muslimin, tetapi, meski pun mendapatkan perlakuan keras dan juga sikap permusuhan, Nabi Muhammad membalasnya dengan kebaikan.
Mahdi Rizqullah Ahmad dalam buku Biografi Rasulullah: Sebuah Studi Analitis Berdasarkan Sumber-Sumber yang Otentik menerangkan, maka pada suatu malam Kamis, Rasulullah memanjatkan doa, “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai dari kedua orang ini, Abu Jahal atau Umar bin Khattab.”
Puncak kemarahannya, Umar pun menghunus pedang hendak menghabisi Nabi Muhammad. Tetapi, justru ketika itulah cahaya hidayah bersinar di hatinya, sehingga singa padang pasir itu akhirnya memeluk agama Islam.
Umar bin Khattab amat keras menentang dakwah Rasulullah bukan dikarenakan sikap fanatik terhadap paganisme, tetapi rasa tanggung jawab yang besar atas ketentraman Mekkah. Setelah masuk Islam, jiwa leadership itu pun berkembang pesat di jalur yang benar. Bahkan ketika menjabat khalifah, Umar berhasil menjadikan negara Islam sebagai adikuasa dunia.
Begitulah keajaiban doa, dan betapa ajaibnya hati Rasulullah yang mendoakan kebaikan terhadap orang yang menyakiti dirinya dan yang menganiaya kaum muslimin. Doa kebaikan itu bukan hanya berpengaruh pada keislaman Umar, tetapi menjadi jalan bagi kejayaan masyarakat Islam.
Dengan doanya pula, berkali-kali Nabi Muhammad mengulurkan bantuan kepada orang-orang yang sedang kemalangan. Sebagaimana Syaikh Muhammad Shiddiq Hasan Khan menceritakan kisah menarik dalam buku 200 Kisah dan Hadis Wanita Teladan:
Ibnu Abbas berkata kepada Atha' bin Rabah, “Maukah engkau aku tunjukkan perempuan penghuni surga?”
Atha' menjawab, “Ya.”
Ibnu Abbas mengatakan, bahwa seorang perempuan berkulit hitam datang kepada Nabi Muhammad dan berkata, “Aku terkena penyakit ayan, dan aku takut jika tanpa terasa auratku terbuka saat ayan itu kambuh. Berdoalah kepada Allah untukku.”
Rasulullah bersabda, “Jika engkau mau, bersabarlah dan bagimu surga. Dan jika engkau mau, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.”
Perempuan itu berkata, “Aku akan bersabar.” Dia berkata lagi, “Aku khawatir jika tanpa terasa auratku terbuka saat ayan itu kambuh. Berdoalah kepada Allah untukku agar auratku tidak tersingkap.” Maka Rasulullah berdoa untuknya.
Tolong-menolong merupakan amalan baik yang dianjurkan agama, dan pertolongan besar itu dapat dilakukan melalui doa. Semoga saja Allah meringankan kesusahan saudara seiman dari doa-doa yang kita panjatkan.
Demikian indahnya doa Nabi Muhammad, bahkan beliau tidak pernah pilih kasih atau tebang pilih atau pilih-pilih. Bahkan anak-anak pun mendapatkan anugerah doa dari beliau. Anak-anak butuh penjagaan dan perlindungan, yang di antaranya melalui rangkaian doa.
Sebagaimana Yusuf Al Qaradhawi dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 3 mengungkapkan, atau juga seperti Rasulullah Saw. yang membacakan doa penjaga bagi anak-anak kecil, seperti Hasan dan Husein, “Aku lindungkan engkau dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari setiap setan, binatang berbisa, dan mata yang tajam.”
Rasulullah benar-benar pemurah dalam membagi-bagikan doa, orang-orang yang meminta doa langsung dikabulkannya. Bahkan, mereka yang tidak meminta pun diberikan oleh beliau tanpa pamrih. Bagaimana dengan kita?
Begini.
Doa itu memang diucapkan oleh lisan, tetapi sejatinya tergolong amalan hati. Hanya hati yang suci murni memiliki kekuatan untuk mendoakan kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain. Adapun hati yang keras tidak akan mampu menggerakkan lisannya dalam rangkaian doa.
Tidak cukup hanya menjadi pribadi yang rajin berdoa dan mendoakan saja. Agama juga menuntun kita agar memanjatkan doa yang baik, entah itu kepada orang lain atau pun diri sendiri. Memangnya ada yang berdoa buruk pada pihak lain? Ya, ada. Adakah orang yang mendoakan keburukan untuk dirinya? Juga ada.
Misalnya, karena tidak tahan dengan penyakit atau kesulitan hidup dirinya pun memanjatkan doa agar dipercepat kematian. Tentunya doa keburukan terhadap diri sendiri macam ini tidaklah diperbolehkan. Contoh lainnya, karena terus dirugikan, lalu dirinya mendoakan keburukan terhadap orang tersebut. Doa ini tentunya bukan yang dianjurkan, malahan dilarang oleh agama.
Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah kamu sekalian berdoa buruk terhadap dirimu sendiri, janganlah kamu sekalian berdoa buruk terhadap anak-anakmu, dan janganlah kamu sekalian berdoa buruk terhadap harta bendamu. Janganlah kamu sekalian berdoa seperti itu terutama pada saat Allah menerima doa, kemudian doamu dikabulkan.” (HR. Muslim)
Nabi Ayyub jatuh miskin melarat, lalu terkena penyakit kulit hingga ditinggalkan oleh istrinya. Dalam kemalangan yang berat itu, Nabi Ayyub tidak pernah mendoakan keburukan bagi dirinya atau pun istrinya atau masyarakat yang mengucilkannya. Dia tetap berdoa, tetapi yang mengandung kebaikan, sehingga dirinya sembuh, istrinya sadar dan kehidupannya kembali bahagia.
Berhati-hatilah, jangan sampai dalam bait-bait doa yang kita panjatkan terselip pinta kejelekan, karena bisa jadi justru keburukan itulah yang menimpa hidup kita. Doa adalah senjata kaum beriman, jangan sampai kejadiannya senjata makan tuan.
KOMENTAR ANDA