Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem/ Net
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem/ Net
KOMENTAR

MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka Tahun Ajaran 2020-2021 yang diumumkan langsung melalui Youtube channel KEMENDIKBUD RI, Jumat (20/11/2020).

Pengumuman tersebut dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dan Menteri Agama Fachrul Razi. Sekolah diperbolehkan dibuka kembali pada Januari 2021.

Dalam paparannya, Nadiem Makariem menekankan bahwa SKB 4 Menteri yang terbaru ini memuat perubahan yaitu keputusan pembukaan sekolah bukan semata berdasar zonasi risiko yang dibuat Satgas Penanganan Covid-19.

"Kalaupun sekolahnya dibuka, ini harus saya tekankan sekali lagi bahwa orangtua masih bisa tidak memperkenankan anaknya untuk datang ke sekolah untuk melakukan tatap muka. Ya, jadi hak terakhir dari siswa individu—walaupun sekolah sudah mulai tatap muka—masih ada di orangtua. Dan sekali lagi harus saya tekankan pembelajaran tatap muka ini diperbolehkan, tidak diwajibkan. Dan keputusannya ada di Pemda, Kepala Sekolah, dan Komite Sekolah," kata Nadiem.

Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk menentukan dan memilah dengan detail. Pengambilan keputusan tersebut harus diselaraskan dengan sektor-sektor lain melalui pertimbangan yang holistik mengingat Pemda adalah pihak yang paling mengetahui kondisi, kebutuhan, dan keamanan daerahnya terkait Covid-19.

Menurut Nadiem, dari 532 ribu satuan pendidikan, baru 42,48 persen yang telah mengisi Daftar Periksa Kemendikbud. Daftar Periksa tersebut berisi 6 (enam) poin yang harus dipenuhi satuan pendidikan untuk bisa memulai kegiatan tatap muka yaitu: sanitasi, akses fasilitas pelayanan kesehatan, kewajiban masker, thermogun, pemetaan warga satuan pendidikan (komorbiditas, akses transportasi, lokasi tempat tinggal), dan persetujuan Komite Sekolah (orangtua peserta didik). "Tanpa persetujuan orangtua murid, sekolah tidak diperkenankan dibuka."

"Saya tegaskan, pembelajaran tatap muka bukan kembali ke sekolah dengan normal. Ada protokol kesehatan yang harus dipatuhi termasuk kapasitas 50% dari kapasitas normal. Karena itu diperlukan rotasi. Untuk PAUD maksimal 5 anak, dasar hingga menengah atas 18 anak, dan SLB 5 anak. Itu untuk kepentingan social distancing 1,5 meter," ujar Nadiem lagi.

Nadiem juga menekankan tidak boleh ada aktivitas berkerumun seperti kegiatan ekstra kurikuler, olahraga, orangtua yang menunggu di sekolah, bahkan kantin pun tidak boleh dibuka. Anak belajar lalu pulang.

Dalam pelaksanaannya, Pemerintah Daerah bisa memberlakukan secara serentak atau bertahap tergantung kesiapan satuan pendidikan dan kondisi penyebaran Covid-19 di daerahnya.

Menurut Nadiem, urgensi membuka sekolah di era normal baru ini harus dilakukan agar Indonesia terhindar dari learning loss dan dampak psikososial yang menimpa anak. "Kita tidak ingin ada satu generasi bangsa yang mengalami learning loss, kehilangan kesempatan belajar yang nantinya akan sulit mengejar ketertinggalannya bahkan bisa jadi tidak mampu mengejarnya saat kondisi kembali normal," kata Nadiem.

Ditambah lagi, berdasarkan survei yang dilakukan pada bulan Oktober, banyak orangtua bersikap skeptis PJJ akan efektif bagi pendidikan anak mereka. Akibatnya, banyak anak dikeluarkan dari sekolah. Demikian juga di tingkat PAUD, angka pendaftaran menurun drastis. Belum lagi masalah gap akses teknologi informasi antara kota-kota besar dan daerah terpencil.

Nadiem juga mengingatkan dampak psikososial yang menimpa anak jika sekolah tidak kunjung dibuka kembali. Banyak anak putus sekolah karena harus membantu orangtua mencari uang, kurangnya bersosialisasi dengan guru dan teman-teman menyebabkan stres pada anak, bahkan angka kekerasan pada anak di rumah meningkat selama sekolah ditutup.

Nadiem mengimbau para pemangku kepentingan mulai dari Pemerintah Pusat, Satgas, dan masyarakat sipil, Pemda (termasuk dinas pendidikan, dinas kesehatan, dan dinas perhubungan), sekolah, guru, juga para orangtua selalu melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan tatap muka di sekolah. Menurut Nadiem, kunci jangkarnya adalah kedisiplinan semua pihak.

Menanggapi paparan Mendikbud, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan pentingnya monitoring dan evaluasi secara berkala agar sekolah tidak menjadi klaster baru Covid-19. Mendagri juga mengimbau perlunya Pemda menyiapkan tempat karantina dan tempat perawatan yang memadai untuk berjaga-jaga ketika nanti sekolah dibuka kembali.

 

 




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News