Foto : Instagram@nadjani
Foto : Instagram@nadjani
KOMENTAR

PERKEMBANGAN busana muslim di Indonesia sangatlah pesat. Para pelaku yang bersaing di bisnis fesyen harus memiliki karakter khas untuk bisa bertahan dan memiliki pelanggan loyal.

Demikian pula yang dilakukan Nadya Amatullah Nizar sejak tahun 2008. Sebelum terjun ke bisnis busana muslim, Nadya terlebih dahulu mengelola distro busana perempuan bernama “Oglea” di kota tempatnya berdomisili, Bandung. Pada tahun 2010, Nadya memutuskan untuk memakai hijab. Lalu setahun setelah itu, Nadya mengambil keputusan besar dengan memberhentikan pengoperasian distro untuk berganti haluan menggeluti bisnis busana muslim.

Nadya menapaki dunia busana muslim dengan ciri khas yaitu motif printing penuh warna yang terinspirasi dari alam. Nadya menamakan brand busana muslim itu dengan nama “Nadjani” yang merupakan gabungan namanya dengan sang suami, Nizar.

Nadjani pertama kali dipasarkan pada suatu bazar, saat itu Nadya berhasil mengantongi omzet 43 juta rupiah dengan modal awal 10 juta rupiah. Menurutnya, bazar merupakan salah satu cara yang ampuh untuk memperkenalkan dan mempromosikan suatu produk.

Saat itu Nadya melihat antusiasme konsumen sangat baik terhadap produk yang ia buat. Nadya percaya, mengikuti bazar yang bagus dengan skala besar akan efektif untuk branding produk sekaligus meningkatkan kepercayaan customer.

Nadjani didominasi pakaian dengan potongan loose dan dipenuhi motif abstrak dengan sentuhan warna-warni yang ceria. Bahan yang biasa digunakan adalah katun toyobo dan katun rayon karena keduanya nyaman dan tidak panas ketika dipakai.

Dalam menjalankan bisnisnya, Nadya harus bisa membaca tren yang sedang berlangsung ataupun kebutuhan konsumen. Seperti saat ini, Nadya mencoba untuk berpikir dan melihat peluang di tengah kondisi pandemi. Sempat mengalami penurunan penjualan cukup drastis akibat gerai-gerai yang harus tutup, Nadya dan timnya berpikir kreatif mensiasati kondisi yang ada.

Ia melihat saat ini lebih banyak perempuan memilih menyibukkan diri di dapur dengan memasak. Alih-alih membeli pakaian baru, masyarakat akan lebih tertarik membeli sesuatu yang mereka butuhkan, salah satunya adalah celemek masak.

Nadya menceritakan, pada awalnya dirinya dan tim telah menyiapkan koleksi busana Idul Fitri untuk dijual. Namun dikarenakan ada pandemi yang mewajibkan masyarakat untuk #dirumahaja dan bersilaturahim secara virtual, baju lebaran kurang ‘bermagnet’ seperti tahun-tahun sebelumnya.

Nadya kemudian memanfaatkan sisa bahan pembuatan baju lebaran untuk membuat celemek masak yang ternyata mendapat respons luar biasa dan dicari banyak orang. Nadya menyebutkan dari total jumlah celemek yang ia jual sebanyak 1.300 buah, semua habis terjual hanya dalam waktu 2 hari.

Dan tentu saja untuk menaati peraturan pemerintah tentang penggunaan masker, Nadjani juga memproduksi masker kain printing dengan beragam motif memikat. Tidak jauh berbeda seperti celemek, penjualan masker kain produksi Nadjani terbilang spektakuler. Sebanyak 2000 masker sold out hanya dalam waktu 2 menit!

Kreativitas Nadya tak berhenti. Ia juga memproduksi set busana olahraga dan jaket dengan tetap setia pada letupan warna-warni di setiap desain Nadjani. Motif penuh warna tersebut seolah menjadi penyemangat bagi pemakainya untuk tetap sehat, tetap produktif, dan selalu tersenyum sekali pun di masa sulit pandemi.

Untuk menjadi pengusaha yang sukses tidaklah mudah. Nadya Amatullah Nizar berhasil membuktikan kegigihannya dengan memanfaatkan peluang dalam kondisi apa pun.




Strategi Pemasaran Brand Kecantikan untuk Menarik Rasa Penasaran Gen Z

Sebelumnya

Shandy Purnamasari Terus Berinovasi Tingkatkan Kualitas Produk MSGLOW

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga