SEJAK tahun 1967 grup musik Bimbo terlahir, yang mungkin di antara kita malah belum hadir di dunia yang fana ini, dan hingga kini lagu-lagu religinya seperti menjadi keabadian.
Apalagi di bulan suci Ramadhan, lagu berjudul Sajadah Panjang seperti menu wajib yang sering bergema di mana-mana. Liriknya menggambarkan kepasrahan dan penghambaan yang tiada berbatas.
Sebagaimana hukum alam, grup Bimbo suatu saat akan usai, dan sebagai manusia biasa personilnya satu per satu akan purnatugas. Tetapi, insyallah, lagu Sajadah Panjang akan terus mengisi relung-relung batin hamba-hamba-Nya.
Ada sajadah panjang terbentang Dari kaki buaian Sampai ke tepi kuburan hamba Kuburan hamba bila mati. Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan sujud Di atas sajadah yang panjang ini Diselingi sekadar interupsi
Sejatinya hidup kita adalah di atas sajadah, sebagai refleksi penghambaan kepada Allah semata. Kalau pun ada kegiatan lain entah itu berdagang, bertani, berlayar, dan lain-lain hanyalah interupsi alias selingan, untuk kembali kepada sajadah.
Setidaknya lima kali dalam sehari seorang muslim akan hadir di sajadahnya, akan lebih banyak lagi durasinya bila ditambah dengan shalat-shalat sunnah.
Namun akan lebih berharga jika kita menyediakan lebih banyak waktu untuk bersimpuh di sajadah, menenggelamkan diri dalam haribaan Tuhan dan meraup kesejukan dari pancaran iman. Sehingga setiap pori-pori di sekujur tubuh meresapi kesyahduan yang dilimpahkan Ilahi.
Dalam deru-debu kehidupan, manusia mungkin saja akan jatuh, gagal atau kalah dan sebagainya. Tetapi di atas sajadah kita akan selalu meraih kemenangan sejati, karena tenteram dalam pelukan cinta-Nya.
Maka perbanyaklah waktu di hamparan sajadah, bahkan di luar waktu shalat, agar dapat bermunajat tanpa terusik dengan beban duniawi. Sebagaimana Nabi Muhammad dan para sahabat menghabiskan banyak waktu mereka di atas hamparan sajadah, bahkan melakukan berbagai aktifitas kebaikan di masjid.
Panggilan azan bukan sekadar untaian kalimat berbahasa Arab, melainkan seruan Ilahi agar kita kembali kepada sajadah cinta, untuk berjumpa dengan Rabbi. Di atas sajadah kita akan mengembalikan hidup kepada Yang Maha Hidup, mendapatkan kekuatan dari Yang Maha Kuasa, memperoleh cinta dari Yang Maha Pengasih Maha Penyayang.
Imam al-Ghazali dalam bukunya Rahasia Shalatnya Orang-orang Makrifat menerangkan, bahwa sujud merupakan rahasia shalat dan merupakan rukun yang paling agung. Ia juga menjadi penutup rakaat. Rukun lainnya merupakan pengantar saja, sedangkan sujud merupakan tujuan utamanya.
Lalu di manakah kita bersujud? Ya, sujud kita adalah di sajadah. Lalu apa yang kita peroleh dari sujud di sajadah yang demikian panjangnya, yang saking panjangnya terbentang sampai ke liang lahad?
Nasaruddin Umar dalam buku Shalat Sufistik mengungkapkan, bahwa bagi Ibnu Arabi, sujud adalah simbolisasi penghayatan kita terhadap asal usul penciptaan kita yang berasal dari tanah. Orang-orang yang sujud sesungguhnya telah diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengikis kesombongan dan keangkuhan. Sehebat apa pun manusia akan kembali ke tanah. Orang-orang yang sering kali bersujud seharusnya tidak lagi memelihara sikap egois (annaniyah) dan perasaan ujub (inniyyah).
Setelah berhasil memusnahkan egois dan ujub sebagai berkah dari sujud di sajadah, maka kita akan lebih kuat menjalani kehidupan. Karena kita hanya tunduk kepada Allah, bukan kepada dunia dan pernak-perniknya yang menipu.
Robert Frager, atau yang dikenal juga dengan Syeikh Ragip Freger, mengungkapkan pada buku Sufi Talks (Obrolan Sufi), bahwa kita sering berbicara tentang tunduk pada kehendak Tuhan. Kita biasanya menanggapi rasa sakit dan penderitaan dengan sikap marah atau mengasihani diri sendiri. Kita dapat saja menyikapinya dengan menatakan, "Ini berjalan sesuai dengan kehendak Allah.”
Namun, kita kerap mengedapankan nafsu dan tidak berusaha menyerahkan diri kepada Allah. Perasaan kita akan menjadi lebih baik dan lebih nyaman jika menyadari bahwa hanya manusia yang mampu bersikap pasrah. Kita semua punya kapasitas untuk hidup di dunia dan selalu mengingat Tuhan. Kita dapat menggunakan semua pengalaman untuk membuat kita lebih dekat kepada Tuhan.
Kita menjadi kuat berkat penyerahan diri yang total kepada Tuhan dalam sajadah cinta-Nya. Kelak bila kepayahan dengan intrik dunia, bukannya menyerah, tetapi kita akan kembali tersungkur di sajadah, tenggelam dalam dekapan makrifat-Nya.
Dari itu, masih pada lirik Sajadah Panjang tercantum:
Mencari rezeki mencari ilmu Mengukur jalanan seharian Begitu terdengar suara azan Kembali tersungkur hamba
Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan rukuk Hamba sujud dan lepas kening hamba Mengingat Dikau sepenuhnya
Di antara pengamat menyebutkan kelebihan lagu Bimbo terdapat pada vokal yang bagus, melodi yang menawan dan lirik yang indah. Misalnya, lirik Sajadah Panjang amatlah indah, dan amat wajar bait-baitnya menyentuh hati, tak terlepas dari pencipta liriknya sastrawan Taufiq Ismail.
Namun, kelebihan lain yang sulit disaingi adalah perkara soul atau penjiwaan. Menyanyi dengan jiwa akan berbeda sentuhannya dibanding nyanyian mengandalkan suara indah belaka.
Faktor soul inilah yang perlu kita hadirkan tatkala berada di sajadah. Dengan penjiwaan yang sempurna kita akan melihatnya bukan lagi tikar, melainkan hamparan kecintaan kepada Ilahi Rabbi. Semoga kita menemukan sajadah panjang masing-masing, aamiin.
KOMENTAR ANDA