AYO kita tebak: ia segera tanda tangan atau tidak. Agar UU baru yang diputuskan Rabu kemarin bisa dilaksanakan. Yakni bahwa perusahaan Tiongkok harus keluar dari pasar modal Amerika.
Bola itu kini ada di meja Presiden Donald Trump. Kalau UU itu dibuat Kongres tahun lalu pasti Trump langsung menandatanganinya. Dalam satu harmal.
Tapi situasi sekarang sudah berbeda. Trump sudah kalah di Pemilu 3 November lalu. Trump kini harus berhitung: seberapa UU baru itu akan menguntungkan Biden.
Tapi Amerika tetap Amerika. Siapa pun presidennya. Pun setelah Joe Biden terpilih. Hubungannya dengan Tiongkok tidak bisa langsung pulih.
Dan Amerika tetap Amerika. Ia selalu punya alasan mengapa perusahaan Tiongkok tidak boleh mengeruk uang Amerika. Lewat pasar modal di New York.
Kali ini alasan itu sangat masuk akal. Soal disiplin akuntansi. Amerika tidak mau kecolongan: perusahaan Tiongkok menggarong pasar modal Amerika. Lewat atur-atur pembukuan. Maka prinsip akuntansi yang sehat harus ditegakkan.
Apalagi Amerika sudah punya Public Company Accounting Oversight Board. Yakni satu badan untuk menilai apakah praktik akuntansi di sebuah perusahaan publik sudah benar.
Badan itu dibentuk hampir 20 tahun lalu. Yakni setelah pasar modal kecolongan besar-besaran oleh perusahaan Amerika sendiri: Enron Corp.
Lahirnya UU baru kali ini kelihatannya berangkat dari asumsi bahwa sistem akuntansi di perusahaan Tiongkok tidak seketat perusahaan Amerika –pasca Enron. Tapi asumsi itu harus diuji –apakah benar begitu.
Karena itu lahirnya UU baru tersebut tidak langsung berlaku sekarang. Amerika memberi waktu transisi tiga tahun.
Itulah sebabnya mengapa UU baru tersebut tidak otomatis membuat saham perusahaan Tiongkok rontok. Saham Alibaba, misalnya, hanya turun 1 persen. Yang lain-lain turun tidak sampai 1 persen.
Memang tenggat waktu yang diberikan sangat cukup. UU tersebut tidak langsung berlaku sekarang. Biar pun, misalnya, Trump mengesahkannya hari ini.
Waktu tiga tahun untuk perusahaan-perusahaan itu sangat cukup. Untuk bisa membenahi diri. Juga untuk menyiapkan jalan keluar. A) Apakah akan pilih menaati sistem akuntansi yang ditetapkan. B) Apakah akan pindah ke pasar modal di negara lain, misalnya Hong Kong. C) Apakah akan go private.
Alibaba, misalnya, memilih untuk taat aturan akuntansi di sana. Pun selama ini Alibaba merasa sudah menuruti sistem itu. Perusahaan akuntan yang dipakai Alibaba adalah perusahaan akuntan Amerika: PricewaterhouseCoopers (PwC). Lewat cabangnya yang di Hong Kong.
Pun perusahaan Tiongkok yang IPO di New York lainnya. Umumnya sudah memakai perusahaan akuntan dari Amerika atau Eropa. Mereka sendiri tidak berani tidak pakai mereka. Takut sahamnya tidak dipercaya. Tidak laku.
Maka banyak perusahaan akuntan Amerika yang akan dirugikan kalau mereka tidak bisa lagi masuk pasar modal New York.
Empat besar perusahaan akuntan Barat kini terus melakukan loby dua arah: ke Amerika sendiri dan ke Tiongkok. Mereka harus mengamankan pasar mereka yang sangat besar dari Tiongkok itu.
Salah satu materi lobi itu adalah ketentuan baru ini: perusahaan yang IPO di Amerika harus mau diperiksa kembali pembukuan mereka. Selama tiga tahun ke belakang.
Kalau ketentuan itu diberlakukan jangan-jangan banyak perusahaan yang harus hengkang dari pasar modal Amerika.
Audit tiga tahun ke belakang itu sendiri akan menjadi kesibukan yang luar biasa. Kalau saja kemudian ditemukan ketidakberesan, bagaimana? Itu tidak hanya mencoreng perusahaan Tiongkok tapi juga siapa yang selama ini mengaudit mereka: perusahaan-perusahaan akuntan Amerika itu sendiri.
Saya sendiri melihat UU baru ini ternyata tidak sekeras yang saya bayangkan. Semula, saya pikir, alasan yang dipakai adalah keamanan nasional. Nyatanya soal akuntansi. Soal yang sangat profesional.
Padahal banyak perusahaan Tiongkok yang juga telanjur mengira sangat keras. Mereka sudah ancang-ancang melakukan dual-listing. Di samping sudah di New York masih mencatatkan nama di bursa Hongkong.
Sebenarnya sudah lama perusahaan Tiongkok masuk pasar modal Amerika. Sudah sejak 1993. Tapi kian hari memang kian banyak saja.
Sampai hari ini sudah ada 354 perusahaan Tiongkok yang IPO di New York. Mereka berhasil mengeruk dana murah sebesar 88,5 miliar dolar. Lebih dari Rp 1.000 triliun.
Selama delapan bulan terakhir saja, pun di masa Covid-19 ini, mereka bisa meraik dana 5,25 miliar dolar.
Tentu masih terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab. Misalnya kalau mereka nanti dicoret dari pasar modal. Bagaimana nasib para pembeli sahamnya.
KOMENTAR ANDA