Pengusaha muda M Ravie Cahya Ansor/Farah
Pengusaha muda M Ravie Cahya Ansor/Farah
KOMENTAR

MEMULAI dan menjalankan bisnis tidak semudah membalikkan telapak tangan. Meski begitu ada banyak cara untuk mempermudah hal tersebut.

Seperti cerita seorang pengusaha muda asal Lampung, M Ravie Cahya Ansor. Bersama dengan ibundanya, Rospawati, Ravie menjalankan bisnis rumahan untuk memproduksi camilan kripik ikan patin dengan label "Rafins" sejak tahun 2018 lalu.

Dalam program Jendela Usaha bertajuk "Dari 100. Hingga 10 Ribu Pcs, Ke Seluruh Indonesia" yang dilaksanakan oleh Kantor Berita Politik RMOL pada Rabu (16/12), Ravie membagikan ceritanya saat memulai bisnisnya tersebut.

"Saya senang traveling dan makan, hal itulah yang memutuskan saya untuk kemudian memulai usaha di bidang food and beverage. Namun saya lebih dulu melakukan riset sebelum benar-benar memutuskan untuk membuka bisnis apa," ujar Ravie.

Menurutnya, riset merupakan hal yang tidak boleh dipandang sebelah mata sebelum membuka usaha, tujuannya adalah untuk memastikan bahwa produk yang akan kita buat sesuai dengan permintaan pasar.

"Saya riset soal makanan seperti apa yang lagi happening untuk membantu percepatan usaha saya. Pada saat itu (tahun 2018) di Singapura nge-tren makanan fish skin yang sampai-sampai pembelinya mengatre dan dibatasi pembeliannya. Padahal harganya sekitar Rp 160 ribu per 100 gram," paparnya.

Bahkan, sambung Ravie, di Indonesia sendiri ada jasa titip (jastip) yang menawarkan dengan harga hingga Rp 200 ribu per 100 gram.

"Saya coba cari solusi dari masalah yang ada, dengan membaca pasar Indonesia yang lebih luas. Kita bawa konsep serupa ke Indonesia dengan campaign lokal dan harga yang lebih masuk ke market Indonesia," paparnya.

Dia menekankan soal pentingnya riset sebelum memulai bisnis.

"Ibaratnya, agama butuh dalil, bisnis butuh data. Data itu kita peroleh melalui riset," tandasnya.

Berbekal riset tersebut, dia pun mulai membuat camilan kripik kulit ikan patin dan menjajakannya ke taman-temannya di kampus.

Setelah banyak. mendapat tanggapan postif, Ravie tetap melanjutkan riset mengenai harga yang layak bagi produknya. Setelah itu dia baru mulai memasarkannya kepada publik dengan mengajak serta ibunda.

"Saya percaya bahwa mau iklan kita sebagus apapun tapi produk makanan yang kita jual ini tidak enak, sama saja akan percuma," demikian Ravie.




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News