SETIAP usaha harus dilakukan dengan niat yang kuat dan serta konsisten. Prinsip itu yang selalu ditekankan sang suami, partner kerja Ayu Prameswari, pengusaha makanan olahan abon vegetarian asal Solo.
"Bermula dari kesukaan saya makan sayuran. Terus kepikiran buka usaha makanan yang jauh dari daging, sekaligus membantu ibu-ibu yang kesehariannya menghindari makan daging, ujar Ayu, dalam acara diskusi Jendea Usaha yang disiarkan Kantor Berita Politik RMOL pada Rabu (23/12).
Tetapi ternyata tidak mudah. Mencapai rasa dan kualitas yang baik itu tidak semudah memasak biasa di dapur. Dari mulai memilih bahan baku, menentukan cita rasa, menentukan kemasan yang baik yang aman untuk produk, sampai merintis pemasarannya.
Sang suami yang menyambut baik ide membuka usaha itu terus mendukungnya. Dukungan suami itu pula yang membuat Ayu yakin menjalani bisnis yang dimulai setahun lalu.
"Kami selalu berdiskusi, kurangnya di mana, apanya yang harus diperbaiki, bagaimana pemasarannya, banyaklah. Saat berdiskusi itu kami bersikap layaknya partner kerja. Pesan suami adalah harus konsisten kalo sudah punya usaha, katanya," ujar Ayu.
Konsisten itulah yang diusung Ayu selama menjalani usaha ini. Setelah satu tahun berjalan dan menunjukkan hasil, tidak diduga pandemi melanda. Penjualan anjlok yang berarti mengalami kerugian besar.
"Produk kita itu kan bahan bakunya dari bahan sayuran segar. Jantung pisang yang baru dipanen langsung olah, cempedak yang baru dipetik langsung olah, jadi nggak ada bahan baku yang disimpan dulu. Semua langsung diolah. Pas pandemi, penjualan anjlok, mau nggak mau produksi juga harus berkurang. Lalu dampaknya merembet ke semuanya, termasuk pengurangan karyawan," kisahnya.
Namun, tekat untuk terus konsisten itulah yang membuatnya tidak menyerah. Dengan karyawan yang tersisa, Ayu terus melanjutkan usahanya. Bersama suami, Ayu mencari peluang pemasaran. Salah satunya bekerjasama dengan Pemda setempat.
Bersama sang suami juga Ayu memikirkan kemasan produknya.
Awalnya, produk dikemas dalam kemasan plastik. Ternyata kemasan plastik memiliki kekurangan, di antaranya mempengaruhi kwalitas abon dari rasa, aroma dan daya tahannya.
Kini kemasannya menggunakan tabung (tube) dengan berat isi sebanyak 100 gram.
"Kami harus menyiasati bagaimana cara untuk mendapatkan kwalitas abon yang premium. Pada akhirnya melalui trial and error yang hampir 6x ganti kemasan, jatuhlah pilihan kami pada kemasan tube atau tabung ini dengan pertimbangan-pertimbangan tadi," terang Ayu.
"Intinya kemasan kita kemasan adalah eco friendly," tutupnya.
KOMENTAR ANDA