PANDEMI adalah pendidikan yang diberikan Allah kepada umat manusia. Serangkaian proses pembelajaran yang semestinya dapat diserap dengan baik dan menjadi kebiasaan baru untuk menapaki masa depan.
New normal sejatinya bukan lagi sekedar tagline. New normal akan menjadi jalan hidup kita selepas pandemi. Sebuah gaya hidup baru yang lebih baik di segala bidang. Karena itulah kita hendaknya dapat menjalani pendidikan pandemi dengan sebaik-baiknya.
Dalam kajian tentang pendidikan keluarga dan anak selama pandemi, Dr. Syafiq Riza Basalamah, MA mengingatkan bahwa pandemi adalah sebuah pendidikan dari Rabbul Alamin. Satu cara Allah Swt. untuk mendidik hamba-hamba-Nya. Mengajak introspeksi diri. Memperbaiki yang salah. Menyempurnakan yang kurang.
Pandemi bukan sekadar pembelajaran untuk menemukan vaksin dan obat untuk menghilangkan Covid-19. Karena Covid-19 ini masih akan tetap ada, entah sampai kapan. Bahkan kini, ketika vaksin sudah ada di tengah-tengah masyarakat dunia, kita dikejutkan dengan penemuan varian baru Covid-19 yang disebut-sebut lebih ganas dan lebih mematikan. Subhanallah.
"Dan pasti Kami menimpakan sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (Q. S. As-Sajdah: 21)
Berdasarkan ayat di atas, jelaslah bahwa segala bentuk pendidikan yang diberikan oleh Allah Swt. sekali pun dalam bentuk ujian, musibah, maupun azab semua memiliki satu tujuan yaitu mengembalikan manusia ke jalan yang benar.
Pertanyaannya kemudian adalah "apakah kita termasuk orang yang naik kelas dari pendidikan pandemi atau tinggal kelas?"
Mari melakukan refleksi diri tentang pendidikan selama pandemi, terutama pendidikan bagi keluarga. Pendidikan hakikatnya adalah proses yang berjalan seumur hidup kita. Bagi kita yang kini menyandang predikat sebagai orangtua, proses pendidikan anak seharusnya sudah bisa dimulai jauh sebelum hadirnya anak dalam hidup kita. Yaitu dimulai saat kita memilih pasangan hidup yang baik.
Ketika pandemi membuat kondisi keuangan keluarga terguncang karena kepala keluarga dipecat, istri yang salehah akan menguatkan dengan mengatakan "bismillah kita akan kuat menghadapinya bersama". Sebaliknya, salah memilih pasangan akan membuat tiada hari tanpa pertengkaran karena tidak tahan dengan ujian ekonomi yang dihadapi.
Salah satu hikmah terpenting pandemi adalah mengingatkan kembali tanggung jawab orangtua sebagai pendidik anak-anak. Selama ini ayah (dan ibu) sibuk mencari uang dari pagi hingga sore, bahkan tak sedikit yang baru pulang ke rumah di malam hari.
Pendidikan anak diserahkan kepada sekolah, nenek dan kakek, pengasuh, atau guru yang bertugas di daycare. Pandemi menyadarkan orangtua tentang posisi strategis seharusnya bisa dimaksimalkan untuk mendidik anak-anak.
Namun yang harus orangtua perhatikan adalah tujuan pendidikan yang kita terapkan dalam keluarga. Jangan sampai kita 'dimabukkan' dengan kepentingan dunia hingga kita semata menekankan pentingnya nilai akademis tinggi dan softskill mumpuni agar anak-anak kelak bisa berkompetisi di dunia kerja.
Dalam ayat ke-6 surah At-Tahrim terpatri tujuan mendidik anak yaitu menyelamatkan keluarga dari siksa api neraka. Lantas bagaimana cara orangtua menyelamatkan keluarganya dari azab neraka? Mari membuka surah Luqman ayat 13-19 untuk melihat apa saja yang harus masuk dalam 'kurikulum' pendidikan keluarga muslim?
• Mendidik anak tentang keimanan agar anak memahami tauhid dan meyakini Allah Maha Esa.
• Mendidik anak untuk menghormati dan berbakti pada kedua orangtua sekali pun orangtua memilih jalan keimanan yang berbeda dari kita.
• Mendidik anak untuk memperbanyak amal saleh dan menjauhkan diri dari maksiat karena setiap perbuatan, sekecil apa pun, akan ada balasannya dari Allah Swt.
• Mendidik anak tetap dalam shalat dan sabar.
• Mendidik anak untuk tidak sombong dan tidak menjadi pribadi pribadi yang kasar dalam tutur kata.
Kita mendengar cerita dari mereka yang sudah sembuh dari Covid-19 bahwa gejala berat yang dialami adalah kesulitan bernapas seperti orang yang akan tenggelam. Namun tak banyak dari kita mengetahui bahwa siksa neraka yang paling ringan menurut penuturan Rasulullah saw. adalah bara api yang diletakkan di bawah kedua telapak kaki manusia. Dalam kondisi hidup, manusia merasakan bagaimana api membakar kaki, perut, dada, berikut organ-organ tubuh di dalamnya hingga akhirnya otak pun mendidih. Naudzubillah. Sungguh jauh perbandingannya, bukan?
Karena itulah mari kita selalu mendidik keluarga kita sesuai tujuan yang diamanahkan Allah Swt. Kita tentu tidak menginginkan diri kita dan keluarga merasakan azab di dunia berupa pandemi sebelum nanti merasakan pedihnya azab di akhirat.
Mari kita selalu mendekatkan diri kepada Allah dan bertaubat. Jadikan diri kita sebagai muslim yang jauh lebih baik dibandingkan diri kita di awal tahun 2020. Mari menguatkan hati agar tak lelah berdoa... semoga kita termasuk golongan umat manusia yang naik kelas dari pendidikan pandemi Covid-19 dan merasakan rahmat-Nya hingga ke masa depan.
KOMENTAR ANDA