SETIAP anak adalah anugerah bagi orangtuanya. Bagaimana pun kondisi anak, sesulit apa pun tantangan yang dihadapi dalam mendidik anak, orangtua akan berjuang untuk memberikan masa depan cerah bagi buah hatinya.
Tidak terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Mereka adalah permata hati orangtua. Belahan jiwa yang senantiasa dicintai dan dikasihi orangtua. ABK adalah anugerah yang kehadirannya tak boleh alpa untuk disyukuri.
Setiap orangtua yang mendapati buah hatinya mengalami masalah dalam proses tumbuh kembang tidak bisa lepas dari rasa was-was. Juga tak bisa diingkari hadirnya kesedihan di dasar hati.
Banyak orangtua kemudian memilih menyangkal fakta dan diagnosis dari dokter maupun psikolog saat buah hati mereka dinyatakan sebagai ABK. "Dia pasti sembuh, kondisi ini hanya sementara" atau "Mana mungkin dia ABK sedangkan kami orangtuanya tidak ada masalah apa pun" dan seabrek penyangkalan lain memenuhi hati orangtua.
Memang tak ada seorang pun menganggap mudah. Terlebih lagi kita hidup di tengah masyarakat yang masih dipenuhi stigma ABK adalah penyakit bahkan aib. Padahal sama sekali bukan. Kondisi khusus yang dialami anak disebabkan karena adanya masalah pada neurologis. Yang dibutuhkan adalah konsistensi untuk menstimulasi ABK agar mereka bisa beradaptasi dengan nyaman, tumbuh, berkembang, dan maju.
Bagaimana sebenarnya bentuk dukungan yang dibutuhkan ABK dan orangtua ABK dari masyarakat umum?
Founder Homeschooling Cindera Jiwa Arnold Syamsir menyebutkan yang terpenting adalah pengertian luar biasa dari masyarakat untuk bisa melakukan dua hal.
Pertama, menerima ABK dengan perasaan tulus. "Saat ini masih banyak yang menghindar, merasa tidak nyaman, bahkan menganggap kondisi ABK sebagai penyakit menular," ujar Arnold dalam ZoomTalk Farah.id bertajuk "Anakku Berkebutuhan Khusus, Aku Harus Bagaimana?" (06/01/2021).
Saat ini sebenarnya sudah banyak informasi yang beredar di internet tentang ABK. Jumlah ABK pun semakin banyak ditemui di tengah masyarakat. Sungguh tidak bijak bila kita masih saja menjauhi ABK, memandang sebelah mata, atau menghina.
Menerima dengan tulus kehadiran ABK di sekitar kita adalah satu bentuk support terhadap ABK dan orangtuanya. Ajarkan anak-anak kita untuk memahami dan bersahabat dengan ABK.
Itulah sebuah persahabatan istimewa yang melintasi segala bentuk perbedaan dan hambatan.
Kedua, mendengarkan kesedihan dan kegelisahan yang dirasakan orangtua ABK. Ya, tentulah tak ada yang lebih menenteramkan batin selain hadirnya seseorang yang sudi mendengarkan keluh kesah dan luapan perasaan kita.
Orangtua ABK seringkali menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan dalam menangani si buah hati. Mereka butuh untuk melepaskan stres. Mereka ingin mencurahkan isi hati agar kegelisahan berkurang dan semangat kembali menyala. Kita punya bahu untuk tempat mereka bersandar dan berbagi kisah. "Bantulah orangtua ABK dengan mendengarkan apa yang mereka rasakan," ungkap Arnold.
Membumikan rasa untuk menerima dan mendengarkan akan memupuk ketulusan kita terhadap ABK dan orangtua mereka. Berawal dari menjalin silaturahim dan menyemangati, semoga kelak kita bisa membantu mereka untuk berdaya di lingkungan masyarakat.
KOMENTAR ANDA