Dengan energi tauhid, anak tidak akan gentar dengan topan badai kehidupan. Dengan bekal tauhid yang lurus, anak akan punya tempat bergantung yang tinggi, yaitu Allah/ Net
Dengan energi tauhid, anak tidak akan gentar dengan topan badai kehidupan. Dengan bekal tauhid yang lurus, anak akan punya tempat bergantung yang tinggi, yaitu Allah/ Net
KOMENTAR

APAKAH tugas utama orangtua kepada setiap anaknya?

Memang bukan anak yang memberi tugas kepada orangtua, melainkan Allah. Anak bukanlah milik orangtua, anak itu milik Allah yang dititipkan kepada orangtua. Kita tidak mungkin dong bermain-main dengan titipan yang merupakan milik Tuhan.

Baiklah, kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan anak titipan Tuhan.

Sebenarnya anak adalah ciptaan Allah. Tuhan yang meniupkan ruh, hingga menjadilah janin itu bernyawa. Tanpa ruh dari Allah itu hubungan suami istri hanya mengasilkan peluh keringat belaka. Jangan bermain-main dengan urusan anak, karena pada jasadnya telah ditiupkan ruh Tuhan.

Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Shad ayat 72, yang artinya, “Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan ruh (ciptaan)-Ku kepadanya.”

Karena anak merupakan milik Tuhan, maka orangtua sebagai hamba Allah memiliki beberapa tugas yang utama terhadap anak-anaknya, di antaranya:

Pertama, menyembah Allah dan menunaikan syariat agama.

Tugas ini bukan main pentingnya, bahkan hingga di detik terakhir ajal menjelang, tugas ini tetap ditunaikan. Sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 133, yang artinya, “Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya’kub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”

Inilah yang disampaikan Nabi Ya’kub kepada anaknya, “Maa ta’buduuna mim ba’di?” Maksudnya, “Apa yang engkau sembah setelah kematianku?”

Sayangnya, sebagaimana yang sering diulas oleh Da’i Sejuta Umat, KH. Zainuddin MZ., daripada akidah anaknya, orangtua lebih khawatir urusan perut mereka. Sehingga pertanyaannya berubah menjadi, “Maa ta`kuluuna mim ba’di”, artinya, “Apa yang engkau akan makan sepeninggalku?”
Sangat berbeda kan dengan pesan Nabi Ya’kub?

Pada kitab Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, bahwa tatkala Ya'kub menjelang kematian, dia berwasiat kepada anak-anaknya supaya menyembah Allah Yang Esa tiada sekutu bagi-Nya. [Anak-anaknya menegaskan], kami mengesakan ketuhanan-Nya dan kami tidak menyekutukan-Nya dengan apapun selain Dia. “Dan hanya kepada-Nyalah kami berserah diri,” yakni tunduk dan taat.

Maka tugas utama orangtua adalah menanamkan tauhid di sanubari anaknya, dan menjauhi kemusyrikan. Dengan energi tauhid, anak tidak akan gentar dengan topan badai kehidupan. Dengan bekal tauhid yang lurus, anak akan punya tempat bergantung yang tinggi, yaitu Allah.

Kedua, memberikan penghidupan yang baik.

Anak tergolong makhluk hidup, yang butuh nafkah guna melanjutkan kehidupannya yang berkualitas. Orangtua tidak dituntut harus kaya baru punya anak, karena ada juga orang kaya yang malah abai dengan kebutuhan anaknya. Orangtua ditugaskan Allah untuk berjuang memberikan penghidupan yang baik dan tidak boleh memandang anak sebagai beban.

Sebagaimana dalam surat al-Isra ayat 31, yang artinya, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu.”

Ahmad Izzan dalam buku Metodologi Ilmu Tafsir menerangkan, bahwa untuk menghilangkan rasa takut dalam diri orang kaya terhadap kemiskinan, ayat ini menegaskan bahwa Allah-lah yang akan memberi rezeki kepada anak-anak mereka, bahkan orangtua pun pasti mendapatkannya.

Orang-orang miskin yang sedang mengalami kelaparan sekalipun tidak boleh membunuh anak-anaknya dengan alasan apapun, termasuk karena kelaparan yang sedang dialaminya. Allah menjamin bahwa Dia-lah yang akan memberi rezeki kalian dan anak-anak mereka.

Jika orangtua sedang miskin, maka yakinlah Allah yang akan menjadikan kaya. Bukankah Allah Maha Kaya!? Makanya jangan berpikir anak itu beban, karena sejatinya kita sebagai orangtua yang menumpang dari rezeki anak.

Ketiga, mendidik dengan benar.

Mungkin di antara orangtua berpikir mendidik itu tugasnya sekolah, pesantren, dan lembaga pendidikan lainnya. Dan ternyata tugas utama mendidik itu di tangan orangtua. Maka, ayah bunda tidak dapat berlepas diri dalam urusan pendidikan anak, hanya karena mampu mengucurkan banyak uang. Tidak!

Tidaklah demikian!

Dari itu kesibukan tidak boleh membuat kita abai dengan tugas utama dalam mendidik anak. Tidak ada kata sibuk untuk menggantikan kewajiban mendidik buah hati.

Rasulullah, pada saat menunaikan tugas sebagai kepala negara, sekaligus pula beliau mendidik putrinya agar jujur dan taat hukum. Maka, dalam urusan mendidik anak, Rasulullah menegaskan pentingnya akhlak yang mulia. Tanpa akhlak, pendidikan bagaikan buih di lautan.

Tugas-tugas utama ini memang bukan perkara mudah, tetapi setiap orangtua akan menjadi manusia utama di hadapan Allah, di mahkamah akhirat kelak, setelah berupaya keras menunaikan tugas yang amat mulia ini.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur