SADARKAH kita bahwa maut begitu dekat?
Belum juga genap satu bulan memasuki tahun 2021, lembar kehidupan kita sudah diwarnai banyaknya berita duka. Ada tragedi jatuhnya Sriwijaya Air SJ182 dengan 62 korban jiwa. Baru empat menit pesawat lepas landas, kecelakaan tidak bisa dihindari. Banyak keluarga dilanda kesedihan yang terperi.
Lalu hari ini, 14 Januari 2021, Indonesia kembali dikejutkan dengan kabar duka yaitu meninggalnya Syekh Ali Jaber. Beliau dikenal sebagai pendakwah yang seumur hidupnya dibaktikan untuk syiar Islam.
Melalui dakwah yang menyejukkan hati serta kajian ayat quran dan hadis yang jelas dan terperinci, sosok Syekh Ali Jaber menjadi oasis di tengah carut-marut kehidupan manusia saat ini.
Meneladani seorang Syekh Ali Jaber berarti kita memikirkan kembali apa yang sudah kita perbuat semasa hidup di dunia. Kehidupan yang disebut para ulama bagaikan mimpi. Ya, kehidupan yang kita jalani di dunia ini hanyalah bunga tidur yang sesungguhnya terjadi hanya sekejap.
Akan tiba saatnya nanti kita terbangun dari mimpi dunia, yaitu ketika kita sudah masuk ke liang kubur. Kita terkejut. Kita tak percaya. Kita tersadar. Namun semua sudah terlambat.
Otak kita berpikir keras... kita sibuk bertanya-tanya. Bukankah barusan kita masih bercengkerama dengan anak kita? Bukankah baru kemarin kita mendapatkan promosi di kantor? Bukankah kita baru saja keluar rumah untuk pergi berlibur? Lalu mengapa kini kita terdiam sendiri dalam liang lahat?
Barulah kita sadar dan memahami bahwa kita telah meninggalkan dunia. Barulah kita menyadari bahwa kematian adalah nyata. Sebuah kepastian yang waktunya hanya diketahui Sang Khalik.
Tak ada lagi yang bisa kita mintai pertolongan. Cahaya yang menerangi kita di alam kubur berasal dari amal saleh kita. Bukan tak mungkin kita bingung melihat pendar cahaya yang memudar, sementara kita merasa telah banyak berbuat kebaikan selama menjalani episode mimpi di dunia.
Ibnu Umar ra. Berkata: "Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah saw., tiba-tiba datang seorang laki-laki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi dan bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?" Rasulullah menjawab, "Yang paling baik akhlaknya." Kemudian ia bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling cerdas?" Rasulullah menjawab, "Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas." (H. R. Ibnu Majah, Thabrani, Al-Haitsamiy)
Apakah kita tergolong mukmin yang paling utama atau mukmin paling cerdas? Sangat menakutkan bila jawaban kita adalah kita hanya hamba yang 'biasa-biasa' saja. Masih sering berburuk sangka pada sesama, sering mencaci orang lain melalui komentar negatif di media sosial, mangkir dari janji, juga tak jarang menyepelekan kepentingan orang lain.
Ingat mati? Rasanya hanya sesekali saat ada sanak keluarga yang meninggal dunia kita merasakan kesedihan, tapi sebatas itu. Hanya beberapa jam. Setelah itu kita kembali ke rutinitas kehidupan kita dengan dalih hidup adalah perjuangan dan butuh kerja keras untuk mencapai kesuksesan. Mengingat Allah cukup lima kali sehari, tidak sampai satu jam dalam sehari.
Padahal maut sangatlah dekat.
Sayangnya, maut adalah rahasia Allah. Tak ada yang tahu dengan cara apa kita akan meninggalkan dunia ini. Banyak contoh kita lihat. Ada yang mendadak, ada yang harus melalui masa sakit berminggu-minggu, berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun.
Ada yang meninggal saat jauh dari keluarga, ada yang meninggal di samping keluarga. Ada yang meninggal dengan jasad utuh, ada meninggal sementara tubuhnya tidak diketemukan.
Ingat, camkan, dunia ini hanya mimpi. . Ayolah mencerdaskan diri dari sekarang. Bersiaplah dengan mengumpulkan segala bekal untuk kehidupan akhirat nantiKarena di sanalah kelak kita menghabiskan sisa usia kita yang sesungguhnya.
KOMENTAR ANDA