BASA-BASI dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengandung arti 1) adat sopan santun; tata krama pergaulan; 2) ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi; 3) perihal menggunakan ungkapan semacam itu. Jika membaca pengertian tersebut, maka berbasa-basi artinya berlaku sopan.
Sayangnya, kita terlanjur mengidentikkan basa-basi dengan sesuatu berkonotasi jelek: percakapan yang dilakukan karena terpaksa. Banyak sebab kita berbasa-basi dengan orang lain, di antaranya karena tidak ingin dicap sombong, karena terjebak dalam situasi janggal seperti misalnya hanya berdua dalam suatu ruangan, atau karena ingin mengorek informasi tentang sesuatu hal.
Jika kita mengembalikan “basa-basi” ke arti yang tertuang dalam KBBI, basa-basi menjadi bernilai positif. Seperti dalam adat-istiadat beberapa daerah di Indonesia, basa-basi menjadi sebuah keterampilan berbahasa untuk dapat diterima dalam interaksi sosial. Kita bisa menyebut basa-basi sebagai satu jalan membangun komunikasi dan silaturahim.
Basa-basi amat diperlukan saat kita memasuki satu lingkungan baru. Misalkan saja kita pindah rumah atau pindah kerja ke kantor baru, yang tidak punya satu pun kenalan atau teman di sana. Jika kita tidak bisa memulai komunikasi dengan orang lain, akan sulit dan butuh waktu lebih lama untuk kita mengenal lingkungan juga beradaptasi.
Berkenalan dengan tetangga di lingkungan rumah baru atau rekan kerja di kantor baru, basa-basi akan menunjukkan keramahan serta itikad baik kita untuk menjadi bagian dari lingkungan baru tersebut.
Karena sebagai makhluk sosial, kita tentulah tidak bisa hidup sendiri tanpa bergaul dengan orang lain. Akan ada saat kita butuh pertolongan orang lain lalu akan ada saat orang lain membutuhkan uluran tangan kita. Dan hubungan yang baik dapat tercipta dari sebuah basa-basi.
Sudah pasti, basa-basi yang melahirkan silaturahim adalah basa-basi yang santun dan tidak berlebihan. Jika kita seorang yang cenderung cuek dan biasa blak-blakan saat berbicara, ada baiknya kita ‘menginjak rem’ sejenak.
Bicarakan tentang hal-hal umum yang tidak memunculkan perbedaan pendapat. Tidak etis bila kita memaksa tampil sok akrab tapi kemudian terlibat adu argumen dalam kesempatan pertama kita mengenal orang lain.
Kita bisa memilih topik yang netral. Kita menanyakan kabar seputar kesehatan, keluarga, dan kesibukan orang yang kita ajak bicara. Kita juga bisa menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan dirinya saat itu.
Misalkan dia duduk sambil memegang buku puisi Kahlil Gibran. Kita bisa memulai percakapan dengan bertanya apakah dia seorang penikmat puisi dan siapa saja penyair favoritnya. Jangan memulai percakapan dengan melontarkan kalimat berisi ketidaksukaan kita seperti “Ah, baca puisi hanya buang-buang waktu...”
Mengapa kita dianjurkan untuk berbasa-basi tentang hal-hal umum? Karena setiap orang tidak memiliki latar belakang, kepribadian, pengelolaan emosi dan rasa, serta pengalaman hidup yang sama. Terlebih lagi di kantor, dengan suasana profesional, basa-basi hendaklah dilakukan dengan lebih formal tanpa mengurangi keramahan kita.
Berbicara dalam ruang profesional maupun kehidupan sehari-hari, perlu diingat bahwa basa-basi juga menjadi satu personal branding bagi diri kita. Basa-basi akan meninggalkan ‘jejak’ berupa kesan pertama orang lain terhadap kita. Siapa sangka, image kita bisa dipengaruhi oleh cara kita berbasa-basi.
Tak heran banyak orang meminta ‘lampu sorot’ saat melakukan basa-basi demi melahirkan sebuah pencitraan.
Basa-basi yang tulus tidak perlu berlebihan, baik dari jumlah pembicaraan maupun durasi pembicaraan. Jangan terlalu berlebihan dalam penggunaan kata maupun bahasa tubuh. Begitu pula jika ingin memulai percakapan dengan bercanda, hindari body shaming atau membicarakan aib orang lain. Perempuan harus hati-hati karena kerap kali tergelincir saat berbasa-basi hingga berujung ke arena gosip.
Pun sebagai anggota masyarakat, basa-basi diperlukan untuk menjaga keharmonisan sesama kita. Dibutuhkan keluwesan bertutur kata untuk menjaga hubungan baik antara anak muda dengan mereka yang lebih tua, antarmasyarakat dari strata sosial ekonomi yang berbeda, juga antara sesama anggota masyarakat yang berbeda suku maupun agama. Basa-basi menjadi satu faktor penting untuk tetap saling menghormati dan saling menghargai.
Berbasa-basi dengan tulus membuat kita memahami adanya perbedaan tanpa harus mempermasalahkannya. Basa-basi menjadi satu jalan menjalin kebersamaan tanpa memperlebar perbedaan.
Mereka yang mampu berbasa-basi secara positif akan memiliki jalinan silaturahim yang lebih luas dibandingkan mereka yang tidak bisa memanfaatkan basa-basi dengan bijak.
Nah, bismillah untuk memulai sebuah hubungan baik. Pastikan basa-basi kita bukan basa-basi biasa.
KOMENTAR ANDA